Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Justika
Platform Konsultasi Hukum

Justika adalah platform konsultasi hukum via online dengan puluhan konsultan hukum profesional dan berpengalaman.

Per-Oktober 2021, lebih dari 19.000 masalah hukum di berbagai bidang hukum telah dikonsultasikan bersama Justika.

Justika memudahkan pengguna agar dapat menanyakan masalah hukum melalui fitur chat kapan pun dan di mana pun.

Justika tidak hanya melayani konsultasi hukum, namun di semua fase kebutuhan layanan hukum, mulai dari pembuatan dokumen hingga pendampingan hukum.

Untuk informasi selengkapnya, kunjungi situs justika di www.justika.com atau tanya Admin Justika melalui email halo@justika.info atau Whatsapp di 0821 3000 7093.

Suami atau Istri Berzina, Bagaimana Penyelesaian secara Hukum?

Kompas.com - 03/11/2021, 06:00 WIB
Justika,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Oleh: Frandy Risona Tarigan

Bagaimana hukum perzinahan suami atau istri?

Perkawinan menurut KUHPerdata adalah hubungan keperdataan antara seorang pria dan seorang wanita dalam hidup bersama sebagai suami istri.

Adapun menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menyebutkan “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antar seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri”.

Ikatan lahir, yaitu hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk menurut undang-undang. Hubungan ini mengikat kedua belah pihak dan pihak lain dalam masyarakat.

Ikatan batin, yakni hubungan tidak formal yang dibentuk dengan kemauan bersama yang sungguh-sungguh, yang mengikat kedua pihak saja.

Namun sering terjadi pengertian hubungan batin tersebut disalahartikan menjadi dibentuk atas dasar kemauan bersama yang sungguh-sungguh.

Padahal dalam pengertian tersebut merupakan dalam suatu hubungan suami istri.

Baca juga: Polisi Tidak Bisa Asal Memaksa Periksa Handphone Warga di Jalan, Simak Ulasannya

Sehingga banyak orang sering sekali melakukan hubungan batin tanpa adanya suatu status asalkan atas kemauan bersama atau atas dasar suka sama suka.

Akhirnya, sering terjadi suami atau istri melakukan perselingkuhan sampai dengan melakukan perzinahan.

Lalu, bagaimana penyelesaian secara hukum jika suami atau istri berzina?

Perzinahan berasal dari kata “zina” yang diartikan sebagai persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah menikah dengan perempuan atau laki-laki yang bukan suami atau istrinya.

Di dalam suatu permasalahan keluarga dalam konteks perzinahan ada dua alternatif hukum penyelesaian, yaitu :

1. Laporan pidana
2. Gugatan perceraian

Laporan pidana

Suami atau istri yang mendapati pasangannya berzina dengan orang lain dapat melakuan laporan pidana.

Seseorang biasanya menempuh jalur pidana untuk mendapatkan efek jera terhadap pasangannya karena telah melakukan hubungan badan dengan orang lain.

Menurut R. Soesilo, zina adalah persetubuhan suka sama suka yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya.

Baca juga: Undang-undang Perselingkuhan dengan dan Tanpa Perzinahan

Kemudian, secara lebih rinci disebutkan yang dimaksud persetubuhan adalah peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak.

Dengan demikian, anggota kemaluan laki-laki harus masuk ke dalam anggota kemaluan perempuan sehingga mengeluarkan air mani.

Berdasarkan Pasal 284 KUHP :

Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan:

1e. a. laki – laki yang beristeri, berbuat zina, sedang diketahuinya, bahwa pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (sipil) berlaku padanya:
1. perempuan yang bersuami, berbuat zina:
2e. a. laki-laki yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahui-nya, bahwa kawannya itu bersuami :

1. Perempuan yang tiada bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya, bahwa kawannya itu beristeri dan pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (sipil) berlaku pada kawannya itu.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan suami (isteri yang mendapat malu dan jika pada suami (isteri) itu beriaku pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (sipil) dalam tempo 3 bulan sesudah pengaduan itu, diikuti dengan permintaan akan bercerai atau bercerai tempat tidur dan meja makan (scheiding van tafel en bed) oleh perbuatan itu juga.
(3) Tentang pengaduan ini pasal 72, 73 dan 75 tidak berlaku
(4) Pengaduan itu boleh dicabut selama pemeriksaan di muka sidang pengadilan belum dimulai.
(5) Kalau bagi suami dan isteri itu berlaku pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (sipil) maka pengaduan itu tidak diindahkan, sebelumnya mereka itu bercerai, atau sebelum keputusan hakim tentang perceraian tempat tidur dan meja makan mendapat ketetapan.

Hemat kami, apabila seorang suami istri telah didapati suatu perbutan zina, maka dapat melakukan laporan delik aduan kepada pihak kepolisian untuk diproses secara hukum.

Gugatan perceraian

Selain upaya hukum pidana di atas, kasus perzinahan dapat diselesaikan secara keperdataan.

Namun, menempuh jalur perdata lebih menitikberatkan memutus hubungan status perkawinannya.

Sedangkan upaya hukum melalui pidana belum tentu putus hubungan status perkawinannya.

Pertama kita harus mengetahui asas-asas dari suatu perkawinan:

1. Asas-asas perkawinan menurut KUHPerdata

a. Asas monogami. Asas ini bersifat absolut/mutlak, tidak dapat dilanggar;
b. Perkawinan adalah perkawinan perdata sehingga harus dilakukan di depan pegawai catatan sipil;
c. Perkawinan merupakan persetujuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan di bidang hukum keluarga;
d. Supaya perkawinan sah maka harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang;
e. Perkawinan mempunyai akibat terhadap hak dan kewajiban suami dan isteri;
f. Perkawinan menyebabkan pertalian darah;
g. Perkawinan mempunyai akibat di bidang kekayaan suami dan isteri itu;

2. Asas-asas perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

a) Asas Kesepakatan (Bab II Pasal 6 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974), yaitu harus ada kata sepakat antara calon suami dan isteri;
b) Asas monogami (Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974);
c) Pada asasnya, seorang pria hanya boleh memiliki satu isteri dan seorang wanita hanya boleh memiliki satu suami, namun ada perkecualian (Pasal 3 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974), dengan syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 4-5;
d) Perkawinan bukan semata ikatan lahiriah melainkan juga batiniah;
e) Supaya sah perkawinan harus memenuhi syarat yang ditentukan undang-undang (Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974);
f) Perkawinan mempunyai akibat terhadap pribadi suami dan isteri;
g) Perkawinan mempunyai akibat terhadap anak/keturunan dari perkawinan tersebut;
h) Perkawinan mempunyai akibat terhadap harta suami dan isteri tersebut;

Pada dasarnya, suami istri dalam berkeluarga haruslah memegang penuh asas monogami.

Namun, suami dapat memiliki lebih dari satu istri asalkan memenuhi syarat-syarat di dalam perundang-undangan.

Faktanya di perkembangan zaman saat ini banyak suami yang diam-diam telah berselingkuh.

Begitu juga dengan pihak istri yang juga diam-diam menjadi wanita simpanan atas laki-laki lain yang tidak ada hubungan secara lahir dan batin.

Sehingga rentan sekali suami atau istri melakukan perzinahan dengan orang lain.

Lalu, bagaimana langkah yang harus ditempuh ketika mendapatkan pasangan telah melakukan perzinahan tanpa melalui jalur hukum pidana?

Seseorang yang merasa tersakiti atau telah dikecewakan oleh pasangannya dapat mengajukan gugatan perceraian melalui pengadilan setempat.

Adapun syarat-syarat perceraian, yakni:

Menurut ketentuan Pasal 38 UU Perkawinan, ada beberapa alasan putusnya perkawinan:
1. Kematian
2. Perceraian
3. Keputusan Pengadilan

Sedangkan putusnya perkawinan karena perceraian dapat disebabkan karena beberapa alasan:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Dengan demikian, perzinahan dapat menjadi alasan seseorang mengajukan gugatan perceraian di pengadilan setempat karena sudah memenuhi unsur-unsur perceraian.

Gugatan tersebut harus jelas didukung dengan bukti-bukti surat dan juga saksi yang akan diperiksa oleh hakim. (Frandy Risona Tarigan, S.H., M.H., Partner dari Kantor Hukum Andrian Febrianto dan Rekan)

Anda punya pertanyaan terkait permasalah hukum? Ajukan pertanyaan Anda di laman ini: Form Konsultasi Hukum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com