Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wacana PPKM Darurat Diperpanjang, Sanggupkah Pengusaha Mal Bertahan?

Hal itu diungkapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia (Menkeu RI) Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Senin (12/07/2021).

"PPKM Darurat selama empat hingga enam minggu dijalankan untuk menahan penyebaran kasus Covid-19. Mobilitas masyarakat diharapkan menurun signifikan," kata Sri Mulyani.

Wacana perpanjangan PPKM Darurat muncul di tengah masih berlakunya kebijakan PPKM Darurat di Jawa dan Bali sejak 3 Juli hingga 20 Juli 2021.

Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut menuai kritik dan komentar dari berbagai kalangan salah satunya dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI).

Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja mengatakan pemerintah mesti megetahui kondisi dan beban yang dialami sektor industri pusat perbelanjaan selama kebijakan pembatasan berlangsung. 

Menurutnya memasuki tahun 2021, industri pusat perbelanjaan mengalami kondisi keuangan yang cukup berat dibandingkan tahun lalu.

Kata dia, meskipun tahun 2020 merupakan tahun yang sangat berat, namun para perlaku usaha masih memiliki dana cadangan.

"Para pelaku usaha memasuki tahun 2021 tanpa memiliki dana cadangan lagi karena sudah terkuras habis selama tahun 2020 yang digunakan hanya sebatas untuk supaya bisa bertahan saja," kata Alphonzus dalam keterangannya, Rabu (14/07/2021).

Alphonzus menuturkan bahwa kondisi usaha pada tahun 2021 ini masih defisit. Dia tak menampik, bahwa memang benar kondisi usaha sampai dengan Semester I-2021 lebih baik dibandingkan tahun 2020.

Namun pusat perbelanjaan masih tetap mengalami defisit dikarenakan masih diberlakukannya pembatasan jumlah pengunjung dengan kapasitas 50 persen.

Pendapatan pusat perbelanjaan merosot tajam. Pusat Perbelanjaan harus banyak membantu para penyewa untuk memberikan kebijakan dalam hal biaya sewa dan service charge dikarenakan mayoritas para penyewa tidak bisa beroperasi selama pemberlakuan PPKM Darurat.

Selain itu, lanjut Alphonzus, pusat perbelanjaan juga tetap harus menanggung beban biaya pengeluaran yang relatif tidak berkurang meskipun tidak beroperasi.

Pusat perbelanjaan juga harus tetap membayar berbagai pungutan dan pajak atau retribusi yang dibebankan oleh pemerintah meskipun diminta untuk tutup ataupun hanya beroperasi secara sangat terbatas.

Adapun beban pengeluaran industri pusat perbelanjaan yang harus dibayarkan meski di tengah kebijakan pembatasan adalah biaya listrik dan gas. 

Menurutnya, meskipun tidak ada pemakaian sekalipun namun harus tetap membayar tagihan dikarenakan pemerintah memberlakukan ketentuan pemakaian minimum.

Selain itu, beban biaya berupa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak reklame.

"Pemerintah tetap mengharuskan untuk membayar penuh meski pemerintah yang meminta untuk tutup," katanya. 

Alphonzus menambahkan ada juga biaya lainnya seperti royalti, retribusi perijinan dan sebagainya.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/07/14/150000721/wacana-ppkm-darurat-diperpanjang-sanggupkah-pengusaha-mal-bertahan-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke