Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Omicron Tinggi, WHO Minta Negara-negara Jangan Buru-buru Cabut Pembatasan

Kompas.com - 04/02/2022, 07:01 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

JENEWA, KOMPAS.com - Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, 90 juta kasus Covid-19 telah dilaporkan sejak varian Omicron diidentifikasi 10 minggu lalu. Jumlah ini lebih banyak daripada jumlah kasus sepanjang tahun 2020, yang merupakan tahun pertama pandemi.

Setelah banyak negara melonggarkan pembatasan mereka di tengah kelelahan publik, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan bahwa Omicron tidak boleh diremehkan meskipun telah terbukti membawa penyakit yang lebih ringan daripada varian sebelumnya, tapi peningkatan kematian yang sangat mengkhawatirkan di sebagian besar wilayah dunia.

"Kami prihatin ada narasi yang telah menjadi pegangan di beberapa negara bahwa karena sudah ada vaksin dan penularan Omicron yang tinggi dengan tingkat keparahan yang lebih rendah, maka pencegahan penularan tidak memungkinkan dan tidak lagi diperlukan," katanya dalam pengarahan rutin WHO tentang pandemi.

Baca juga: Muncul Omicron BA.2, Apa yang Sudah Diketahui tentang Sub-varian Covid Ini?

"Ini tidak benar," tambah Tedros.

"Terlalu dini bagi negara mana pun untuk menyerah atau menyatakan kemenangan. Virus ini berbahaya dan terus berkembang di depan mata kita sendiri."

Kepala WHO telah memperingatkan negara-negara untuk tidak terburu-buru melonggarkan pembatasan Covid.REUTERS/LAURENT GILLIERON via ABC INDONESIA Kepala WHO telah memperingatkan negara-negara untuk tidak terburu-buru melonggarkan pembatasan Covid.
Negara-negara Eropa telah melonggarkan pembatasan

WHO mengatakan, empat dari enam wilayahnya di seluruh dunia mengalami peningkatan tren kematian.

Banyak negara Eropa telah mulai melonggarkan pembatasan dan lockdown, termasuk Inggris, Perancis, Irlandia, dan Belanda, sedangkan Finlandia akan mengakhiri pembatasan Covid-19 bulan ini.

Pada Selasa (1/2/2022), Pemerintah Denmark membatalkan sebagian besar pembatasan yang ditujukan untuk memerangi pandemi, dengan mengatakan tidak lagi menganggap Covid-19 sebagai "penyakit kritis secara sosial."

Negara berpenduduk 5,8 juta jiwa itu dalam beberapa pekan terakhir mengalami lebih dari 50.000 kasus baru setiap hari, tetapi jumlah pasien di unit perawatan intensif telah menurun.

“Sekarang bukan waktunya untuk mengangkat semuanya sekaligus. Kami selalu mendesak kehati-hatian dalam menerapkan intervensi serta mencabut intervensi tersebut secara mantap dan perlahan, selangkah demi selangkah,” kata Maria Van Kerkhove, pemimpin teknis WHO tentang Covid-19.

Baca juga: Denmark Cabut Semua Pembatasan Covid-19, “Kembali ke Kehidupan Normal”

Beberapa negara Eropa telah mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri atau melonggarkan pembatasan Covid mereka.RITZAU SCANPIX/OLAFUR STEINAR GESTSSON via ABC INDONESIA Beberapa negara Eropa telah mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri atau melonggarkan pembatasan Covid mereka.
'"Jangan hanya membabi buta mengikuti negara lain"

Dr Michael Ryan, Kepala Kedaruratan WHO, mengatakan, negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang lebih tinggi memiliki lebih banyak pilihan apakah mereka mau melonggarkan pembatasan, tetapi mereka juga harus menilai faktor-faktor epidemiologi mereka saat ini, misalnya populasi berisiko, kekebalan dalam populasi, dan akses perawatan kesehatan untuk memerangi pandemi.

"Setiap negara harus menemukan pijakannya, tahu di mana ia berpijak, tahu ke mana ia ingin pergi, dan memetakan jalannya ... Anda dapat melihat apa yang dilakukan negara lain. Tapi, tolong jangan hanya mengikuti secara membabi buta apa yang dilakukan negara-negara lain," kata Dr Ryan.

Dia juga menyatakan keprihatinan bahwa ada "tekanan politik yang mengakibatkan orang-orang di beberapa negara membuka diri sebelum waktunya sehingga akan mengakibatkan penularan yang tidak perlu, penyakit parah yang tidak perlu, dan kematian yang tidak perlu."

Sementara itu, Dr Van Kerkhove juga mengatakan, sekelompok ahli yang dibentuk tahun lalu untuk melihat munculnya patogen baru seperti virus corona--dan menilai asal-usulnya-–diperkirakan akan mengeluarkan laporan dalam beberapa minggu mendatang.

Dia mengatakan bahwa kelompok itu, yang dikenal dengan akronim SAGO, telah mengadakan beberapa pertemuan sejak akhir November.

"Kelompok itu akan melihat studi epidemiologi awal dan pemahaman kami saat ini tentang asal-usul pandemi khusus ini, dibangun berdasar misi ke China sebelumnya dan hasil kerja sama dengan para ilmuwan China."

Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari ABC News.

Baca juga: WHO Prediksi Gelombang Covid Omicron Berakhir di Eropa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com