Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Terjangkau Fasilitas Lengkap, Fakta Menarik tentang Co-Living

Kompas.com - 27/06/2021, 12:15 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Co-Living merupakan konsep tempat tinggal bersama yang baru berkembang di Indonesia.

Konsep berbagi ruang hidup ini marak ditawaran sejumlah pengembang, terutama untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat perkotaan.

Terbaru PT Lippo Karawaci Tbk yang menawarkan Cove Hillcrest di Lippo Village, Lippo Karawaci, untuk para mahasiswa Universitas Pelita Harapan.

Maraknya pengembangan co-living dipicu oleh sejumlah faktor yang memengaruhi. Pertama, harga jual atau biaya sewa properti di perkotaan yang mahal dan cenderung terus naik.

Baca juga: Diklaim yang Pertama di Asia Tenggara, Intip Desain Co-Living Khusus Mahasiswa

Kedua, ongkos transportasi tinggi untuk ulang-alik dari kawasan tempat tinggal menuju pusat aktivitas, akibatnya biaya hidup pun menjadi lebih tinggi.

Kehadiran co-living ini tentu saja dinilai sebagai solusi terutama bagi anak muda milenial, mahasiswa atau bahkan pekerja profesional yang tetap ingin menghemat hidup di kota dengan cara menyewa rumah dengan harga terjangkau.

Di Indonesia, pertumbuhan co-living memiliki prospek yang baik, mengingat segmen pasarnya yaitu populasi penduduk usia kerja produktif yang berpenghasilan.

Mereka merupakan komposisi tertinggi dalam piramida penduduk, yang dikenal dengan bonus demografi.

"Selain itu, co-living menawarkan banyak sekali manfaat dan fasiltas. Hal itu juga yang jadi perbedaan antara co-living dengan konsep lainnya semisal, kost-kostan, kontrakan atau sewa rumah," ujar Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat kepada Kompas.com.

Menurut Sarie, sapaan akrab Syarifah, secara harfiah co-living adalah gabungan kata dari community living, atau menetap bersama komunitas.

Baca juga: Apartemen Berkonsep Co-Living Mulai Dibangun di Pondok Cabe

Gagasan ini menyediakan hunian dengan konsep same things in common atau memiliki kesamaan minat, kerja, hobi yang sama.

Selain memiliki kamar, di dalam co-living tersedia area publik yang dapat digunakan bersama, baik untuk diskusi, kerja bersama, olahraga atau sekadar melakukan hobi bersama.

PT Lippo Karawaci Tbk berkolaborasi dengan Cove meluncurkan ?Cove Hillcrest?, konsep co-living mahasiswa di daerah Lippo Karawaci, Tangerang.LPKR PT Lippo Karawaci Tbk berkolaborasi dengan Cove meluncurkan ?Cove Hillcrest?, konsep co-living mahasiswa di daerah Lippo Karawaci, Tangerang.
Dan umumnya co-living menyediakan fasilitas yang mendukung kegiatan penghuninya, mulai dari jaringan internet, housekeeping, laundry, bahkan makan minum, dan sebagainya.

"Dengan menetap di co-living umumnya diharapkan dapat memperluas jaringan dan peluang untuk aktualisasi diri," kata Sarie.

Untuk mengenal konsep co-living lebih jauh, Kompas.com rangkumkan beberapa poin penting yang patut Anda ketahui:

1. Asal mula tren co-living

Dalam riset Knight Frank, konsep co-living awalnya muncul di area dekat kampus dan fasilitas pendidikan, di London, Inggris.

Kehadiran co-living tentu saja menjadi jawaban karena keterbatasan student accomodation atau keuangan mahasiswa untuk bisa menyewa tempat tinggal di sekitar wilayah kampus.

Baca juga: Coliving Space, Cocok untuk Milenial Ibu Kota

Selain itu, biaya sewa tempat tinggal sekaligus biaya hidup di London, terkenal sebagai salah satu termahal di dunia.

Konsep ini menawarkan pilihan akomodasi dekat dengan kampus, terutama bagi mahasiswa yang berasal dari luar kota atau bahkan luar negeri.

"Pilihan akomodasi ini ditawarkan dengan fasilitas yang terbilang lengkap dan harga terjangkau," jelas Sarie.

Sementara itu, di beberapa kota negara lainnya, konsep ini juga muncul untuk menyediakan hunian bagi profesional muda yang berniat tinggal di tengah kota dengan dana terbatas.

3. Berkembang di berbagai negara

Konsep co-living tumbuh semarak di berbagai negara seperti China, India, Sydney, Singpura, dan Amerika Serikat.

Roam co-living housing di Ubud, Bali.Dezeen Roam co-living housing di Ubud, Bali.
Dengan demand yang umumnya berasal dari milenial, India mencatat yang terbesar. Hal ini karena komposisi milenialnya juga besar.

Knight Frank mencatat, yield dari bisnis co-living di India berada di sekitar angka 12,08 persen per tahun (2018).

4. Perkembangan co-living di Indonesia 

Di Jakarta, kehadiran co-living menjamur sejak tahun 2019, meskipun proyek pertama hadir pada tahun 2017.

Proyek pertama ini merupakan jenis hunian yang menawarkan tempat untuk ditinggali dalam jangka pendek mulai dari sepekan, dan jangka panjang tiga bulan hingga enam bulan.

Baca juga: 124 Juta Milenial Produktif, Peluang Besar Bisnis Co-Living

Terbaru adalah Cove Hillcrest yang merupakan hunian hasil kolaborasi antara PT Lippo Karawaci Tbk dengan Cove. 

Cove Hillcrest berjarak 15 menit jalan kaki ke kampus utama UPH dan 6 menit jalan kaki ke Rumah Sakit Siloam Karawaci yang akan sangat memudahkan para mahasiswa.

Properti ini mencakup 138 kamar yang tersebar di dua lantai, dan ditawarkan dengan harga terjangkau mulai dari Rp 4 jutaan per bulan.

Setiap kamar memiliki kamar mandi dalam, ruang belajar, tempat penyimpanan, dan ruangan dengan tipe yang lebih besar bahkan memiliki dapur tersendiri.

Gedung ini juga dilengkapi dengan beberapa area komunal yang luas seperti dapur, area bersantai, area belajar, yang akan memudahkan mahasiswa untuk belajar dan juga bermain.

5. Sistem sewa

Ilustrasi fasilitas co-living. SHUTTERSTOCK/SRIRAT NANTHAPHANSHUTTERSTOCK/SRIRAT NANTHAPHAN Ilustrasi fasilitas co-living.
Pada dasarnya, co-living dapat berbentuk apartemen, rumah maupun indekost.

"Dengan batasan ini, dapat dibayangkan skema pembiayaan yang berlaku seperti umumnya sistem sewa dalam jangka panjang," ucap Sarie.

Untuk apartemen, pembiayaan dapat dikolaborasikan dengan pengelola atau pemilik, demikian juga dengan indekost.

Sementara untuk rumah, umumnya komunitas penyewa perlu berkoordinasi dengan pemilik rumah.

Baca juga: Co-living, Konsep Berbagi Hunian yang Kembali Menjadi Tren

Di Indonesia, terutama di Jakarta, harga sewa co-living yang ditawarkan berkisar Rp 3 juta per bulan untuk hunian ukuran studio hingga Rp 30 juta per bulan untuk satu unit besar dan lengkap, ditambah deposit uang sewa selama satu bulan.

Biaya tersebut biasanya sudah termasuk furnitur, perawatan bangunan, utilitas kecuali listrik, dan biaya kebersihan.

Kebanyakan penyedia co-living memberi potongan harga seperti gratis biaya sewa sebulan untuk penyewa jangka panjang atau paket bundling dengan penyedia jasa co-working space yang dikelola oleh operator yang sama.

Seperti halnya kost-kostan, co-living dikembangkan lebih lengkap dan disatukan dengan fasilitas ruang kerja.

6. Lokasi tepat untuk bisnis dan investasi co-living

Suasana Lobi Temmu Co-Living, layaknya cafe-cafe InstagramableWWW.TEMMU.CO.ID Suasana Lobi Temmu Co-Living, layaknya cafe-cafe Instagramable
Investasi co-living umumnya sangat cocok diterapkan di kota-kota besar, atau kota-kota yang menjadi hub, baik lokal, regional maupun global.

Lebih spesifik lagi, di beberapa zona di wilayah perkotaan, seperti di wilayah pusat perkantoran, atau wilayah aglomerasi kampus (pusat pendidikan).

Hal ini mengingat target segmennya adalah kawula muda usia produktif, baik mahasiswa atau pekerja yang bermaksud mendekati wilayah kampus atau kantornya, dengan fasilitas dan teknologi memadai, dan tentunya harga yang terjangkau.

7. Beberapa hal harus diperhatikan pengembang co-living

Menurut Sarie, co-living memiliki tiga prinsip dalam penerapannya, yaitu convenience, community dan collaboration (3C).

Baca juga: Potensi Besar Bisnis Co-Living di India

Convenience, direfleksikan melalui lokasi hunian yang nyaman karena dekat dengan kantor/kampus, memiliki akses infrastruktur yang prima, dan lingkungan sosial yang kondusif.

Community, menetap dengan komunitas yang memiliki passion yang sama, berbagi fasilitas bersama yang digunakan komunitas seperti halnya keluarga.

Collaboration, di dalam hunian ini setiap personil berharap mendapatkan atmosfir yang menginspirasi melalui ruang-ruang bersama atau ruang diskusi sehingga membuka peluang berkolaborasi, berkembang dan meningkatkan kualitas hidup.

"Pengembang perlu mengemas 3C dalam produknya, dengan menyesuaikan pada pasar yang ditarget (mahasiswa/profesional), memilih lokasi yang prima dan menetapkan harga yang kompetitif," tuntas Sarie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com