Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerusuhan di Afrika Selatan Picu Darurat Pangan dan Bahan Bakar

Kompas.com - 15/07/2021, 11:02 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber AFP

CAPE TOWN, KOMPAS.com - Kerusuhan di Afrika Selatan telah berkecamuk selama 6 hari berturut-turut, memicu ketakutan terjadinya kekurangan pangan dan bahan bakar karena gangguan di sekitar pertanian, manufaktur, hingga kilang minyak.

Melansir AFP pada Rabu (14/7/2021), sejak mantan presiden Jacob Zuma dijatuhi hukuman penjara 15 bulan karena kasus korupsi, kerusuhan di Afrika Selatan semakin meningkat hingga 72 orang tewas dan lebih dari 1.200 orang ditangkap.

Penjarahan besar-besaran terjadi yang merusak rantai pasokan dan jaringan transportasi di wilayah Johannesburg dan provinsi tenggara KwaZulu-Natal, mengirimkan gelombang kejutan ke barang dan jasa di seluruh negeri.

Baca juga: Kerusuhan Afrika Selatan: Polisi Tertangkap Basah Ikut Menjarah Barang-barang

Di kota pelabuhan Durban, orang-orang mulai mengantri di luar toko makanan dan di pom bensin sejak pukul 4 pagi (0200 GMT) ketika jam malam Covid-19 berakhir, seperti yang disebutkan oleh AFP.

Malam sebelumnya, kilang minyak terbesar di negara itu, Sapref, menyatakan "force majeure", keadaan darurat di luar kendalinya, dan menutup pabriknya di Durban, sepertiga dari pasokan bahan bakar Afrika Selatan.

Perusahaan itu mengatakan kilang minyak "sementara ditutup...karena kerusuhan warga sipil dan gangguan rute pasokan masuk dan keluar dari KwaZulu-Natal."

Beberapa pengecer bahan bakar sudah mulai menyetok, sementara yang lain mulai kosong.

"Tidak dapat dihindari bahwa kita akan mengalami kekurangan bahan bakar dalam beberapa hari atau beberapa pekan ke depan," kata Layton Beard, juru bicara Asosiasi Otomotif Afrika Selatan, kepada AFP.

Baca juga: Kerusuhan di Afrika Selatan Makin Parah, Kilang Minyak Sampai Ditutup

Krisis kemanusiaan

Di luar cabang supermarket populer di wilayah Eastman, Durban utara, sekitar 400 orang mulai mengantre untuk membeli makanan, beberapa jam sebelum toko itu akan dibuka.

"Dengan penjarahan ini, ini adalah titik kemunduran...ini sekarang secara serius membahayakan keamanan energi dan ketahanan pangan kita," kata Bonang Mohale, rektor Universitas Negara Bebas dan profesor studi bisnis dan ekonomi.

"Ini telah menciptakan gangguan pada peluncuran dan pengiriman vaksin virus corona ke rumah sakit," kata Mohale kepada AFP.

Christo van der Rheede, direktur eksekutif organisasi petani terbesar, AgriSA, mengatakan para produsen berjuang keras untuk membawa hasil panen mereka ke pasar karena jaringan logistik "kacau".

"Kami membutuhkan pemulihan hukum dan ketertiban sesegera mungkin, karena kami akan mengalami krisis kemanusiaan besar-besaran," kata van der Rheede kepada AFP.

Baca juga: Kerusuhan di Afrika Selatan Berujung Penjarahan, Terburuk dalam Beberapa Tahun

Pengerahan pasukan

Toko-toko dan gudang-gudang telah menjadi sasaran para penjarah, meskipun ada pengerahan 2.500 tentara oleh Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa untuk membantu pasukan polisi yang kewalahan.

Namun, 2.500 tentara jauh sangat kecil dari 70.000 tentara yang dikerahkan untuk menertibkan lockdown virus corona pada 2020.

Sehingga, hanya segelintir tentara yang terlihat mengamankan di beberapa pusat perbelanjaan yang menjadi sasaran penjarahan.

Baca juga: 72 Orang Tewas dalam Kerusuhan di Afrika Selatan Setelah Mantan Presiden Dipenjara

Sebuah video yang disiarkan di TV menunjukkan kondisi yang mengejutkan di Afrika Selatan, menunjukkan kerumunan penjarah dengan santai mengangkut lemari es, televisi besar, oven microwave, barang-barang fasyen, serta peti makanan dan alkohol.

Penjarahan itu pecah setelah berlangsungnya protes atas keputusan hukum untuk mantan presiden Jacob Zuma, yang dipandang oleh kaum radikal dan banyak anggota akar rumput Kongres Nasional Afrika (ANC) yang berkuasa sebagai pembela kaum miskin.

Zuma yang pernah dijuluki "presiden Teflon", dijatuhi hukuman penjara 15 bulan pada Selasa (29/6/2021) oleh Mahkamah Konstitusi, karena melanggar perintah untuk menghadap komisi yang menyelidiki kasus korupsi yang berkembang biak di bawah pemerintahannya.

Dia mulai menjalani hukuman pada Kamis (1/7/2021) setelah menyerahkan diri kepada pihak berwenang. Dia berusaha agar keputusan itu diringankan.

Baca juga: Afrika Selatan Tolak Klaim Berhubungan Seks 4-6 Jam Bisa Sembuhkan Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com