Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Masih Adakah Potensi Pertumbuhan Rumah Vertikal di Jabodetabek?

Pada poin berikutnya, disebutkan bahwa residential, villa, dan hotel menjadi subsektor properti yang akan terus tumbuh tahun ini. Sementara subsektor lainnya diprediksi akan tetap stabil, bahkan ada yang cenderung melemah.

Namun, merujuk pada data penjualan apartemen sebagai bagian dari produk residential di Jakarta, saat ini meski terdeteksi pertumbuhan penjualan yang positif pada kisaran satu persen pada akhir 2022, namun menurut pelaku pasar, pergerakan masih relatif lemah pada akhir tahun lalu.

Hal di atas cukup masuk akal mengingat penjualan apartemen pada dua tahun terakhir didominasi oleh segmen middle, dengan kisaran harga Rp 16 juta - Rp 24 juta per meter persegi.

Konsumen pada segmen ini memang umumnya mencari rumah pertama. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa segmen ini memiliki resiliensi yang terbatas di tengah kemampuan keuangannya yang tergerus pandemi.

Berdasarkan data demografi yang dirilis oleh Knight Frank Indonesia didapatkan bahwa jumlah penduduk di Jabodetabek saat ini yang tertinggi masih di Jakarta, yaitu berkisar 10,6 juta jiwa.

Sementara itu, Jakarta saat ini memiliki 345 gedung kondominium (apartemen jual), dengan total sekitar 232.976 unit yang tersedia, berdasarkan penghitungan rasio apartemen dan jumlah penduduk, saat ini 2,45 persen ratio apartemen di Jakarta.

Dengan rasio tersebut, asumsinya satu unit apartemen di Jakarta diperuntukan/ditawarkan untuk 50 orang.

Angka ini tergolong rendah, jika dibandingkan beberapa kota di Asia, sebut saja Hongkong yang saat ini memiliki ratio apartemen berkisar 20 persen, tergolong yang tertinggi di Asia.

Memang ukuran rasio ini sangat relatif, bergantung dengan preferensi masyarakat untuk tinggal di rumah vertikal, termasuk juga tergantung kesediaan lahan suatu kota untuk pengembangan rumah tapak bagi warga kota, dan tentu tidak terlepas dari budaya masyarakat setempat untuk tinggal di hunian vertikal.

Lalu bagaimana rasio hunian vertikal di Jabodetabek?

Secara umum, hampir seluruh kota di sekitar Jakarta memiliki ratio hunian vertikal lebih rendah dari Jakarta.

Setelah Jakarta, di posisi berikutnya adalah Tangerang dengan ratio 0,9 persen. Kemudian Bekasi dan Depok dengan rasio yang sama, yaitu berkisar 0,4 persen. Posisi berikutnya adalah Bogor dengan ratio 0,1 persen.

Ratio ini sebenarnya juga merefleksikan peluang pertumbuhan hunian vertikal yang masih terbuka di sekitar Jabodetabek.

Namun, tetap harus diperhatikan keunggulan wilayah masing-masing sehingga inovasi bisa dieksplor lebih baik. Kemudian perlu diperhatikan segmentasi/tangkapan pasar untuk area/kota tersebut, dan tentu saja kemudahan pembayaran yang menjadi hal menarik untuk para konsumen.

Dengan komposisi penduduk millenial yang tinggi saat ini, maka produk hunian vertikal juga perlu menyesuaikan dengan selera millennial sebagai konsumen yang mendominasi pasar hunian saat ini.

Termasuk menyesuaikan sistem pembayaran yang terjangkau untuk konsumen millenial.

Menurut data BPS, Jakarta saat ini (2021) berada pada angka 48,5 persen terkait tingkat kepemilikan rumah, bahkan lebih rendah dari rata-rata nasional.

Sementara itu, pada akhir tahun lalu (2022), total apartemen yang belum terjual di Jakarta berkisar 9.934 unit, ditambah pasokan stok baru berkisar 29.627 unit.

Sejatinya stok apartemen yang ada saat ini dapat membantu pertumbuhan tingkat kepemilikan rumah di Jakarta.

Namun diperlukan upaya bersama antara pemerintah, pengembang dan para pelaku pasar di sektor properti untuk memberikan edukasi terhadap konsumen hunian di Jakarta saat ini untuk tidak ragu memilih hunian vertikal untuk menetap di perkotaan.

Masih tentang Jakarta, berdasarkan fakta terkait kesempatan perkembangan hunian vertikal yang masih terbuka luas di tengah rasio yang masih relatif rendah dan kepemilikan hunian di bawah rerata nasional, maka potensi perkembangan memang ada jika mampu memformulasikan produk hunian dengan tepat untuk ditawarkan ke pasar.

Namun, data terkait penjualan hunian vertikal yang dirilis oleh Knight Frank Indonesia dalam publikasi bertajuk ‘Jakarta Property Highlight’ menunjukan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, permintaan apartemen tertinggi terjadi tahun 2016, yaitu hampir menyentuh 22.000 unit.

Namun setelah itu permintaan tahunan terus terkoreksi, terutama pada masa pandemi yang berada di bawah 5.000 unit.

Meski demikian, permintaan tahunan 2022 relatif membaik dibanding masa pandemi, meski belum berada pada angka serapan tahunan normal (sebelum pandemi).

Semoga pergerakan pemulihan performa pasar hunian vertikal di Jakarta berjalan beriring dengan pengembangan potensi hunian vertikal di Jabodetabek.

https://www.kompas.com/properti/read/2023/05/16/092042821/masih-adakah-potensi-pertumbuhan-rumah-vertikal-di-jabodetabek

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke