Sementara, saat ini, negara ini adalah rumah bagi lebih dari 100 aplikasi termasuk Tala yang didukung Silicon Valley, Okash dan Opesa milik China yang memberikan pinjaman hingga 60 juta dollar AS per bulan.
Baca juga: Seorang Pembunuh Dijuluki Vampir Haus Darah Kabur dari Penjara Kenya
Namun, perusahaan pinjol di Kenya ini sekarang semakin diawasi untuk kegiatan yang tidak bermoral seperti membebankan suku bunga hingga 400 persen.
Mereka juga terkenal karena mengumpulkan data dari ponsel peminjam dan menggunakannya untuk mempermalukan orang-orang yang gagal membayar.
Salah seorang pengguna pinjol, Patricia Kamene, bercerita ketika pernah telat membatar bunga pinjaman di pinjol. Di mana, teman-temannya dibombardir dengan rentetan panggilan oleh penagih utang.
Seperti Kamene, sebagian besar pengguna seringkali tidak menyadari bahwa mereka telah memberikan izin kepada pengembang aplikasi pinjol untuk mengakses basis data kontak, log panggilan dan SMS, daftar teman Facebook, lokasi, dan informasi lainnya.
Setelah kehilangan pekerjaan sebagai petugas supermarket akibat pandemi Covid-19, ibu tunggal berusia 24 tahun itu terdesak membutuhkan uang tunai.
Baca juga: Seorang Pembunuh Dijuluki Vampir Haus Darah Kabur dari Penjara Kenya
Alhasil, Patricia Kamene terlewat mengabaikan ketentuan dari pinjol tersebut.
"Ketika Anda menghadapi kelaparan dan belum memiliki apa-apa, aplikasi akan memberi Anda uang, Anda pun akan mengambilnya tanpa membaca persyaratannya," kata Kamene kepada AFP.
Jadi memang, akses mudah untuk bisa mendapatkan utang lewat pinjol ada “harganya” juga.
Seorang pria paruh baya di Kenya dilaporkan melakukan bunuh diri pada November 2019 setelah gagal membayar utangnya. Kondisi ini mendorong pemberi pinjaman untuk menghubungi ibu, nenek, dan bibinya.
Istrinya mengatakan kepada pejabat di bank sentral bahwa dia tidak bisa mengatasi penghinaan itu.
Ketika kemarahan publik tumbuh terkait keberadaan pinjol di Kenya, ketua Asosiasi Pemberi Pinjaman Digital Kenya atau Digital Lenders Association of Keny (DLAK), Kevin Mutiso, menegaskan bahwa praktik semacam itu terbatas pada "pemberi pinjaman nakal".
"Sektor kami telah matang dengan sangat cepat," katanya kepada AFP.
Baca juga: Agnes Tirop, Atlet Olimpiade Kenya Pemegang Rekor Dunia Tewas dengan Luka Tusuk
"DLAK menandatangani kode etik yang mengatakan bahwa tidak ada anggota kami yang harus mempermalukan klien kami," tambah Mutiso.
Dia menyebut pihaknya telah menjalankan kampanye melawan pemberi pinjaman nakal dan menawarkan kompensasi kepada korban pelecehan.
Pemerintah Kenya sendiri telah mengeluarkan undang-undang baru pada Selasa lalu yang memungkinkan bank sentral untuk mengawasi semua pemberi pinjaman, membuka kemungkinan pembatasan suku bunga yang ditawarkan oleh aplikasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.