Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengembang Properti Anggap Pelonggaran Syarat Kredit Bank Lebih Penting ketimbang DP 0 Persen

Dengan diberlakukannya relaksasi rasio LTV/FTV, para calon konsumen bisa membeli properti tanpa membayar uang muka alias down payment (DP) 0 persen.

Seluruh pembiayaan properti yang dibeli konsumen dengan memanfaatkan fasilitas kredit pemilikan rumah dan apartemen (KPR/KPA) ditanggung oleh perbankan.

Pelonggaran LTV/FTV ini diberlakukan untuk semua jenis properti termasuk rumah tapak, rumah susun (rusun), rumah toko (ruko), serta rumah kantor atau rukan.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan relaksasi LTV ini bukan barang baru, karena telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia sejak 2019 lalu meski dengan persentase lebih rendah.

Menurutnya, yang dibutuhkan pengembang properti saat ini bukan penegasan kebijakan LTV tersebut melainkan kebijakan berupa kemudahan persyaratan kredit perumahan yang diberikan oleh pihak perbankan.

"Kami berterima kasih adanya kebijakan relaksasi LTV itu. Tapi kebijakan itu sudah ada sejak 2019. Nah yang kita butuh sekarang itu relaksasi persyaratan kredit perbankan yang dibutuhkan," kata Totok kepada Kompas.com, Kamis (18/2/2021).

Totok menjelaskan, selama ini persyaratan kredit yang diberlakukan perbankan sangat ketat. Karenanya, banyak konsumen yang gagal mendapatkan kredit untuk memiliki rumah.

"Untuk properti itu bukan masalah LTV, tapi masalahnya ada pada persyaratan kredit dengan seleksi yang terlalu ketat, sehingga banyak calon debitur yang ditolak," jelasnya.

Sulitnya konsumen dalam mendapatkan kredit justru berdampak pada tidak terserapnya properti perumahan yang dibangun pengembang.

Hal itu juga membuat pengembang mengalami kerugian dan semakin sulit untuk melakukan ekspansi bisnis selanjutnya.

"Kami sendiri bangun rumah kan biayanya lebih tinggi, kalau debitur nanti ditolak bank kan cost of money atau biaya terhadap uang yang kita investasikan bakal membengkak," ucap Totok.

"Misal bangun rumah, tapi rumahnya nggak bisa realisasi yang rugi kan developer-nya, jadi macet, otomatis kan kita nggak bisa bangun rumah lagi," sambungnya.

Hal senada dikemukakan dua pengembang raksasa Indonesia Sinarmas Land dan Ciputra Group.

Menurut Managing Director Sinarmas Land Alim Gunadi, meski dia mengapresiasi kebijakan BI ini karena akan mempermudah pembeli pertama atau first home buyer untuk memiliki rumah, namun tetap saja harus menunggu respons perbankan penyalur KPR/KPA.

"Karena skema relaksasi ini akan menimbulkan potensi risiko di kemudian hari. Dan ini harus diantisipasi pada proses awal saat konsumen mengajukan proses KPR ke bank terkait, terutama masalah kelayakan dan kemampuan finansialnya," urai Alim.

Catatan serupa disampaikan Managing Director Ciputra Group Harun Hajadi. Dia keberatan jika rasio DP KPR/KPA menjadi 0 persen.

Karena pengembang properti selama ini mengandalkan mekanisme pra-penjualan atau pre-sale sehingga dengan relaksasi ini akan ada potensi buyback.

Harun berkaca pada pengalaman Ciputra Group selama ini, bahwa yang akan menikmati DP 0 persen tersebut adalah konsumen yang tidak memiliki kemampuan finansial untuk dapat membayar cicilan KPR/KPA.

"DP 0 itu ternyata memang untuk yang tidak kuat membayar cicilan. Akhirnya banyak yang gagal bayar, yang pada gilirannya jadi kredit macet," ujar Harun.

Jadi, menurut Harun, kondisi tersebut hanya akan berujung pada not obligated to continue. 

Sebaliknya, kebijakan yang justru sangat membantu dan memengaruhi arus kas atau cash flow pengembang berupa modal kerja adalah dicabutnya ketentuan escrow.

Sebagaimana telah diputuskan juga oleh Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang berlangsung pada 17-18 Februari 202I:

Menghapus ketentuan mengenai kewajiban pencairan bertahap untuk pemilikan properti yang belum tersedia secara utuh dan besaran maksimum dalam pencairan bertahap kredit properti (KP) atau pembiayaan properti (PP).

"Kalo DP 0 Persen, pasti kembali ke bank lagi. Ini potensial membawa risiko tinggi. Apalagi pandemi Covid-19 belum usai. Bank juga harus berhati-hati menyalurkan KPR tanpa DP. The stake of the buyer is too low," cetus Harun.

Baik Totok, Alim maupun Harun, sepakat bahwa untuk mengembalikan gairah sektor properti harus dilihat dari semua sisi secara komprehensif.

Kebijakan pelonggaran LTV/FTV ini hanyalah salah satu stimulus untuk mendorong pergerakan sektor properti.

Ada banyak hal yang memengaruhi, faktor internal, eksternal, pembiayaan, fiskal, regulasi di sisi penyediaan atau pasokan, hingga regulasi dari sisi permintaan.

"Dan tentu saja butuh waktu juga untuk melihat respons market," tuntas Alim.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/02/18/220832521/pengembang-properti-anggap-pelonggaran-syarat-kredit-bank-lebih-penting

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke