Kupas tuntas dan jelas perkara hukum
Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com
Kita sering mendengar kasus saldo rekening nasabah bank hilang yang belakangan diketahui pemiliknya. Salah satu penyebabnya tindakan melawan hukum yang dilakukan oknum pegawai bank.
Contohnya, dugaan tindak pidana perbankan yang dilakukan oknum pegawai bank plat merah Bank Riau-Kepri, Cabang Rokan Hulu di Provinsi Riau.
Kasus itu ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau pada Maret 2021. Polisi menangkap pelaku berinisial NH (37) dan AS (42).
Mereka dituduh mencuri uang gabungan nasabah dengan total Rp 1,3 miliar lebih.
Saldo awal rekening atas nama korban R sejak 13 Januari 2015 sebesar Rp Rp 1,2 miliar lebih, tetapi setelah dicek tinggal Rp 9,7 juta.
Sebagian nasabah mungkin memahami bahwa tindakan oknum pegawai bank tersebut merupakan tindak pidana di bidang perbankan.
Untuk itu, mekanisme penyelesainnya diserahkan pada penegakan hukum pidana yang prosesnya dilakukan oleh pihak kepolisian, kejaksanaan, dan pengadilan pidana.
Namun, perlu diketahui adalah proses pemidanaan tidak dapat langsung memulihkan kerugian materiil nasabah.
Pengadilan pidana tidak serta merta dapat menghukum terpidana untuk mengembalikan uang hasil tindak pidana kepada nasabah.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan uang hasil tindak pidana telah dihabiskan pelaku, sehingga sulit memaksa pelaku mengembalikan uang nasabah.
Pertanyaannya kemudian, apa mekanisme hukum yang dapat ditempuh untuk memulihkan kerugian nasabah?
Apakah bank dapat dimintakan pertanggungjawaban untuk mengganti kerugian nasabah?
Regulasi jasa perbankan terakhir kali diubah dengan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Namun pengaturan hukum yang banyak memuat norma “larangan” dan ancaman sanksi diatur dalam UU No. 7/1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10/1998 Tentang Perbankan.
Namun demikian, untuk diketahui bahwa pada beleid tersebut tidak terdapat aturan yang tegas memberikan pemulihan kerugian nasabah akibat kesalahan pegawai bank.