Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Buka Kantor Ke-3 di SCBD, The Executive Centre Sediakan Layanan Bintang Enam

Tampak para eksekutif muda berbicara melalui gawai pintar mereka, bergegas dari satu gedung menuju gedung lainnya.

Dari ruang perkantoran TEC ini, Jakarta seperti kota-kota dunia lainnya yang tak pernah jeda dari aktivitas kalangan berbusana parlente, rapi, dan wangi.

Ya, siapa tak mengenal SCBD, kawasan bisnis nomor satu di Indonesia. SCBD adalah potret reputasi, prestise, kebanggaan, ambisi, dan berkumpulnya jenama-jenama hebat, fragmen krusial bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi bisnis, dan menjadi bagian dari tempat ini.

Kawasan ini juga mengintegrasikan sejumlah fasilitas kelas dunia mulai dari hotel, pusat perbelanjaan, pusat komersial, hiburan, gaya hidup, dan yang terpenting memiliki aksesibilitas tinggi dengan lokasi strategis.

Itulah yang mendasari manajemen TEC memilih Pacific Century Place di SCBD sebagai centre ketiga, setelah Sampoerna Strategic Square, dan One Pacific Place.

City Head The Executive Centre Ferrianto Pranata menuturkan, sebagai penyedia layanan kantor premium, lokasi merupakan pertimbangan utama dan pertama.

"Kami tidak ingin sembarangan membuka centre baru. Kami melihat lokasi yang memiliki gedung dengan grade premium, berkelanjutan dan ramah lingkungan, mendukung ekosistem bisnis, serta punya banyak potential tenant," ungkap Ferrianto menjawab pertanyaan Kompas.com, sebelum seremoni pembukaan TEC ketiga, Rabu (14/6/2023).

TEC merupakan satu di antara sedikit pemain serviced office yang mampu bertahan di tengah badai krisis keuangan yang mengakibatkan krisis multidimensi pada 1997/1998, krisis finansial global 2008, dan krisis akibat Pandemi Covid-19.

Perusahaan yang berbasis di Hong Kong ini dikenal sebagai penyedia premium serviced office dengan desain eksklusif, kualitas pelayanan setara hotel bintang enam, amenitas beragam, fasilitas rapat dengan furnitur eksekutif karya Herman Miller, serta dilengkapi teknologi informasi dan komunikasi (ICT) mutakhir.

Selain itu, ada sejumlah aspek yang membedakannya dibanding penyedia jasa serupa lainnya, yakni support system berupa ruang kolaboratif, jejaring dari level komunitas hingga level multinasional, bantuan dan inkubasi bisnis, serta lainnya.

Dengan perkantoran servis, semua orang memiliki kesempatan untuk mendaftarkan bisnis tanpa perlu dibebani hal-hal bersifat operational expenditure (opex).

Perkantoran servis ini dapat membantu perusahaan untuk lebih fokus mengelola usaha ketika akan memulai atau mengembangkan bisnis.

Sederhananya, pebisnis baik yang baru merintis atau yang akan melakukan ekspansi, membayar sejumlah tarif tertentu untuk meminjam alamat TEC sebagai alamat kantor.

Selain alamat kantor, tersedia berbagai fasilitas yang dapat ditemui di kantor konvensional pada umumnya, seperti ruang rapat, resepsionis, jaringan telepon dan internet, menerima surat dokumen serta paket, dan juga mengadakan pertemuan.

Bahkan, Ferry melanjutkan, dalam perjalanan sejarah kehadiran TEC di Indonesia, pihaknya kerap menggelar (hosting) agenda-agenda bisnis yang diikuti klien lintas sektor.

"Mereka bisa berinteraksi, menjalin komunikasi, dan berkolaborasi sehingga tercapai kesepakatan bisnis. Kami membuka peluang besar yang bisa dimanfaatkan oleh para klien. Ada lebih dari 55.000 member dari beragam latar belakang yang bergabung," ungkap Ferrianto.

Dari agenda-agenda ini tercipta tidak hanya perusahaan-perusahaan rintisan (start-up), melainkan hingga kelas raksasa yang sekarang sudah tumbuh menjelma menjadi unicorn dan decacorn dengan nilai valuasi lebih dari 1 miliar dollar AS.

Sementara raksasa-raksasa bisnis lainnya yang menjadi klien TEC adalah Piaggio, AT&T Global Network Services, Louis Vuitton, Esprit, Lotte Mart, MGM, The Westin Hotel, Swatch Group, dan British Telecommunication.

Ada pun layanan yang bisa dimanfaatkan yakni Private Offices, Co-working Spaces, Virtual Offies, dan Meeting Rooms dengan tarif mulai dari Rp 400.000 per bulan per pelanggan hingga Rp 7 juta per bulan per pelanggan di luar pajak.

Hingga kini, dua centre TEC mencatat tingkat okupansi rerata di atas 97 persen. Sementara di TEC terbaru, Ferry manargetkan tingkat okupansi 80 persen yang akan dicapai dalam waktu kurang dari dua tahun operasional.

Tren perkantoran servis

Menurut CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono, TEC adalah serviced office yang masih bertahan dan bahkan makin berkembang. Hal ini karena mereka punya jejaring dan kemampuan mengelola finansial dengan baik.

"Intinya survival of the fittest," ujar Hendra.

Dalam catatan Kompas.com, di antara 300 pemain serviced office yang menjamur sejak tahun 2000, hanya 20 yang mampu bertahan. Di antaranya adalah Regus, CEO Suites, vOffice, Fortice, dan Servio.

Mereka kerap dianggap sebagai big boys yang tak lekang baik oleh krisis finansial global, badai Covid-19, hingga global economic slowdown.

Selain itu, lanjut Hendra, mereka juga sangat fokus pada segmen pasar yang diincar dengan terus meningkatkan kualitas layanan hingga tampil dengan predikat standar baru serviced office.

Sementara nama-nama lainnya yang bertumbangan justru lebih mengejar kuantitas ruang, berani buka di mana-mana, di gedung-gedung perkantoran seluruh grade, mulai dari C hingga A. Bahkan, di kawasan perumahan pun, mereka kejar.

"Karena memang untuk membuka serviced office tak hanya bisa dilakukan di gedung premium," imbuh Hendra.

Sementara para big boys di atas hanya fokus untuk berekspansi dan beroperasi di gedung-gedung perkantoran Grade A dan Premium.

Hal ini juga tecermin dari klien-klien mereka yang masuk kategori Fortune 500 dan korporasi yang mampu membayar di lokasi semacam SCBD tadi.

Karena aspek paling penting dalam industri serviced office adalah jejaring, orientasi servis, dan kualitas yang konsisten, sehingga mampu menciptakan repeat client dengan rata-rata lama sewa minimal enam bulan atau satu tahun.

Kendati banyak yang berguguran, namun industri serviced office diyakini akan terus berjalan dan punya peluang "menyelamatkan" industri perkantoran konvensional di tengah kondisi kelebihan pasokan atau over supply.

Baik Hendra maupun Ferrianto sepakat bahwa kondisi over supply perkantoran yang saat ini mencapai 7,38 juta meter persegi atau 738 hektar (khusus di area CBD Jakarta) hanya bersifat sementara.

"Ini adalah siklus, untuk kemudian akan kembali dengan permintaan yang lebih kuat. Namun memang perlu ada penyesuaian-penyesuaian," kata Ferrianto.

Melihat pasokan ruang-ruang perkantoran kosong yang belum terserap seluas 2,1 juta meter persegi atau 200 hektar di CBD Jakarta, dengan tekanan masih sangat besar, terutama pada matriks harga sewa, pemain serviced office bisa makin eksis.

Mereka bisa bekerja sama dengan pengembang atau pemilik gedung untuk melakukan konversi portofolionya menjadi serviced office.

Karena saat ini, banyak perusahaan yang melakukan relokasi, restrukturisasi, dan juga reorientasi bisnis demi efisiensi dan mempertahankan produktivitas.

Sementara sebagian lainnya justru semakin berkembang seiring sirkumstansi bisnis yang bertransformasi dalam sepuluh tahun terakhir, di mana sektor teknologi, co-working, dan logistik tengah menjadi primadona.

"Asal konsisten dalam implementasi layanan berkualitas, dan menawarkan diferensiasi yang bersifat value competitiveness yang tinggi, para pemain serviced office akan makin eksis," tuntas Hendra.

 

 

https://www.kompas.com/properti/read/2023/06/15/123715921/buka-kantor-ke-3-di-scbd-the-executive-centre-sediakan-layanan-bintang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke