Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Elektabilitas Duterte Masih Tinggi meski Filipina Dihantam Resesi akibat Covid-19

Kompas.com - 29/07/2021, 10:53 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber Al Jazeera

MANILA, KOMPAS.com - Ketika Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyampaikan Pidato Kenegaraan terakhirnya pada Senin (26/7/2021), dia tetap mempertahankan gayanya.

Pidatonya dipenuhi omongan berliku-liku dan sarat dengan kata-kata kotor, dalam pidato berdurasi dua jam 45 menit.

Dilansir Al Jazeera, Duterte mengakui banyak hal dalam pidatonya ketika dia mengatakan bahwa “mimpi dan visinya tentang kehidupan yang lebih baik untuk semua orang Filipina” telah mengalami beberapa “peristiwa tak terduga”.

Baca juga: Duterte Tantang Manny Pacquiao Ungkap Adanya Korupsi di Filipina

Hal ini tentu merujuk pada Covid-19 dan lockdown, yang menghentikan rencana strategisnya.

Akibat pandemi, produk domestik bruto (PDB) 2020 negara itu menyusut 9,5 persen. Ini jadi yang terburuk sejak 1947 dan kontraksi pertama sejak krisis keuangan Asia pada 1998.

Saat penguncian berlanjut, 49 persen dari 110 juta orang di negara itu mengatakan mereka menghadapi kemiskinan.

4,8 juta keluarga mengatakan mereka akan kelaparan, menurut lembaga polling Social Weather Station (SWS).

Tingkat kemiskinan memang perlahan-lahan menurun selama bertahun-tahun sampai pandemi melanda.

Tetapi Bank Pembangunan Asia memperkirakan kemiskinan akan menjadi sekitar 20 persen pada 2020 dan 2021.

Pada bulan April, Otoritas Statistik Filipina melaporkan bahwa pengangguran telah meningkat menjadi 8,7 persen, atau sekitar 4,14 juta orang.

Baca juga: Profil Rodrigo Duterte, dari Wali Kota Terlama Jadi Presiden Filipina

Dan, bahkan setelah berbulan-bulan penguncian dan pembatasan, Filipina belum berhasil menekan angka Covid-19.

Filipina telah memiliki lebih dari 1,5 juta kasus dan setidaknya 27.000 orang Filipina telah kehilangan nyawa mereka sejak pandemi dimulai.

Varian Delta pun semakin mengancam, dan memicu lonjakan lain yang lebih berbahaya.

Duterte telah memperingatkan bahwa hal itu dapat menghancurkan ekonomi dan menyebabkan “kerusakan yang tidak dapat diubah”.

Pada hari Senin, dia tampak kehilangan jawaban, memberi tahu orang Filipina bahwa dia "tidak tahu harus berbuat apa" jika varian Delta menyebar lebih luas.

Dia mengatakan penguncian lain dapat diberlakukan dan menambahkan bahwa negara itu mungkin “hanya perlu berdoa untuk keselamatan.”

Baca juga: Duterte kepada Rakyat Filipina: Divaksin atau Saya Masukkan Penjara

Namun di balik itu semua, kepemimpinan Duterte menjadi sangat populer selama 11 bulan terakhir.

Dalam survei Pulse Asia tentang calon wakil presiden yang dilakukan bulan ini, Duterte keluar sebagai yang teratas.

Sementara survei Publicus Asia pada bulan Juli, memberinya peringkat persetujuan 58 persen dan peringkat kepercayaan 55 persen.

Putrinya, Sara Duterte, walikota Davao City sekarang sedang mempertimbangkan untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

Jika politisi populer Filipina memutuskan untuk menyerah, Sara kemudian dapat bersaing untuk jabatan presiden, sementara ayahnya berkampanye untuk posisi wakil presiden dalam pemilihan Mei 2022.

Pemimpin Mayoritas DPR Martin Romualdez, sekutu Duterte, dikutip Kantor Berita Filipina yang didanai negara, mengatakan bahwa dia memperkirakan peringkat popularitas Duterte akan naik dalam beberapa bulan mendatang.

"Ini adalah validasi dari kepercayaan dan kepuasan rakyat pada layanan publik Duterte,” ujarnya.

Baca juga: Duterte Tolak Penyelidikan Internasional soal Korban Tewas dalam Perang Anti-narkoba

Meski begitu, beberapa analis dan kritikus mengaitkan popularitas Duterte dengan oposisi yang terpecah.

Mereka mengatakan bahwa terlepas dari kesalahannya, Duterte mampu mengendalikan narasi nasional dengan memainkan ketakutan warga negara itu.

Ada juga tuduhan bahwa pemerintah membayar troll online untuk menyerang tokoh oposisi dan menggunakan pejabat untuk mengejar para pengkritiknya.

“Kelompok oposisi sebagian besar lemah dan belum bersatu, meskipun kami melihat lebih banyak sektor menjadi lebih vokal karena respons pemerintah yang buruk terhadap pandemi dan penurunan ekonomi,” kata Maria Ela Atienza, seorang profesor ilmu politik di Universitas Filipina (UP), pada Al Jazeera.

Baca juga: Duterte Larang Menteri Filipina Bahas Laut China Selatan di Depan Umum

Robin Michael Garcia, presiden dan CEO WR Numero, sebuah perusahaan jajak pendapat dan analisis data berbasis teknologi yang berbasis di Manila, setuju akan hal itu.

Dia mengatakan bahwa oposisi dan tokoh-tokoh politik non-blok tidak dapat “mengartikulasikan narasi alternatif yang sama kuatnya dengan "Dutertismo", sebuah istilah yang merujuk pada tipe kepemimpinan presiden.

“Ketidakmampuan ini juga karena sumber daya materi mereka yang terbatas dan oposisi mereka yang tidak konsisten dan terpecah belah. Mereka masih terpecah-pecah dan Anda melihat suara-suara berbeda yang menentang Duterte,” kata Garcia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com