Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Realisme dan Perdamaian Dunia

Kompas.com - 14/09/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Si vis pacem, para bellum”, jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang. Peribahasa latin yang lahir dari Undang-Undang VIII (4) Plato 347 SM dan Epaminondas 5 Cornelius Nepos tersebut hingga saat ini masih sangat populer.

Narasi serupa kemudian juga muncul pada tahun 400 M dalam kata pengantar De re militari oleh Flavius Vegetius Renatus, yang berbunyi: “Qui desiderat pacem, bellum praeparat”. Maknanya, siapa menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk perang.

Meskipun hingga saat ini perang konvensional berskala besar layaknya Perang Dunia II belum terjadi, dinamika politik internasional, selayaknya diungkapkan oleh Hans J. Morgenthau, selalu diwarnai oleh struggle of power atau perebutan kekuasaan.

Mpu dari teori realisme dalam disiplin ilmu hubungan internasional tersebut meyakini bahwa apapun tujuan akhir dari politik internasional, baik itu kebebasan, keamanan, maupun kesejahteraan, semua itu hanyalah tujuan tidak langsung. Tujuan langsungnya sudah tentu adalah kekuasaan.

Setiap aktor politik internasional memiliki kemampuan untuk mendefinisikan tujuannya dalam wujud cita-cita agama, filosofis, ekonomi, ataupun sosial.

Impian tersebut dapat tercapai entah melalui kekuatan batinnya sendiri, intervensi spiritual, maupun perkembangan alamiah peradaban manusia.

Teori realisme klasik dalam hubungan internasional yang dipopulerkan oleh berbagai tokoh seperti Morgenthau, Kenneth Waltz, maupun Samuel Huntington ini seperti tak pernah mati.

Ketika dunia berada dalam utopia perdamaian dan kemakmuran, perspektif ini seperti tenggelam oleh pendekatan liberalisme yang cenderung idealis.

Namun, ketika persaingan dunia kembali meruncing, adanya kelangkaan sumber daya alam, maupun terjadinya gesekan kepentingan antaraktor politik, teori ini seperti kembali bangkit dari kubur.

Hal ini salah satunya dapat ditinjau dari fenomena perang dingin, di mana Amerika Serikat dan Uni Soviet tetap saling mengembangkan senjata-senjata nuklir serta meningkatkan daya penghancurnya masing-masing pascausainya Perang Dunia II.

Teori ini seperti berasumsi bahwa perdamaian dunia terdengar seperti omong kosong dan hanyalah sebuah jeda sementara bagi perang yang akan berlanjut di masa depan. Pertanyaannya adalah, mengapa?

Dalam menjelaskan asumsi tersebut, penulis mencoba menuliskan kembali berbagai karakteristrik dari teori realis.

Istilah realisme, yang berasal dari kata real atau nyata, memiliki makna yang selalu bertolak dari kenyataan yang terjadi.

John Mearsheimer dalam bukunya yang berjudul Anarchy and The Struggle for Power, mengemukakan bahwa terdapat lima poin yang menjadi ciri khas aliran realisme ini.

Pertama, sistem internasional adalah anarki, dan senantiasa dalam anarki. Anarki dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan, atau ketertiban.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kesaksian Perempuan yang Disandera 54 Hari di Gaza: Bunuh Saja Saya Secepatnya

Kesaksian Perempuan yang Disandera 54 Hari di Gaza: Bunuh Saja Saya Secepatnya

Internasional
India Tangguhkan Lisensi Belasan Produk Obat Tradisional dari Guru Yoga Populer

India Tangguhkan Lisensi Belasan Produk Obat Tradisional dari Guru Yoga Populer

Global
Perlakuan Taliban pada Perempuan Jadi Sorotan Pertemuan HAM PBB

Perlakuan Taliban pada Perempuan Jadi Sorotan Pertemuan HAM PBB

Global
Rudal Hwasong-11 Korea Utara Dilaporkan Mendarat di Kharkiv Ukraina

Rudal Hwasong-11 Korea Utara Dilaporkan Mendarat di Kharkiv Ukraina

Global
Blinken Desak Hamas Terima Kesepakatan Gencatan Senjata Israel

Blinken Desak Hamas Terima Kesepakatan Gencatan Senjata Israel

Global
Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Global
Keputusan Irak Mengkriminalisasi Hubungan Sesama Jenis Menuai Kritik

Keputusan Irak Mengkriminalisasi Hubungan Sesama Jenis Menuai Kritik

Internasional
Cerita 5 WNI Dapat Penghargaan sebagai Pekerja Teladan di Taiwan

Cerita 5 WNI Dapat Penghargaan sebagai Pekerja Teladan di Taiwan

Global
Rangkuman Hari Ke-796 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Gagalkan 55 Serangan di Donetsk | Rusia Rebut Semenivka

Rangkuman Hari Ke-796 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Gagalkan 55 Serangan di Donetsk | Rusia Rebut Semenivka

Global
Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Global
AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

Global
Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Global
ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

Global
[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

Global
Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com