Kupas tuntas dan jelas perkara hukum
Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com
Beberapa kali muncul berita adanya tindakan nasabah yang memanfaatkan masalah sistem bank, khususnya kerusakan mesin ATM, untuk memperoleh keuntungan dengan melawan hukum.
Salah satunya tindakan nasabah R yang membobol dana di Bank Jateng memanfaatkan kerusakan sistem mesin ATM.
Awalnya, R melakukan transfer dana dengan kartu ATM BCA melalui mesin ATM Bank Jateng. Namun, saat proses transfer terjadi kegagalan sistem mesin.
Akibatnya, saldo di rekening BCA tidak berkurang, namun rekening Bank Jateng milik nasabah R bertambah.
Nasabah melakukan transaksi yang sama hingga 271 kali dengan nilai total Rp 5,4 miliar.
Baca juga: Saldo Rekening Nasabah Hilang Ulah Oknum Pegawai Bank, Bagaimana Penyelesaiannya?
Peristiwa di atas adalah satu dari sekian tindakan melawan hukum yang terjadi dalam interaksi di sektor jasa keuangan, khususnya perbankan.
Apakah tindakan tersebut diperkenankan menurut hukum? Bagaimana bentuk pertanggungjawabannya?
Di Indonesia terdapat undang-undang yang mengatur secara khusus aktifitas transfer dana, yakni UU No. 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana.
Diterbitkannya beleid tersebut salah satunya demi menjamin kelancaran dan keamanan transaksi perbankan.
Jika nasabah mengambil atau memindahkan sebagian atau seluruh dana milik pihak lain secara melawan hukum, maka tindakan tersebut dikualifikasikan tindak pidana.
Hal ini diatur dalam Pasal 81 UU 3/2011 dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Selain pidana, pelaku juga dapat digugat bertanggungjawab secara perdata.
Salah satu ketentuan yang dapat digunakan untuk menggugat adalah Pasal 1365 KUH Perdata yang mengatur bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan pihak lain, mewajibkan pihak tersebut mengganti kerugian yang timbul.
Contoh nyata kasus serupa adalah perkara antara Bank BII melawan nasabahnya. Nasabah memanfaatkan kerusakan sistem bank untuk membobol dana.
Perkara tersebut telah diputus oleh pengadilan pidana dan pengadilan perdata.
Perkara pidana diputus PN Surakarta dalam Putusan No. 108/Pid.Sus/2014/PN.Skt. tanggal 20 Oktober 2014.
Di putusan tersebut hakim menyatakan nasabah terbukti melanggar Pasal 81 UU No. 3 Tahun 2011 dan menghukum penjara selama 1 tahun 7 bulan dan denda sebesar Rp 300 juta.
Majelis hakim juga menyatakan nasabah melakukan tindak pidana pencucian uang dan melanggar Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010.
Fakta persidangan membuktikan nasabah mengalihkan dana hasil tindak pidana dengan cara transfer ke rekening bank lain dan sebagian tarik tunai untuk dimasukkan ke bank kembali.
Berdasarkan putusan pidana tersebut, bank kemudian mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.
Putusan perdata diputus di tingkat kasasi oleh MA dalam Putusan No. 1715 K/Pdt/2017 tanggal 31 Agustus 2017.
MA menguatkan putusan PN Surakarta dan PT Jawa Tengah yang menyatakan nasabah telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).
Nasabah dihukum membayar ganti rugi kepada bank sebesar Rp 1,4 miliar ditambah keuntungan yang diharapkan sebesar 7 persen per tahun atau senilai Rp 98 juta.
Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa tindakan nasabah yang memanfaatkan kerusakan sistem bank, termasuk ATM, dapat dihukum pidana maupun perdata.
Untuk itu, bagi setiap nasabah yang menemukan kerusakan pada sistem bank, seharusnya tidak memanfaatkan kondisi tersebut untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum.
Selain merugikan bank, tindakan tersebut menyebabkan nasabah dapat berhadapan dengan hukum.
Selain dapat dihukum penjara, nasabah juga dapat dihukum membayar kerugian dan potensi keuntungan yang seharusnya didapatkan bank.
Anda punya pertanyaan terkait permasalah hukum? Ajukan pertanyaan Anda di laman ini: Form Konsultasi Hukum
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.