Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Vitorio Mantalean
REPORTER MEGAPOLITAN

Menyukai perjalanan serta isu-isu seputar demokrasi dan keberagaman. Bergabung dengan Kompas.com sejak 2018.

Menilik Vonis Transaksi Pakai Koin Dinar-Dirham di Pasar

Kompas.com - 14/10/2021, 06:00 WIB
Vitorio Mantalean,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

DEPOK, KOMPAS.com - Zaim Saidi, pendiri pasar muamalah di Depok, dinyatakan tak bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Depok dalam sidang pembacaan vonis pada Selasa (12/10/2021).

Ia sebelumnya terjerat pidana lantaran pasar tersebut menggunakan koin dinar dan dirham sebagai alat transaksi.

Zaim didakwa dengan 2 pasal alternatif dari jaksa penuntut umum, dengan tuntutan 1 tahun penjara.

Dakwaan pertama Pasal 9 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang membikin semacam mata uang sebagai alat pembayaran yang sah.

Dakwaan kedua adalah Pasal 10 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang menjalankan mata uang tidak sah di Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah.

Apa pertimbangan majelis hakim dalam putusan bebas tersebut?

Bukan mata uang

Majelis Hakim menilai, koin dinar-dirham yang dipakai di pasar muamalah Depok bukan merupakan mata uang sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum.

Menurut majelis hakim, ‘membikin benda semacam mata uang atau uang kertas’ jika diartikan secara tegas berdasarkan arti dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah membuat barang berwujud sama dengan mata uang rupiah atau uang kertas.

Majelis hakim menilai, koin dinar-dirham yang dipakai tidak memiliki kemiripan atau kesamaan apa pun dengan mata uang, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Koin dinar-dirham alias emas-perak Zaim Saidi dipesan di PT ANTAM dan Bukit Mas Mulia Internusa.

Di atas koin tersebut, berukir tulisan arab "dinar/dirham", tulisan latin "emas/perak", tulisan arab "La ilahailallah muhammadarusulullah", serta angka 1, ½, dan ¼ (dinar) dan 2, 1, dan ½ (dirham) yang menunjukkan bobot.

"Bahwa yang dimaksud tidak ada kemiripikan tersebut dikarenakan dalam koin dinar emas, koin dirham perak ataupun koin fulus tembaga, koin tersebut tidak tercantum lambang negara Garuda Pancasila, frasa ‘Republik Indonesia’, tahun emisi, maupun sebutan nominal karena hal tersebut wajib tercantum, minimal salah satunya untuk memenuhi kata ‘membikin benda semacam mata uang atau uang kertas’," demikian pertimbangan majelis hakim.

Mengenai penggunaannya di pasar muamalah, majelis hakim menganalogikan koin dinar-dirham seperti kupon makan atau koin wahana permainan.

Bedanya, koin dinar-dirham dipakai oleh para penerima zakat agar dapat segera menukarnya dengan kebutuhan pokok.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com