Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PBB Desak Putin Hentikan Perang atas Nama Kemanusiaan, Peringatkan Dampak Global Aksinya

Kompas.com - 25/02/2022, 05:03 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

JENEWA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres sempat membuat permohonan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, untuk menghentikan perang 'atas nama kemanusiaan'.

"Presiden Putin, atas nama kemanusiaan, bawa pasukan Anda kembali ke Rusia," kata Guterres, berbicara setelah pertemuan darurat Dewan Keamanan di Ukraina pada menit-menit terakhir pada Rabu (23/2/2022), setelah pemimpin Rusia itu mengumumkan operasi militer di Ukraina timur seperti dilansir Reuters.

Baca juga: Alasan Presiden Rusia Vladimir Putin Menyerang Ukraina

Guterres mengatakan serangan Rusia di Ukraina, adalah "momen paling menyedihkan" dari masa jabatannya selama lima tahun.

Dia memperingatkan "dunia kita sedang menghadapi momen bahaya" atas krisis tersebut.

Perang akan menyebabkan kematian dan pengungsian dan orang-orang akan kehilangan harapan di masa depan, kata Guterres, seraya menambahkan tindakan Rusia akan membahayakan ekonomi global.

"Jika konflik di Ukraina meluas, dunia dapat melihat skala dan tingkat keparahan krisis yang tidak terlihat selama bertahun-tahun," katanya.

"Sudah waktunya untuk menahan diri, bertindak logis dan melakuan de-eskalasi," tambah Guterres, menekankan tidak ada ruang bagi tindakan atau pernyataan yang akan semakin memperparah situasi.

Baca juga: Presiden Ukraina Minta Semua Warga Angkat Senjata Lawan Invasi Rusia

"Yang jelas bagi saya adalah bahwa perang ini tidak masuk akal," kata Guterres. Dia pun menekankan bahwa itu melanggar Piagam PBB, dan jika tidak berhenti akan menyebabkan tingkat penderitaan yang belum pernah dihadapi Eropa, setidaknya sejak krisis Balkan 1990-an.

Ancaman dampak global

Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan invasi dapat menggusur sebanyak lima juta orang, di luar tiga juta yang katanya telah terdampak aksi militer Rusia di Ukraina timur.

"Jika Rusia terus menempuh jalan ini, itu bisa -- menurut perkiraan kami -- menciptakan krisis pengungsi baru, salah satu yang terbesar yang dihadapi dunia saat ini," katanya seperti dilansir AFP.

Selain itu, sebagai salah satu pemasok gandum terbesar di dunia untuk negara berkembang, operasi militer Rusia "dapat menyebabkan lonjakan harga pangan dan menyebabkan kelaparan yang lebih parah di tempat-tempat seperti Libya, Yaman, dan Lebanon."

"Gelombang pasang penderitaan akibat perang ini tidak terbayangkan," seru diplomat AS itu.

Baca juga: FOTO: Serangan Udara Rusia di Kharkiv Ukraina Tewaskan Warga dan Hancurkan Rumah

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba memohon kepada PBB untuk meminta pertanggungjawaban Moskwa atas apa yang disebutnya serangannya terhadap "prinsip-prinsip inti hukum internasional."

“Jika Rusia tidak mendapatkan tanggapan yang keras, cepat dan tegas sekarang, ini berarti kebangkrutan total sistem keamanan internasional dan lembaga internasional, yang bertugas menjaga ketertiban keamanan global.”

"Ini adalah skenario suram, yang akan membawa kita kembali ke masa tergelap abad ke-20," katanya.

“Kami ingin perdamaian”

Kuleba menyebut klaim Rusia, bahwa mereka bertindak untuk mencegah operasi militer yang direncanakan oleh Kiev di daerah Donbas, sebagai "tidak masuk akal" . Dia pun mendesak Rusia untuk menarik pasukan dari tanah Ukraina.

"Kami orang Ukraina menginginkan perdamaian dan kami ingin menyelesaikan semua masalah melalui diplomasi," katanya.

Baca juga: FOTO: Rusia Serang Ukraina, Warga Melarikan Diri ke Polandia

Albania dan Amerika Serikat (AS) sedang menyusun resolusi resmi Dewan Keamanan PBB untuk mengutuk Rusia atas tindakannya terkait Ukraina, kata para diplomat kepada AFP, Rabu (23/2/2022).

Resolusi itu pertama-tama akan diserahkan ke Dewan yang beranggotakan 15 orang, di mana dipastikan akan gagal karena hak veto Rusia.

Itu kemudian dapat diajukan ke Majelis Umum PBB penuh, di mana tidak ada negara yang memiliki hak veto, tetapi resolusi Majelis tidak mengikat.

Skenario serupa terjadi setelah pencaplokan Krimea oleh Rusia pada 2014; Moskwa memveto resolusi Dewan Keamanan, tetapi sebuah tindakan diadopsi oleh Majelis.

Ketika Putin mengumumkan operasi militer khusus ke Rusia, semua 193 anggota PBB hadir dalam pertemuan Majelis Umum, dengan sebagian besar berbicara menentang Moskwa.

Baca juga: Perang Rusia vs Ukraina, Timur Tengah Kena Dampaknya

Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, mengeklaim ketegangan hari ini adalah akibat dari "kudeta" 2014 yang menggulingkan mantan perdana menteri pro-Rusia, Viktor Yanukovych.

Dia mengatakan bahwa sejak itu, pemerintah Ukraina telah telah melakukan "genosida" di Donbas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com