BERN, KOMPAS.com - Minat warga Swiss terhadap bahasa Indonesia meningkat tajam.
Hal itu bisa dilihat dari salah satu program kursus bahasa Indonesia di KBRI Bern, yakni Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) yang kewalahan menerima murid.
"Jumlah pemelajar bahasa Indonesia di Swiss memang terus meningkat tajam dari tahun ke tahun," ujar Sitti Muthia Hasanah, Pejabat di Bagian Pensosbud KBRI Bern ketika dihubungi Kompas.com pada Kamis (2/5/2024).
Baca juga: Swiss Akan Jadi Tuan Rumah KTT Perdamaian Perang Rusia-Ukraina pada Juni 2024
Hingga kini, program BIPA memilliki tujuh jenjang, dari tingkat pemula hingga tingkat mahir.
Salah satu pemelajar BIPA tingkat mahir adalah Madeleine Weiss Priyambodo.
Ibu dua anak ini tercatat sebagai murid jenjang paling tinggi.
Untuk mengetahui kemampuan berbahasa Indonesia Madeleine, Kompas.com secara langsung mendatanginya di Zurich.
"Ya memang perlu tatap muka langsung, jadi bisa tahu bagaimana bahasa Indonesia saya,“ kata Madeleine.
Guru bahasa Jerman di sebuah sekolah dasar di Zurich itu juga meminta wawancara dilakukan dalam bahasa Indonesia.
"Harusnya ya bahasa Indonesia wawancaranya ya," katanya.
Tidak sampai hitungan lima menit, sudah terlihat kemahiran Madeleine dalam berbahasa Indonesia.
Kata demi kata sanggup ia susun dengan rapi menjadi kalimat dalam bahasa Indonesia yang bukan hanya bisa dimengerti, namun juga terstruktur gramatikalnya.
Baca juga: Biden Akan Hadiri KTT Perdamaian Perang Rusia-Ukraina di Swiss
"Jika pun masih ada kesulitan, saya terutama soal prefix (awalan), suffix (imbuhan), dan affix (akhiran)," katanya.
Selebihnya, Madeleine tidak mengalami kesulitan komunikasi dalam bahasa Indonesia.
Pertama kali jatuh hati dengan bahasa Indonesia dimulai Madeleine sejak anak-anak.
"Saat itu saya masih usia 8 tahun. Ada tiga kegiatan yang menarik untuk diikuti di desa saya, yakni pencak silat, sepak bola, dan pramuka. Saya akhirnya memilih pencak silat karena paling dekat dengan saya tinggal," katanya.
Mau tak mau, Madeleine harus mengerti beberapa kata dalam bahasa Indonesia.
"Misalnya berhitung satu, dua, tiga, hingga kata hormat, siap atau mulai," katanya.
Perkenalannya dengan bahasa Indonesia sederhana itu terus bercokol dalam kepalanya.
Saat usianya menginjak 22 tahun, Madeleine yang sudah memiliki gaji sendiri, memutuskan melakukan perjalanan ke Indonesia.
"Saya ke Sulawesi, untuk belajar pencak silat dan bahasa Indonesia di sana," katanya.
Saat itulah, Madeleine bertemu dengan laki laki Indonesia, yang akhirnya menjadi suaminya.
"Kalau sudah jatuh cinta, motivasi belajar bahasa Indonesia makin kuat," ungkap dia.
Baca juga: Protes Peningkatan Jumlah Serigala, Peternak Swiss Buang Bangkai Domba
Menikah dan dikaruniahi dua anak, hidup antara Swiss dan Yogjakarta, membuat Madeleine harus bisa komunikasi dengan bahasa Indonesia.
"Saya kan di Yogjakarta harus komunikasi dengan penduduk setempat," katanya.
Pada 2020, suami Madeleine meninggal dunia.
Penggunaan bahasa Indonesia di keluarga ini, selain karena menetap di Zurich dan juga meninggalnya sang suami, berkurang drastis.
Saat KBRI Bern membuka program BIPA, tanpa pikir panjang Madeleine langsung mendaftar.
"Coba bayangkan, saya, ibu dua anak kecil, ingin kembali belajar bahasa Indonesia, ada kursus online dan gratis, maka saya langsung daftar," katanya.
Madeleine juga mengaku inilah pertama kalinya belajar bahasa Indonesia secara formal.
"Dulu hanya belajar otodidak, sekarang belajar formal. Saya sangat terbantu dan sangat senang," katanya.
Madeleine tidak sendirian.
Paling tidak, dalam wisuda di KBRI Bern setahun silam, antusias serupa juga ditunjukkan pemelajar bahasa Indonesia lainnya.
Julia, misalnya, meskipun baru mengikuti BIPA level 1, namun sudah bisa membuat pantun dalam bahasa Indonesia.
Baca juga: Zelensky Segera Tetapkan Tanggal Pertemuan Perdamaian Dunia di Swiss
“Hati gembira bersama rekan, bersuka cita di bawah jembatan, seandainya diizinkan, kita pasti berjumpa di masa depan," kata Julia.
Marco, rekan seangkatan Julia, bahkan nyaris tidak terlihat sebagai pemelajar BIPA tingkat pemula.
Marco fasih bercerita tentang pengalamannya menyelam di Raja Ampat dan Morotai.
Pemelajar yang lain, juga antusias membuat vlog tentang kuliner nusantara dalam bahasa Indonesia.
Sejak dibuka tahun 2020, minat terhadap BIPA makin meningkat. Pemelajar yang semula hanya puluhan, kini tercatat mencapai 300 orang.
Pada tahun-tahun sebelumnya, jika pun ada kursus bahasa Indonesia, hanya sporadis dan perorangan.
"Misi kami adalah, dengan mempelajari Bahasa Indonesia, warga Swiss dapat memahami Indonesia secara utuh. Bukan hanya secara optik atau melalui media, tapi mempelajari langsung keragaman budaya kita serta keaslian nilai dan keluhuran budaya kita," tutur Sitti Muthia Hasanah.
BIPA dilaksanakan secara virtual. Pemelajar dan gurunya bisa melakukan pertemuan pembelajaran melalui Zoom.
"Tentu saja hemat waktu dan biaya, namun juga ada rumitnya. Beda waktu antara Indonesia dan Swiss membuat saya harus mengajar daring tengah malam," tutur Hilda, guru yang bertugas membimbing penutur asing dalam program Bipa.
Baca juga: Caleg Artis Unggul dalam Pemungutan Suara di Swiss
Kendati harus berjaga di tengah malam, Hilda mengaku puas melihat antusias dan perkembangan anak didiknya.
"Melalui bahasa ini, Indonesia secara tidak langsung akan makin dikenal di kalangan penutur asing," kata Hilda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.