Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Program Deradikalisasi Teroris, Seperti yang Dijalani Umar Patek Pelaku Bom Bali?

Kompas.com - 04/09/2022, 17:03 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Sama seperti Sofyan, ia juga menjalani program deradikalisasi saat ditahan, sebelum mendapat remisi dan keluar penjara setelah menjalani 4 tahun 10 bulan masa tahanan.

 

Namun, Hendro mengatakan tidak semua program deradikalisasi yang didapatnya dinilai tepat sasaran.

"Saat saya ditahan di Lapas Gunung Sindur, misalnya. Pihak Badan Pemasyarakatan langsung datang dengan ideologi Pancasila, padahal ketika itu saya masih sangat tertutup, ideologi saya masih kuat dan radikal … akhirnya saya resisten."

Hendro mengatakan baru saat ia dipindahkan ke Lapas Nusa Kambangan, ia mengalami deradikalisasi.

"Di sana ada program yang namanya ‘Safari Dakwah’ yang diinisiasi densus tiga kali seminggu, dan dibawakan oleh napi teroris yang sudah kembali setia pada NKRI tapi masih ditahan."

Pendekatan melalui sesama napi teroris ini menurut Hendro lebih mengena dalam proses deradikalisasi.

"Saya merasa suasananya lebih cair dibanding kalau bertemu dengan petugas dari BNPT atau Kementerian Agama sehingga saya merasa nyaman bertukar pikiran."

Selain banyak bertanya, Hendro juga kerap meminta buku-buku bacaan, sampai akhirnya ia mengenal dan memahami ilmu agama di luar ISIS.

Mayjen TNI Nisan Setiadi dari BNPT dengan tujuh napi terorisme, salah satunya Umar Patek (berbaju coklat) di Lapas Kelas 1 Surabaya. Patek aktif dalam program deradikalisasi yang digelar BNPT.ANTARA FOTO/HO-BNPT via ABC INDONESIA Mayjen TNI Nisan Setiadi dari BNPT dengan tujuh napi terorisme, salah satunya Umar Patek (berbaju coklat) di Lapas Kelas 1 Surabaya. Patek aktif dalam program deradikalisasi yang digelar BNPT.
Merah, kuning, hijau

Sejak ditangkap sampai menjalani hukuman, para napi teroris terus dinilai oleh berbagai instansi.

Dyah menjelaskan, para napi teroris biasanya diklasifikasikan oleh densus ke kategori merah, kuning, dan hijau.

 

Merah adalah napi teroris yang masih ekstrem, berpaham radikal, dan dinilai tidak kooperatif, sementara hijau adalah mereka yang sudah berbalik dan kooperatif dan biasanya sudah menarik ektremismenya dengan berikrar setia pada NKRI.

Baca juga: Hambali, Otak Bom Bali 2002, Akan Diadili AS Setelah 15 Tahun Tanpa Dakwaan di Guantanamo

"Kategori dipakai untuk menentukan mereka akan ditempatkan di lapas yang seperti apa, program apa saja yang akan diberikan, dan hak-hak apa saja yang bisa diberikan kepada mereka."

Seiring dengan program deradikalisasi, diharapkan status mereka akan berangsur berubah dari merah ke hijau.

"Itu bisa terlihat dari jawaban-jawaban di pertanyaan assessment. Misalnya, dulu kalau ditanya siapakah tokoh idola Anda, saat saya masih radikal teroris, jawabannya Osama atau jihadis lainnya, tapi setelah ikut program, jawabannya KH Hasyim Azhari yang ikut berjuang untuk Indonesia," tutur Sofyan yang setelah bebas kini aktif berdakwah dalam konteks deradikalisasi.

Status ini juga menjadi insentif bagi para napi yang berubah dari merah ke hijau.

"Mereka tidak lagi ditempatkan di sel isolasi, diperbolehkan bertemu dengan tamu selain keluarga, dan lain sebagainya," kata Hendro.

Perlu dikomunikasikan lebih baik kepada dunia

Professor Greg Barton mengatakan pentingnya pemerintah Indonesia mengkomunikasikan logika deradikalisasi para napi teroris.ABC NEWS/PETER HEALY via ABC INDONESIA Professor Greg Barton mengatakan pentingnya pemerintah Indonesia mengkomunikasikan logika deradikalisasi para napi teroris.
Profesor Greg Barton, peneliti Politik Islam Global di Deakin University mengatakan ada konsensus sekarang bahwa fokus pada deradikalisasi ide seseorang kurang penting, dibanding melepaskan atau disengaged mereka dari jaringan di mana mereka pernah terlibat, termasuk dalam kasus Umar Patek.

"Deradikalisasi di sini benar-benar dipahami dalam istilah deradikalisasi kognitif, mengubah ide seseorang. Dan itu mungkin saja terjadi, tetapi butuh waktu. Dan sulit untuk dipaksakan."

"Dari apa yang Umar Patek katakan (tentang dia yang dideradikalisasi), Anda harus mempertanyakan pemikiran dia sekarang seperti apa, tetapi kelihatannya dia telah berhasil melepaskan diri dari jaringan lamanya ... dan kalau pun dia mencoba untuk terlibat kembali, ia berada di bawah pengawasan, jadi risikonya tidak terlalu tinggi."

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com