BRUSSELS, KOMPAS.com – Curah hujan ekstrem yang menyebabkan banjir bandang di Jerman barat dan Belgia sangat mengkhawatirkan.
Banyak orang di seluruh Eropa bertanya apakah perubahan iklim menjadi penyebab utama dari bencana tersebut.
Sebelumnya, para ilmuwan telah lama mengatakan bahwa perubahan iklim akan menyebabkan hujan lebat.
Baca juga: Korban Tewas Banjir Bandang di Eropa Capai 153, Tim Penyelamat Terus Bekerja
Tetapi, membuat konklusi tentang peran perubahan iklim dalam hujan lebat tersebut membutuhkan analisis yang memakan waktu setidaknya beberapa pekan.
"Banjir selalu terjadi, dan itu seperti peristiwa acak, seperti melempar dadu,” kata Ralf Toumi, seorang ilmuwan iklim di Imperial College London.
“Tapi kami telah mengubah kemungkinan melempar dadu," sambung Ralf Toumi sebagaimana dilansir Reuters, Sabtu (17/7/2021).
Korban tewas akibat banjir dahsyat di Eropa pada Sabtu mencapai 153 orang. Di Jerman saja, korban tewas akibat air bah mencapai 133 orang.
Baca juga: UPDATE Banjir Eropa: Sedikitnya 120 Orang Tewas dan Ratusan Lainnya Belum Ditemukan
Kanselir Jerman Angela Merkel menyebut banjir tersebut sebagai bencana, dan berjanji untuk mendukung mereka yang terkena dampak.
Secara umum kenaikan suhu global rata-rata sekarang sekitar 1,2 derajat Celcius di atas rata-rata sebelum era Revolusi Industri.
Para ilmuwan mengatakan, naiknya suhu global tersebut membuat hujan deras lebih mungkin kerap terjadi.
Udara yang lebih hangat menahan lebih banyak kelembapan, yang berarti lebih banyak air akan dilepaskan saat hujan.
Baca juga: Jumlah Korban Tewas Banjir Bandang di Eropa Akan Lampaui 100 Orang
"Ketika kita mengalami hujan deras, maka atmosfernya mirip spons - Anda memeras spons dan air mengalir keluar," kata profesor Meteorologi Teoretis di Universitas Leipzig Johannes Quaas.
Padahal, kenaikan suhu rata-rata global 1 derajat saja bisa meningkatkan kapasitas atmosfer dalam menahan air sebesar 7 persen.
Geert Jan van Oldenborgh dari World Weather Attribution memperkirakan, perlu waktu beberapa pekan untuk melihat hubungan antara perubahan iklim dan hujan lebat yang terjadi di Eropa yang menyebabkan banjir.
World Weather Attribution merupakan sebuah jaringan ilmiah internasional yang menganalisis bagaimana perubahan iklim mungkin berkontribusi pada peristiwa cuaca tertentu.
"Kami cepat, tapi kami tidak secepat itu," kata van Oldenborgh yang juga merupakan ilmuwan iklim di Royal Netherlands Meteorological Institute.
Baca juga: UPDATE Banjir Bandang Eropa: 60 Orang Tewas, Puluhan Masih Hilang
Banjir bandang di Eropa terjadi hanya beberapa pekan setelah gelombang panas ekstrem yang menewaskan ratusan orang di Kanada dan AS.
Para ilmuwan sejak saat itu mengatakan, gelombang panas ekstrem "hampir tidak mungkin" terjadi bila tidak dipicu oleh perubahan iklim.
Pada Juni, Eropa juga mengalami gelombang panas ekstrem. Ibu kota Finlandia, Helsinki, misalnya, baru saja mengalami bulan Juni yang paling terik sejak 1844.
Sementara hujan lebat di Eropa pekan ini telah membuat ketinggian sungai di wilayah Eropa barat memecahkan rekornya.
"Saya takut hal itu terjadi begitu cepat," kata Hayley Fowler, seorang ahli hidroklimatologi di Newcastle University di Inggris.
Baca juga: UPDATE Banjir Bandang Eropa: 60 Orang Tewas, Puluhan Masih Hilang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.