Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Negara Paling Gersang di Dunia Jual Sinar Matahari ke Eropa...

Kompas.com - 20/05/2022, 19:01 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

WINDHOEK, KOMPAS.com - Namibia, salah satu negara tercerah dan paling gersang di dunia, menawarkan cahaya matahari mereka sebagai pembangkit listrik potensial untuk energi bersih.

Delegasi Namibia melakukan tur ke Eropa, mengajukan penawaran ketika Benua Biru berusaha keras menghentikan ketergantungan minyak dan gas dari Rusia.

Mereka mengatakan, Namibia dapat menghasilkan begitu banyak tenaga surya sehingga akan segera mandiri dalam listrik. Kemudian, pada akhir dekade ini bisa menjadi pengekspor hidrogen hijau.

Baca juga: Matahari Buatan Inggris Cetak Rekor Baru, Menyala 5 Detik Setara Daya 10.000 Rumah

"Kami datang ke Eropa untuk mengatakan bahwa kami memiliki matahari yang menakjubkan ini," kata penasihat ekonomi kepresidenan Namibia James Mnyupe dikutip dari AFP, Kamis (19/5/2022).

Dia berada di Rotterdam awal bulan ini untuk mengunjungi pameran perdagangan World Hydrogen Summit, dan pada Rabu (18/5/2022) melakukan promosi di Paris sebelum perjalanan ke Davos.

Namibia adalah negara yang luas dengan gurun di Afrika barat daya. Populasinya hanya 2,5 juta orang, dan bermandikan sinar matahari nan kering.

Itu membuat Namibia cocok menjadi ladang tenaga surya raksasa, yang kekuatannya dapat digunakan untuk membantu membuat hidrogen--nantinya untuk bahan bakar atau diubah menjadi amonia guna membuat pupuk.

Memproduksi hidrogen memerlukan pemisahan air menjadi bagian-bagian komponennya dari hidrogen dan oksigen, dengan teknik energi yang disebut elektrolisis.

Namibia mengeklaim, mereka bisa membuat prosesnya bersih.

Dengan garis pantai yang luas di Atlantik Selatan, Namibia akan menggunakan air laut yang didesalinasi kemudian dielektrolisis menggunakan energi terbarukan yang bersih.

Hidrogen akan disalurkan ke terminal lalu diekspor, ke Rotterdam, Jerman, atau Afrika Selatan, serta digunakan di rumah, kata Mnyupe.

Baca juga: Badai Matahari Bakar dan Jatuhkan 40 Satelit Internet Starlink Milik SpaceX

Apakah Eropa butuh?

Ilustrasi sinar mataharibeerphotographer Ilustrasi sinar matahari
Uni Eropa berencana memproduksi 10 juta ton hidrogen hijau dari sumber dayanya sendiri pada 2030.

Namun, mereka juga masih bergantung pada 10 juta ton impor untuk menggantikan batu bara, minyak, dan gas di beberapa sektor industri serta transportasi.

"Kami memahami bahwa kami tidak dapat memproduksi semua hidrogen ini di Eropa di dalam negeri--itu tidak mungkin," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Perdagangan Eropa Hydrogen Europe Jorgo Chatzimarkakis.

"Kami tidak memiliki cukup sinar matahari di seluruh Eropa dan tidak memiliki cukup angin. Itu sebabnya mitra utamanya adalah Afrika."

Koneksi energi Eropa-Namibia semakin dekat pada November lalu, tiga bulan sebelum Rusia menginvasi Ukraina dan meningkatkan tekanan Uni Eropa untuk mendiversifikasi sumbernya.

Namibia memilih Hyphen Hydrogen Energy, perusahaan patungan antara grup energi terbarukan Jerman Enertrag dan kendaraan investasi Nicholas Holdings sebagai penawar pilihannya untuk proyek pertanian surya dan hidrogen hijau di Tsau Khaeb, barat daya negara itu.

Jika semua berjalan sesuai jadwal, produksi listrik tahap pertama akan beroperasi mulai 2026.

Pada puncaknya, situs tersebut dapat menghasilkan 300.000 ton hidrogen hijau setiap tahun.

Namibia berharap dapat keluar dari kebiasaan negara-negara Afrika yang biasanya mengekspor bahan mentah daripada produk olahan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.

Baca juga: Adolf Hitler Menang Pemilu di Namibia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com