BISSAU, KOMPAS.com - Guinea-Bissau meluncurkan penyelidikan besar terhadap upaya kudeta yang gagal untuk menggulingkan Presiden Umaro Sissoco Embalo, yang selamat dari serangan senjata pada Selasa dalam pemberontakan yang merenggut 11 nyawa.
“Pemerintah berduka … kehilangan 11 pria gagah berani selama serangan itu. Sebelas korban - tentara dan paramiliter, empat warga sipil termasuk pejabat tinggi kementerian pertanian dan sopirnya," kata Juru Bicara Pemerintah Fernando Vaz pada Rabu (2/2/2022), yang juga menteri pariwisata negara Afrika Barat itu, melansir Al Jazeera.
Baca juga: Setahun Setelah Kudeta, Nasib Myanmar Semakin Tidak Menentu
Orang-orang bersenjata berat pada Selasa (1/2/2022) sore mengepung gedung-gedung pemerintah di ibu kota Bissau, di mana Embalo dan perdana menterinya diyakini akan menghadiri rapat kabinet.
Embalo (49 tahun), kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa dia tidak terluka selama baku tembak yang tejadi selama lima jam.
Dia menggambarkan insiden itu sebagai rencana untuk melenyapkan pemerintah di Guinea-Bissau, salah satu negara paling tidak stabil di Afrika.
Ibu kota Guinea-Bissau tampak tenang pada Rabu (2/2/2022), sehari setelah Embalo selamat dari serangan itu. Sementara itu, Perancis bergabung dengan kecaman atas apa yang disebut percobaan kudeta.
Kehidupan perlahan kembali ke jalan-jalan Bissau ketika toko-toko dan bank dibuka kembali, menurut koresponden AFP.
Namun, tentara berpatroli di jalan-jalan, dan juga memblokir akses ke kompleks Istana Pemerintah tempat serangan itu terjadi.
Baca juga: Latar Belakang Kudeta Militer Burkina Faso dan Penahanan Presiden Roch Kabore
Guinea-Bissau, negara pantai miskin berpenduduk sekitar dua juta orang yang terletak di selatan Senegal, telah mengalami empat kudeta militer sejak kemerdekaan dari Portugal pada 1974. Kudeta militer terbarunya terjadi pada 2012.
Pada 2014, negara itu berjanji untuk kembali ke demokrasi. Tetapi negara ini menikmati hanya sedikit stabilitas sejak itu, dan angkatan bersenjata memiliki pengaruh yang besar.
Pada konferensi pers pada Selasa (1/2/2022), Embalo mengatakan bahwa penyerang mencoba untuk "membunuh presiden republik dan seluruh kabinet".
“Para penyerang bisa saja berbicara kepada saya sebelum peristiwa berdarah ini yang telah melukai banyak orang dan merenggut nyawa,” tambahnya, tampak tenang.
Jumlah pasti korban tewas dari serangan itu dan identitas serta motif para penyerang masih belum jelas.
Namun Embalo mengatakan serangan itu terkait dengan keputusan yang diambilnya "untuk memerangi perdagangan narkoba dan korupsi".
Guinea-Bissau menderita korupsi endemik, dan dikenal sebagai pusat perdagangan kokain antara Amerika Latin dan Eropa.
Baca juga: 7 Orang Tewas Tertembak dalam Demonstrasi Anti-kudeta Militer di Sudan
Baik Uni Afrika dan Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS), di mana Guinea-Bissau adalah salah satu anggotanya, mengutuk apa yang mereka sebut sebagai "upaya kudeta" pada Selasa (1/2/2022).
Perancis menambahkan suaranya pada Rabu (2/2/2022), dengan mengkritik "upaya kudeta" di Bissau dan menyatakan mendukung "penghormatan terhadap tatanan konstitusional dan ... dukungan untuk lembaga-lembaga demokrasi".
Peristiwa tersebut memicu ketakutan bahwa negara itu akan bergabung dengan jajaran pemerintah Afrika Barat lainnya, yang telah jatuh ke kudeta militer baru-baru ini.
Di Mali, tentara merebut kekuasaan pada 2020. Militer Guinea mengikutinya pada September tahun lalu, menyingkirkan presiden terpilih Alpha Conde.
Kemudian pada 24 Januari, tentara Burkina Faso juga mengumumkan telah menggulingkan Presiden Roch Marc Christian Kabore dan mengambil alih negara.
Baca juga: Junta Militer Mali Usir Duta Besar Perancis Keluar Dari Negaranya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.