Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Kapitalisme Data dan Peta "Perang" Abad 21

Kompas.com - 09/12/2022, 09:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AWAL abad 21, planet Bumi dijejali portal peluncuran pesawat antariksa, orbital, dan sub-orbital hingga situs-situs uji rudal balistik.

As demand for satellites and space exploration grows, the number of launch locations will continue to grow as well,” tulis Nick Routley (2022).

Tahun 1957-2018, dibangun 22 portal antariksa (spaceports) aktif di dunia: 5 di Amerika Serikat (AS), 4 di Tiongkok, 3 di Rusia, 2 di Jepang, dan masing-masing 1 di Kazakhstan, Israel, India, French Guiana, Iran, Korea Utara, Korea Selatan, dan Selandia Baru (Roberts, 2019). Awal 1960-an, hanya ada dua situs yakni Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan, milik Rusia dan situs Cape Canaveral, Florida, milik Amerika Serikat (AS).

Saat ini, kita saksikan konstelasi satelit skala masif di planet Bumi. Lahir era baru: “Kapitalisme Data”!

Kini ahli-ahli ilmu-ilmu strategis lazim berkelakar: nuklir itu senjata dungu! Bukan sistem senjata cerdas berbasis data. Nuklir juga dilabel lethal waste, sampah ‘pembunuh’.

Kini ‘perang’ atau persaingan abad 21 berbasis data! Jantung kapitalisme adalah data, tulis Sarah Myers West (2019), yakni “a system in which the commoditization of our data enables a redistribution of power in the information age.”

Baca juga: Rusia Ancam Barat Serang Satelit Komersial Jika Terlibat Perang Ukraina

Jelang akhir abad 20, John Naisbitt (2000) menulis, “The new source of power is information in the hands of many.”

Kota-kota dunia membangun pusat-pusat koneksi syaraf-cerdas berbasis Artificial Intelligence (AI). Tahun 2017, PricewaterHouseCoopers (PwC) memperkirakan bahwa produk dan sistem AI menyokong sekitar 15,7 triliun dollar AS perputaran ekonomi dunia tahun 2030. AS dan Tiongkok menempati papan atas AI dunia saat ini.

AI tidak hanya berdampak terhadap ekonomi global, tetapi juga pertahanan-keamanan negara dan transformasi perang abad 21.

Berikutnya, keunggulan ‘perang ekonomi’ awal abad 21 antara lain dipengaruhi oleh teknologi generasi baru 5G; operasi jaringan 5G memudahkan pengguna atau konsumen, intelijen, dan penyerang siber. Jaringan 5G telekomunikasi mendukung keunggulan militer, intelijen, dan ekonomi abad 21.

Maka tentu bukan kebetulan, AS merilis kebijakan ‘perang global’ melawan Huawei, raksasa telekomunikasi asal Tiongkok (Sanger et al., 2019). Misalnya, AS mendesak Polandia, Jerman, dan Inggris keluar dari kerja sama dengan Huawei karena risiko keamanan terhadap Pakta Pertahanan Altantik Utara (NATO).

Huawei didirikan oleh Ren Zhengfei, mantan Tentara Merah Tiongkok, tahun 1987.

Juli 2018 aliansi jaringan intelijen ‘Five Eyes’ (aliansi intelijen AS, Kanada, Inggris, Australia, dan Selandia Baru), ungkap Adam Satiano et al. (2019), membahas Huawei dan jaringan 5G dalam pertemuan tahunan di Halifax, Nova Scotia. Hasilnya, aksi ‘Five Eyes’ memblokir Huawei membangun jaringan di Eropa dan Amerika. Sebab Huawei dan 5G diduga menjadi ancaman keamanan nasional negara-negara ‘Five Eyes’.

Pukul 5:30 Rabu, 5 Juni 2019 di Moskwa, Rusia, Presiden Vladimir Putin dan Pesiden Tiongkok Xi Jinping menyaksikan penandatanganan kerja sama perusahan telkom Rusia MTS dan Huawei Technologies. Targetnya ialah produksi generasi jaringan teknologi ‘5-G’. Era baru “perang” komoditi-data telah lahir.

“Perang” abad 21 berbasis data, memengaruhi intelijen dan hankam negara. Di situ juga perang ekonomi dan teknologi. Misalnya, tahun 2018, raksasa teknologi AT & T dan Verizon berhenti menjual HP Huawei. Alasannya, Huawei memakai cepis serangkaian chip komputer bukan buatan Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com