Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sistem Transaksi Tol MLFF Bakal Terkoneksi dengan Teknologi Pengukur ODOL

Sementara target Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) rentang 2019-2024 adalah membangun 2.500 kilometer jalan tol baru.

Dengan demikian, total panjang jalan tol operasional pada tahun 2024 mendatang lebih dari 4.500 kilometer dengan transaksi harian diprediksi mencapai 7 juta kendaraan.

Ini artinya, Indonesia bakal masuk dalam lima besar negara berkembang yang memiliki jalan bebas hambatan terpanjang.

Untuk itu, diperlukan sistem pengoperasian jalan tol modern, diiringi dengan inovasi terus menerus guna menghasilkan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan iyang berkualitas.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit menuturkan, Transformasi, Inovasi, dan Modernisasi (TIM) menjadi pedoman guna menghasilkan target capaian jalan tol yang berkelanjutan dengan mengacu pada Teknologi Toll Road 4.0.

Transformasi sistem transaksi yang dimulai pada 2017, saat ini telah memasuki generasi ke-4, seiring bakal diimplementasikannya pembayaran berbasis Multi-Lane Free Flow (MLFF) dengan memanfaatkan teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS).

Pemenang investasi MLFF telah diumumkan pada tanggal 27 Januari 2021 melalui surat Penetapan Menteri PUPR Nomor: PB.02.01-Mn/132, yakni Roatex Ltd Zrt asal Hongaria dengan masa konsesi 10 tahun.

Danang memastikan, Roatex Ltd Zrt selaku Badan Usaha Pelaksana (BUP) MLFF akan bekerja mulai tahun 2021.

Dan sistem transaksi MLFF mulai diterapkan pada 2022 dengan tahap pertama untuk 41 ruas jalan tol di Pulau Jawa dan Bali.

"Pada saat itu tidak akan ada lagi gardu tol, dan pengguna akan terhubung dengan satelit untuk proses pembayaran penggunaan jalan tol," urai Danang dalam konferensi pers virtual, Selasa (02/02/2021).

Danang melanjutkan, sistem pembayaran ini akan menjadi platform teknologi Intelligent Toll Road System (ITRS) yang terkoneksi dengan pengelolaan kendaraan berat berteknologi Weigh in Motion (WIM).

Teknologi WIM sendiri merupakan perangkat atau sistem timbangan yang dapat mengukur kendaraan berat baik dalam beban maupun dimensi, dalam keadaan bergerak yang melintasi timbangan tersebut.

Timbangan yang berupa batang sensor inilah yang nantinya akan mengirimkan sinyal berat ke dalam boks data.

Adapun kecepatan penimbangan maksimum 200 kilometer per jam, dan beban penimbangan maksimum 50 ton per axle.

Jadi, apabila ada kendaraan yang melanggar, akan diberikan penalti berupa tarif lebih atau dikeluarkan dari jaringan jalan tol.

"Teknologi WIM akan menjadi instrumen penegakan hukum untuk meniadakan kendaraan dengan berat dan dimensi lebih atau over dimension over load (ODOL) mulai 1 Januari 2023," cetus Danang.

Guna merealisasikan target ini, BPJT menggandeng Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT-UGM) dalam bidang pemantauan permukaan jalan tol.

Sistem timbangan yang menggunakan smart-high speed camera ini akan diolah dengan komputer super milik FT-UGM dan terintegrasi dalam ITRS.

Tahap awal, dilaksanakan pengawasan permukaan jalan tol untuk pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM) khususnya mengenali lubang (potholes) dan retak (crack).

Untuk itu, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) wajib menghilangkan lubang dan retak permukaan jalan dalam waktu maksimum 2 x 24 jam.

Masing-masing BUJT juga akan membenamkan investasi untuk penerapan teknologi WIM di masing-masing ruas kelolaannya.

"Dan setelah terpasang, bisa diintegrasikan dengan sistem transaksi MLFF. Maret 2021, kami harapkan sudah dapat data pertama untuk spesifikasi dan selanjunya akan dipasang di seluruh Indonesia," imbuh Danang.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/02/03/080000121/sistem-transaksi-tol-mlff-bakal-terkoneksi-dengan-teknologi-pengukur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke