Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Isu Utama KTT Iklim COP26 Glasgow Hari Kedua

Kompas.com - 05/11/2021, 00:01 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber CNN

"Kami tidak memiliki kapasitas, akses adalah masalah besar ... karena sebagian besar jendela pendanaan ini memiliki persyaratan yang berbeda, tantangan yang berbeda," kata Sonam Wangdi, ketua Kelompok Negara Miskin.

"Maksud saya, jika Anda mengalami bencana iklim, dan Anda mengajukan pinjaman, itu membutuhkan waktu empat atau lima tahun. Itu tidak masuk akal. Anda tidak dapat membantu orang-orang Anda, tidak dapat membiayai kembali, membangun kembali, atau menjamin penghidupan.”

Menurutnya, negara-negara termiskin kemudian dipaksa untuk meminjam uang, sehingga membawa mereka ke dalam "jebakan utang".

Baca juga: COP26 Glasgow, China Balas Kritik Biden soal Absennya Xi Jinping

RUU untuk memenuhi janji hutan Biden

Seorang Politisi Demokrat yang terkemuka di Dewan Perwakilan Rakyat AS memperkenalkan RUU, yang memberikan bobot finansial di belakang komitmen Presiden AS Joe Biden, untuk mengakhiri dan membalikkan deforestasi.

Undang-undang Pemimpin Mayoritas DPR Steny Hoyer akan membentuk dana perwalian 9 miliar dollar AS (Rp 129 triliun) di Departemen Luar Negeri AS. Dana ini untuk membiayai proyek konservasi hutan bilateral dengan negara-negara berkembang di seluruh dunia. Jumlah yang sama yang menurut Biden harus disumbangkan AS.

“Kami membutuhkan mereka untuk menyimpannya (pohon) di tanah,” kata Hoyer kepada CNN – berbicara tentang mencegah negara-negara menebang pohon. "Langkah pertama (adalah) berhenti penggundulan hutan."

Lebih dari 100 pemimpin dunia yang mewakili lebih dari 85 persen hutan di planet ini berkomitmen minggu ini, untuk mengakhiri dan membalikkan deforestasi dan degradasi lahan pada 2030. Ini adalah kesepakatan penting pertama yang diumumkan pada KTT iklim COP26 Glasgow.

Dua belas pihak dalam perjanjian - termasuk AS dan Uni Eropa - berkomitmen 12 miliar dollar AS (Rp 172 triliun) dalam pendanaan publik untuk melindungi dan memulihkan hutan, di samping 7,2 miliar dollar AS (Rp 103 triliun) modal swasta.

Baca juga: COP26 Glasgow, Indonesia dan Lebih dari 100 Negara Janji Akhiri Deforestasi Tahun 2030

Perbaikan skala keuangan iklim

Gernot Laganda, kepala Program Pangan Dunia untuk pengurangan risiko iklim dan bencana mengatakan kepada CNN bahwa pendanaan iklim perlu "segera menyeimbangkan skala". Maksudnya untuk mendapatkan lebih banyak dana bagi orang-orang yang paling rentan di garis depan masalah iklim dan hampir kelaparan.

Mitigasi berfokus pada membuat perubahan iklim tidak terlalu parah, dengan beralih ke ekonomi hijau dan memangkas emisi karbon. Sedang adaptasi adalah tentang mengurangi dampak dari kenaikan suhu.

Pendanaan mitigasi, misalnya, akan menjadi hibah untuk membangun ladang pembangkit angin. Sementara uang adaptasi akan digunakan untuk membangun pertahanan banjir.

"80 persen investasi (adalah) dalam mitigasi dalam energi dan mobil listrik dan hanya 20 persen investasi dalam pembangunan ketahanan -- itu sangat buruk," ujar Laganda melansir CNN.

Lagands mengatakan karena frekuensi cuaca ekstrem yang didorong oleh iklim meningkat, lebih banyak yang perlu diinvestasikan pada ketahanan. Pada 2020 saja, cuaca ekstrem membuat 30 juta orang meninggalkan rumah mereka, menurut WFP.

Baca juga: Jokowi Bertemu Biden di Sela-sela COP26 Glasgow, Minta Junta Myanmar Bebaskan Tahanan Politik

Bankir dukung aksi melawan perubahan iklim

Bank, perusahaan asuransi, dana pensiun, pengelola uang, dan perusahaan keuangan lainnya dengan aset 130 triliun dollar telah mendaftar untuk mengatasi krisis iklim. Ini meningkatkan barisan koalisi yang dipimpin oleh mantan gubernur Bank of England, Mark Carney.

Lebih dari 450 perusahaan di 45 negara mendaftar ke Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) menguasai lebih dari 40 persen aset perbankan global.

Penyelenggaranya memperkirakan dapat memberikan 100 triliun dollar AS (Rp 1,4 kuintiliun) keuangan selama tiga dekade ke depan, lebih dari 3 triliun dollar AS (Rp 43 kuadriliun) per tahun, untuk mempercepat transisi ke capaian bebas emisi karbon.

Meskipun janji itu terdengar bagus, komitmen bebas emisi karbon yang dibuat oleh perusahaan seringkali mengandung celah. Contohnya kurangnya transparansi, dan tidak menyertakan mekanisme penegakan untuk memastikan mereka menindaklanjutinya.

"Kita perlu memastikan bahwa komitmen yang telah dibuat dilacak dan dimintai pertanggungjawabannya. Memastikan integritas komitmen ini dari waktu ke waktu sangat penting untuk benar-benar membuat perbedaan," kata Ben Caldecott, direktur Oxford Sustainable Finance Group di University of Oxford.

"Kita sekarang perlu fokus secara tegas pada kualitas janji yang dibuat oleh lembaga keuangan, bukan hanya kuantitasnya," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com