Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

KA Cepat Jakarta-Bandung Harus Jualan Non Farebox dengan TOD dan TJD

Ternyata, banyak fakta menarik mengenai lahan-lahan stasiun KCJB yang semua masih berupa lahan kosong kecuali lahan stasiun Halim.

Bahkan, lahan calon stasiun KCJB Karawang dan Padalarang masih kosong, lebih mudah untuk dibangun transit joint development (TJD), daripada kawasan padat yang pasti lebih sulit pengolahannya dari aspek biaya dan sosial.

Apalagi masih ramai diperdebatkan sulitnya balik modalnya KCJB apabila hanya jualan tiket (farebox).

Maka, jualan lahan untuk properti dalam skema TJD dan Transit Oriented Development (TOD) menguntungkan bagi KCIC dalam pengembalian modal pembangunan KCJB kepada China Development Bank.

Mendapatkan keuntungan dari aset-aset bergerak dan tidak bergerak KCIC sebagai pemasaran non-tiket (no farebox) menjanjikan optimisme laba besar daripada pasrah dari jualan tiket KCIC.

Namun jualan tiket atau non-tiket tetap ada koherensinya, apabila load-factor (LF) sesuai target pemasaran pengguna, otomatis pemasaran non-tiket juga akan laku keras.

Jualan non-tiket itu apa saja? Sangat banyak apabila kita kreatif mengolah secara komersial dari sarana dan prasarana KCJB.

Pada sarana KCJB dapat dijual menjadi reklame/iklan komersial yang berjalan (dinamis) baik dalam kabin atau luar kabin sarana.

Sementara prasarana KCJB yang statis seperti stasiun dan jalan rel layang (kolom dan girder ) dapat menjadi media iklan/reklame.

Stasiun KCJB juga dapat disewakan secara komersial. Untuk bentangan girder sepanjang 100 kilometer dan ratusan kolom rel layang juga dapat dikomersialkan menjadi media iklan/reklame statis.

Di samping itu, nama-nama stasiun KCJB seperti Halim, Karawang, Padalarang dan Tegalluar dapat dikomersialkan menjadi merek dagang produk-produk tertentu seperti halnya nama-nama stasiun MRT Jakarta.

Tentunya masih kurang banyak memperoleh laba untuk pengembalian modal pembangunan KCJB bila hanya komersialisasi media iklan/reklame pada sarana/prasarana KCJB dan ruang sewa di stasiun.

Perolehan laba akan signifikan jika KCIC juga memasarkan TJD atau TOD lahan sendiri atau KSO dengan lahan pengembang.

Sebelum memasarkan TOD lebih baik disepakati terlebih dahulu apa itu TOD. Hal ini mengingat selama 5-10 tahun terjadi pembahasan TOD oleh para pemangku kepentingan, dengan pemahaman yang masih kurang tepat.

Pembahasan TOD lebih mengutamakan pendapatan ekonomis daripada pembahasan integrasi/transit angkutan umum massal.

Padahal, TOD tidak hanya bicara desain infrastruktur kenyamananpejalan kaki dan pesepeda, namun harus dilengkapi aturan/regulasi pembatasan penggunaan kendaraan pribadi di dalam kawasan.

Transit Oriented Development (TOD)

TOD adalah konsep pembangunan yang berpusat pada fasilitas transit, yang sejatinya telah dikenalkan di awal tahun 1900-an di Amerika Serikat.

TOD berupa konsep pengembangan terpadu pada stasiun kereta api dan Bus Rapid Transit sebagai fasilitas publik transportasi massal (sebagai titik simpul).

Konsep TOD pada akhir 1980-an menjadi bagian dari perencanaan kota modern pada buku "The Next American Metropolis" yang diterbitkan oleh Peter Calthorpe pada 1993.

TOD telah didefinisikan secara umum sebagai "komunitas” mixed use yang mendorong masyarakat untuk mau tinggal dekat dengan layanan transit dan mengurangi ketergantungan publik pada penggunaan kendaraan pribadi.

Konsep TOD berfokus pada multi fungsi pada lahan, seperti hunian, perkantoran, perdagangan, fasilitas publik dan hiburan dengan jarak-jarak yang nyaman untuk berjalan kaki (tidak lebih dari 600 meter atau 5-10 menit berjalan) yang terintegrasi dengan titik simpul transit angkutan umum massal, misalnya stasiun kereta api atau terminal bus, (Calthorpe, 1993).

Untuk perbandingan saja, kalau dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 tahun 2017 bahwa radius berjalan TOD antara 400-800 meter.

Transit Joint Development (TJD)

Sebenarnya konsep TJD ini paling mudah dan lebih simpel dari pada TOD yang lebih kompleks karena lahan orang banyak yang dipaksa berorientasikan pada titik simpul transit angkutan umum.

Sedangkan TJD lebih mudah hanya ada satu pemilik lahan atau konsorsium lahan yang bekerja sama membentuk ikatan bisnis.

Kesamaan antara TOD dan TJD adalah basis angkutan umum massal, namun lebih banyak dipilih simpul jaringan kereta api daripada terminal bus.

Di Amerika Serikat dari 114 proyek TJD, 58 persen merupakan transit dari heavy rail, 18 persen KRL/MRT, 11 persen BRT (bus), 6 persen intermodal transfer, 5 persen LRT dan 1 persen lain-lain (data IURD Oktober 1990).

Jadi di sini adalah layak bila KCJB yang mayoritas dipilih untuk TJD.

Masih banyak pendapat keliru mengenai TOD, karena wawasan kita hingga saat ini hanya masih paham diksi.

Sekadar contoh Stasiun Tanjung Barat dan Stasiun Rawabuntu dipromosikan menjadi TOD padahal sejatinya adalah TJD, karena masih dalam satu lokasi stasiun di mana pelanggan turun dari KRL langsung naik ke lantai perumahan/apartemen.

Pemilik lahan di sini adalah PT KAI sedangkan yang membangun apartemen adalah pengembang sebagai mitra PT KAI, mereka dapat bagi hasil atau bagi biaya operasi atas penggunaan lahan stasiun.

Definisi TJD, “Any formal agreement or arrangement between a public transit agency and a private individual or organization that involves either private-sector payments to the public entity, or private-sector sharing of capital cost in mutual recognition of the enhanced real estate development or market potential created by the siting of a public transit facility (Robert Cervero, Transit Joint Development in the United States, 1990)”.

Disimpulkan bahwa definisi TJD terbagi dua dasar, yakni (1) kesepakatan bagi hasil atau (2) kesepakatan pembagian biaya.

Jadi dalam hal ini pemilik lahan stasiun dapat bekerja sama dengan korporasi lain untuk membangun mixed use (stasiun, mal, hotel, apartmen, perkantoran dan lain-lain).

Intisarinya TJD tetap bisnis dan komersial namun filosofinya tetaplah sama seperti TOD untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

Lalu, bagaimana dengan bisnis non tiket KCIC?

Jika KCJB telah beroperasi tidak menutup kemungkinan dapat menjadi KA komuter karena waktu perjalanan hanya paling lama 40 menit, bandingkan dengan perjalanan KRL Jakarta-Bogor membutuhkan waktu 1,5 jam, tentunya segmentasi penggunanya berbeda pula.

Apabila KCJB ini dapat menjadi KA komuter, maka semua simpul-simpul stasiun-stasiun dapat menjadi TJD dan TOD.

Pelanggan KCIC dapat memilih tinggal apartment di TJD atau TOD itu sendiri, tanpa harus pergi/pulang dengan kendaraan lain.

Stasiun KCJB Halim merupakan aset KCIC namun luasan lahan stasiun terbatas, tidak dapat menjadi TOD karena berada dalam kompleks TNI AU.

Selain itu lokasinya juga persis di samping Jalan Tol Cikampek, hal ini tentunya sangat layak untuk dijadikan TJD.

Di atas lantai stasiun KCJB Halim dapat dibangun mal, hotel atau apartemen atau tempat hiburan lain dengan menggandeng investor/swasta menjadi pengembangnya.

Sementara Stasiun KCJB Karawang, masih berupa lahan kosong dengan radius 1,5 kilometer dari stasiun. Kawasan ini dapat menjadi TJD dan TOD.

KCIC dapat mengajak investor untuk kerja sama membangun TJD di lahan stasiun KCIC. Jika  KCIC belum mempunyai lahan TOD di sekitar radius 400-800 meter, tentunya dapat mengajak pengembang yang sudah eksis di sana.

Di Karawang telah tumbuh pengembangan oleh Jababeka, Lippo Cikarang, Meikarta, Deltamas, KIIC, Surya Cipta, Gajah Tunggal, dan lain-lain.

Mereka dapat diajak kerjasama saling menguntungkan dengan membangun TJD di atas lantai stasiun KCJB Karawang atau mengembangkan TOD.

Sedangkan Stasiun KCJB Padalarang, merupakan kawasan yang sudah padat kiranya sudah sulit untuk mengembangkan TOD namun tepat untuk dibangun TJD di atas lantai stasiun KCJB.

Di lahan stasiun juga dekat dengan Kota Baru Parahyangan, sangat potensial digarap integrasi antar moda dan intermodal di lahan stasiun.

Sangat menarik apabila pengembang Kota Baru Parahyangan mau membangun apartemen/mal di atas stasiun KCJB Padalarang.

Stasiun KCJB Tegalluar merupakan stasiun akhir, masih berupa lahan kosong radius sekitar 1,2 kilometer dari stasiun.

Kawasan ini dapat dijadikan stasiun TJD dan TOD dengan sangat menarik. Di sana sangat dekat dengan Stasiun Cimekar, Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) dan Kota Summarecon.

Bersama PT Summarecon Agung Tbk diharapkan dapat mengembangkan TJD atau TOD sehingga menjadi ikon KCJB bersama Summarecon.

Tentunya bila ada event music di GBLA, publik Jakarta dan Karawang lebih mudah datang ke GBLA via stasiun Tegalluar.

Untuk warga Bandung Timur dapat dikoneksikan dengan stasiun KA Cimekar dengan membangun akses short-cut yang lebih dekat menuju stasiun KCJB Tegalluar.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/11/27/140000421/ka-cepat-jakarta-bandung-harus-jualan-non-farebox-dengan-tod-dan-tjd

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke