Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menilik Tata Kelola Aglomerasi Perkotaan Jabodetabekpunjur

Warga menjadikan keprimataannya sebagai competitiveness di anara kota-kota dunia lainnya.

Tantangan pemerintah kini adalah bagaimana mengawal proses warga dalam perburuan nasib, penciptaan kekayaan atau wealth creation dan politik otonomi daerah dilakukan berdampingan.

Pasca ditetapkannya Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ), kini kita cari model pengelolaan aglomerasi perkotaan Jabotabekpunjur sesuai UU yang ada.

Jabodetabekpunjur merupakan salah satu aglomerasi perkotaan terbesar di dunia dengan hampir 35 juta penduduk.

Kawasan ini meliputi tiga provinsi, 10 kota/kabupaten ditambah lima kota administrasi serta Puncak dan Cianjur, dengan 186 kecamatan dan 1.948 kelurahan.

Maka, acuan kelembagaannya harus komprehensif dipastikan pijakan hukumnya, jelas tugas dan tanggung jawab tiap kabupaten/kotanya, dan memastikan kesempatan investasi di daerah.

Perlu juga dibangun kapasitas organisasi pengelola yang mumpuni sesuai dengan kekhasan sebuah lembaga koordinatif lintas daerah.

Struktur kelembagaan pengelola metropolitan sangat dipengaruhi terutama potensi skala ekonomi, besarnya spill-overs, besarnya ancaman kebencanaan, dan potensi ketimpangan antar-daerah.

Banyak aglomerasi perkotaan besar sudah memiliki kelembagaan otorita pengelola metropolitan, seperti Quito, Los Angeles, Bologna, Tokyo, dan lain lain.

Bentuk kelembagaan pun berbeda-beda seperti koordinasi sektoral, badan otorita, regional council, maupun pengendalian tata ruang.

Belajar dari Jawa Barat

Jawa Barat sejak zaman Gubernur Ridwan Kamil sudah menyadari pentingnya inovasi manajemen aglomerasi perkotaan.

Jawa Barat menjadi provinsi pertama di Indonesia telah mendirikan sekaligus dua kelembagaan aglomerasi perkotaan Badan Pengelola Kawasan Metropolitan Rebana dan Badan Pengelola Kawasan Cekungan Bandung.

Dua kelembagaan ini didasari Peraturan Presiden (Perpres) No 87 Tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Rebana berpenduduk sepuluh juta, yang terdiri dari tujuh  kota kabupaten Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Kuningan, Majalengka, Subang, Sumedang.

Juga ada Perpres No 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung denhan jumlah penduduk hampir sembilan juta jiwa.

Tugas utama kelembagaan bukan mangambil kewenangan daerah, melainkan mengelola isu bersama, dengan memfasilitasi, mengkoordinasikan dan de-bottleneck urusan lintas daerah administrasi dan lintas sektoral.

Caranya melalui manajemen solusi teknokratik baik untuk permasalahan pembangunan tempat hidup layak huni dan berkelanjutan, maupun mengelola semua potensi dan competitiveness yang bisa dihasilkan dari konurbasi perkotaan tersebut.

Key Performance Indicator (KPI) atau dalam pemerintahan kita dikenal sebahai Indikator Kinerja Utama (IKU) lembaga harus tajam, dan merupakan cerminan kinerja semua kota dan wilayah di dalam aglomerasi perkotaan ini.

Kelayakhunian dan keberlanjutan semua daerah harus jadi indikator utama.

Prinsip Kelembagaan Aglomerasi Jabodetabekpunjur

Prinsip dasar pertama, sudut pandang satu kesatuan ekonomi. Lembaga baru ini mengelola wilayah Jabodetabekpunjur sebagai satu kesatuan ekonomi yang sinergis, yang melandasi kerjasama, untuk mencapai wilayah perkotaan yang layak huni dan berkelanjutan.

Harus dihilangkan pemikiran konvensional bahwa kota Jakarta sebagai kota primat dan menjadi satu-satunya obyek terpenting.

Wilayah Jabodetabekpunjur harus menyatu secara spasial, fungsional dan ekonomi saling bergantung.

Prinsip dasar kedua, tata kelola yang efektif. Tata kelola lintas daerah yang fokus pada isu bersama berdasarkan prioritas dan skala proporsional.

Sebagai konurbasi dengan 35 juta penduduk, maka beberapa prioritas utama yang perlu menjadi pijakan awal pembentukan lembaga ini dapat di kelompokan menjadi minimal enam pilar tujuan strategis kelembagaan.

Keenam pilar tujuan strategis tersebut adalah tata ruang yang harmonis, penyediaan infrastruktur kelas dunia, pengembangan kawasan hunian dan perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Kemudian penetapan batas ambang pembangunan dan potensi kearifan lokal, pengembangan sumber daya manusia, dan kerjasama berjejaring internasional menjadikan Jabotabekpunjur sebagai metropolitan dunia yang berkelanjutan.

Prinsip dasar ketiga, adalah kesetaraan. Keberadaan lembaga ini harus mampu mengurai isu koordinatif antar daerah administratif dan antar sektor.

Setiap daerah setara dalam menjalankan program pembangunan menuju kelayakhunian dan keberlanjutan. Kelembagaan ini harus memiliki kemampuan untuk menjadi mitra dan de-botlenecker, dan diterima semua daerah.

Prinsip dasar keempat, handal secara teknokratik. Ada lebih dari 150-an Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang harus diselaraskan, dan dilakukan harmonisasi dengan rencana-rencana tata ruang diatas nya yaitu RTRW Propinsi, RTRWN.

Lembaga ini mengawal harnonisasi tata ruang dan rencana pembangunan, dan menyusun Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (RTR-KSN) Jabotabekpunjur. Sinkronisasi dengan Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K).

Lembaga harus menguasai proses dan perencanaan tata ruang sebagai instrumen dalam pengendalian pembangunan di wilayah yang sangat rentan bencana, polusi, kerusakan alam dan keragaman hayati, perubahan guna lahan besar-besaran oleh kekuatan kapital.

Secara komprehensif dipastikan pijakan hukumnya, tugas dan tanggung jawab para kabupaten/kotanya, kesempatan investasi di daerah maupun membangun kapasitas organisasi pengelola yang mumpuni.

Prinsip dasar kelima, orientasi global. Jabodetabekpunjur kini tumbuh menjadi sebuah ekonomi, pasar tenaga kerja dan sebagai sebuah komunitas dunia.

Maka dalam menentukan arah strategi perkotaan ke depan harus dipastikan pencapaian target Sustainable Development Goal (SDG) dan mencari makna new normal pembangunan kota masa depan dunia.

Investasi menjadi ranah lembaga aglomerasi, sebagai isu lintas daerah yang menentukan. Infrastruktur kelas dunia termasuk pengelolaan limbah, energi, konektivitas, transportasi perkotaan, infrastruktur hijau.

Kedepan lembaga baru ini harus mampu mengatasi kemandegan peluang-peluang KPBU selama ini, dan memberi makna baru tentang kemitraan publik dan swasta.

https://www.kompas.com/properti/read/2024/04/17/113000121/menilik-tata-kelola-aglomerasi-perkotaan-jabodetabekpunjur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke