PASUKAN Rusia sudah dikirim ke bagian timur Ukraina. Ditakutkan, dalam waktu dekat mereka akan perang habis-habisan ke seluruh Ukraina.
Setelah lebih dari setengah abad, perang besar di Eropa kemungkinan besar akan terjadi!
Tentu saja, posisi geografis Indonesia yang sangat jauh dari Eropa, membuatnya relatif aman dari desingan peluru atau perlintasan peluru kendali.
Implikasi krisis Ukraina yang jauh dari Indonesia sudah bisa ditebak, yakni masalah ekonomi.
Akibat krisis, harga minyak dunia naik. Tentu saja ini mengakibatkan masalah bagi negara pengimpor minyak seperti Indonesia.
Tetapi jangan hanya bicara masalah ekonomi, ada beberapa hal, yang menurut saya, jauh lebih penting dan menjadi pelajaran bagi kebijakan luar negeri Indonesia dan kawasan Asia Tenggara di masa mendatang.
Bagaimanapun, invasi Rusia ke Ukraina membuka “luka lama,” dalam hubungan internasional, yang selama ini dianggap abstrak.
Meminjam ungkapan yang dinyatakan Menlu RRC, Wang Yi, tindakan Rusia dianggapnya sebagai “legitimate security concern."
Masalah keamanan yang disebut Rusia adalah sesuatu yang abstrak, yang tidak riil dan nyata. Namun ini menjadi sesuatu yang riil: Rusia menganggap bahwa Ukraina sebagai ancaman.
Ancamannya, Ukraina akan masuk menjadi anggota NATO. Keanggotaan ini artinya persenjataan, terutama peluru kendali NATO bisa ditempatkan di Ukraina.
Inilah pelajaran pertama, apa yang disebut sebagai “masalah keamanan yang absah".
Adanya masalah keamanan ini harus ditanggapi secara serius, bukan didiamkan. Atas dasar masalah keamanan ini, tindakan Rusia "bisa dibenarkan".
Pelajaran kedua adalah soal sejarah. Dulu, sebelum mencaplok (Anschluss) ke sejumlah wilayah, Hitler mengungkit sejarah Sudetenland (sekarang di Ceko) dan Alsace-Lorraine (sekarang di Perancis).
Hitler menyebut wilayah itu sebagai wilayah historis Jerman. Sebagai wilayah historis, Jerman merasa berhak mengklaim wilayah itu.
Putin sudah mirip Hitler. Dalam beberapa pidato sebelumnya, Putin mengungkit bahwa Ukraina adalah bagian dari Rusia.