Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abaikan AS, Kepulauan Solomon Picu Kekhawatiran Barat

Kompas.com - 03/09/2022, 16:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

HONIARA, KOMPAS.com - Beberapa bulan setelah menjalin kerja sama keamanan dengan China, Kepulauan Solomon semakin sering mengabaikan lobi dari Amerika Serikat (AS) yang ingin melawan pengaruh Beijing.

Kebijakan pragmatis Perdana Menteri Manasseh Sogavare diyakini menyulitkan Washington untuk menyaingi intervensi China di negeri kepulauan tersebut, menurut sejumlah diplomat dan analis keamanan.

Sebagai bagian dari upaya melawan China, Presiden Joe Biden awalnya berniat membangun kedutaan besar pertama di Honiara, setelah lebih dari tiga dekade berhubungan diplomasi. Namun lobi yang dilancarkan AS berulangkali terpental oleh sikap acuh Sogavare.

Baca juga: Setelah Tolak Kedatangan AS dan Inggris, Kepulauan Solomon Larang Semua Kapal Militer Asing Berkunjung Sementara

Bulan lalu, dia batal menghadiri upacara peringatan Perang Dunia II bersama pejabat senior AS. Pemerintahannya juga tidak merespons permintaan kapal penjaga pantai AS untuk mengisi bahan bakar di Kepulauan Solomon. Insiden tersebut "disesalkan" oleh Gedung Putih.

Sang perdana menteri lalu mengeluarkan larangan berlabuh bagi semua kapal perang asing, kecuali kapal rumah sakit yang dikirimkan AS dalam misi kemanusiaan.

Dalam editorialnya, koran pemerintah China, Global Times, menulis betapa Sogavare sedang berupaya "melawan" Washington.

Kemenlu AS sendiri menolak berkomentar. Namun seorang juru bicara Senator AS, Marsha Blackburn, yang pekan lalu melawat ke Honiara, menilai kebijakan Kepulauan Solomon melarang kapal militer asing dari perairannya sangat mengkhawatirkan.

Baca juga: Kembali Rangkul Australia, Kepulauan Solomon Pastikan Pangkalan Militer China Tak Akan Ada di Negaranya

Tekanan dari semua pihak

Sogavare dikenal lewat sikapnya yang sulit ditebak. Hal ini turut mengarah pada kejatuhannya sebagai perdana menteri pada awal 2000-an, kata Graeme Smith, analis Pasifik di Australian National University.

Michael Green, bekas pejabat keamanan nasional AS, mengatakan larangan kapal militer bisa ditafsirkan sebagai "kerugian besar" bagi AS, yang sebelumnya selalu mendapat izin berlabuh. Tapi, larangan tersebut bukan berarti bahwa permainannya sudah berakhir, kata dia.

"Kita juga tidak tahu apakah Perdana Menteri Sogavare lumpuh oleh ketidakpastian yang dipicu situasi geopolitik, atau karena pengaruh Beijing, atau keduanya," kata dia.

"Terlepas dari itu, AS dan Australia harus terus memperkuat diplomasinya untuk membuktikan bahwa kita adalah mitra yang bisa dipercaya," sambungnya.

Baca juga: China-Kepulauan Solomon Resmi Sepakati Pakta Keamanan yang Kontroversial, Apa Isinya?

Sogavare menolak pesan pro-demokrasi dari AS dan tidak ingin menjadi dadu dalam persaingan antara negara adidaya, kata Mihai Sora, bekas diplomat Australia di Kepulauan Solomon. Tapi dari semua pemimpin negara-negara Kepulauan Pasifik, dia termasuk yang paling mengakomodasi kepentingan strategis China, imbuhnya.

Sebelum perjanjian keamanan dengan China, AS cendrung mengabaikan Kepulauan Solomon dan sebabnya harus mengejar ketertinggalan dari Beijing, lanjut Sora.

Hal senada diungkapkan Catherine Egbert-Gray, bekas Duta Besar AS di Honiara. Menurutnya, penetrasi China hanya memperkuat komitmen AS untuk menggandeng negara-negara di kawasan. Sogavare, menurutnya, terkesan yakin akan mampu merawat hubungan baik dengan semua mitra diplomasi.

"Saya berharap dia merawat komitmennya," ucapnya.

Baca juga: Diprotes Soal Kesepakatan Keamanan dengan China, PM Kepulauan Solomon Bela Keputusannya

Adapun James Batley, bekas kepala misi AS di Kepulauan Solomon, menilai larangan berlabuh bagi kapal perang asing tidak hanya berlaku bagi AS, tetapi juga bagi militer China.

Hal ini menurutnya adalah cara mereka menciptakan ruang bernapas.

"Saya yakin Kepulauan Solomon sedang menghadapi tekanan kuat dari semua pihak," tutur Batley.

Baca juga: PM Kepulauan Solomon Tolak Tekanan untuk Mengundurkan Diri Setelah Kerusuhan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Global
Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Global
Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Global
Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Global
Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com