Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjara dan Eksekusi Mati, Hukuman bagi Warga Korut yang Suka K-Pop

Kompas.com - 20/07/2021, 23:42 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

PYONGYANG, KOMPAS.com - Media milik pemerintah Korea Utara mendesak kaum muda di negaranya untuk menentang penggunaan bahasa gaul dari Korea Selatan, dan mengatakan kepada mereka untuk berbicara dengan standar bahasa Korea Utara.

Ini merupakan peringatan terbaru dari surat kabar resmi Korea Utara untuk menentang penggunaan fesyen, gaya rambut dan musik ala Korea Selatan.

Ini merupakan bagian dari undang-undang terbaru yang berusaha untuk membasmi segala bentuk pengaruh asing, dengan ancaman hukuman berat.

Baca juga: Kim Jong Un Makin Benci Budaya Asing, Nonton K-Pop Bisa Dihukum Mati

Mereka yang melanggar aturan ini akan menghadapi hukuman penjara bahkan eksekusi mati.

Surat kabar Rodong Sinmun memperingatkan kaum milenial tentang bahayanya mengikuti budaya pop Korea Selatan.

"Penetrasi ideologi dan budaya di bawah papan warna-warni borjuasi bahkan lebih bahaya dibandingkan musuh yang mengangkat senjata," tulis artikel tersebut.

Surat kabar ini juga menekankan dialek Korea Utara adalah yang tertinggi, dan anak muda harus menggunakannya dengan benar.

Pemerintah Korea Utara baru-baru ini juga berupaya untuk menghilangkan penggunaan bahasa gaul yang berasal dari Korea Selatan, seperti panggilan perempuan kepada suaminya "oppa" - yang berarti "kakak tertua" tapi juga sering digunakan untuk panggilan kepada pacar.

Kim Jong-Un melabeli K-pop sebagai 'kanker ganas' (gambar: BTS).

GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Kim Jong-Un melabeli K-pop sebagai 'kanker ganas' (gambar: BTS).
Pengaruh budaya asing dilihat sebagai ancaman bagi rezim Komunis Korea Utara, yang berada di bawah cengkeraman kekuasaan pemimpin tertinggi Kim Jong-un.

Dia baru-baru ini melabeli K-pop sebagai "kanker ganas" yang bisa merusak kaula muda di Korea Utara, seperti dikutip dari New York Times.

Baca juga: Kim Jong Un Sebut K-Pop sebagai Kanker Ganas yang Menggerogoti Negaranya

Siapapun yang tertangkap mengikuti media dari Korea Selatan, Amerika Serikat atau Jepang, saat ini akan menghadapi hukuman mati. Mereka yang tertangkap menonton media-media asing ini akan menghadapi penjara selama 15 tahun.

Namun terlepas dari risiko tersebut, pengaruh asing terus meresap ke Korea Utara, dan jaringan teknologi yang tinggi telah membawa masuk media-media yang dilarang tersebut untuk terus beroperasi di dalam negara.

Beberapa pembelot dari Korea Utara mengatakan, telah menonton drama Korea Selatan. Hal ini menjadi salah satu alasan bagi mereka untuk memutuskan kabur dari Korea Utara.

Yang Moo-jin seorang profesor di University of North Korean Studies mengatakan kepada media Korea Herald bahwa Kim Jong-un, yang memperoleh pendidikan di Swiss "menyadari dengan baik bahwa budaya Barat atau K-pop bisa dengan mudah merasuki generasi muda dan memiliki dampak negatif terhadap sistem sosialis".

"Dia tahu bahwa aspek budaya dapat membebani sistem. Jadi dengan menentangnya, Kim berusaha untuk mencegah masalah lebih lanjut di masa depan."

Baca juga: Korea Utara Sebut Grup Band K-pop Seperti Budak yang Dicuri Tubuh, Pikiran, dan Jiwa Mereka

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Hubungan Biden-Netanyahu Kembali Tegang, Bagaimana ke Depannya?

Hubungan Biden-Netanyahu Kembali Tegang, Bagaimana ke Depannya?

Global
Kampus-kampus di Spanyol Nyatakan Siap Putuskan Hubungan dengan Israel

Kampus-kampus di Spanyol Nyatakan Siap Putuskan Hubungan dengan Israel

Global
Seberapa Bermasalah Boeing, Produsen Pesawat Terbesar di Dunia?

Seberapa Bermasalah Boeing, Produsen Pesawat Terbesar di Dunia?

Internasional
Terkait Status Negara, Palestina Kini Bergantung Majelis Umum PBB

Terkait Status Negara, Palestina Kini Bergantung Majelis Umum PBB

Global
Hamas Sebut Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Kini Tergantung Israel

Hamas Sebut Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Kini Tergantung Israel

Global
Antisemitisme: Sejarah, Penyebab, dan Manifestasinya

Antisemitisme: Sejarah, Penyebab, dan Manifestasinya

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com