SINGAPURA, KOMPAS.com - Buron terpidana kasus percobaan pembunuhan, Hendra Subrata, lebih kooperatif untuk dideportasi ke Indonesia dibandingkan buron sebelumnya, Adelin Lis.
Hal tersebut disampaikan KBRI Singapura melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com pada Sabtu (26/6/2021).
Hendra Subrata dideportasi dari "Negeri Singa" pada Sabtu pukul 18.45WIB. Ia diterbangkan ke Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia GA 837.
Baca juga: Diterbangkan ke Jakarta, Buron Hendra Subrata Pakai Kursi Roda Saat Masuk Pesawat
Imigrasi Singapura menyebutkan, perlakuan yang diberikan kepada Hendra relatif sama. Ia diberangkatkan dari Kantor ICA di Kallang dan langsung masuk ke dalam pesawat. Proses check-in dilakukan oleh petugas ICA.
Oleh karena Hendra Subrata relatif kooperatif, ICA tidak menugaskan aparatnya untuk mengantar ke Jakarta seperti saat mengirimkan Adelin Lis.
Petugas Garuda Indonesia dianggap mampu menangani terpidana yang sudah berusia 81 tahun tersebut.
Hendra Subrata masuk ke dalam pesawat dengan menggunakan kursi roda. KBRI Singapura mengatakan, ia tampak pasrah untuk menjalani hukuman di Indonesia.
Selanjutnya, terpidana kasus percobaan pembunuhan pada rekan bisnisnya, Hermanto Wibowo, itu akan menjalani hukuman pidana empat tahun seperti putusan kasasi Mahkamah Agung.
Hendra terbukti melakukan percobaan pembunuhan pada rekan bisnisnya, Hermanto Wibowo, dengan memukulnya beberapa kali menggunakan barbel, sehingga korban mengalami luka dan tidak sadarkan diri.
Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis Hendra Subrata empat tahun penjara pada 2010, tetapi ketika akan dijebloskan ke balik jeruji besi ia melarikan diri.
Surat Daftar Pencarian Prang (DPO) kemudian diterbitkan dari Polda Metro Jaya berdasarkan surat dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada 28 September 2011.
Keberadaan Hendra Subrata diketahui ketika hendak memperpanjang paspor pada 17 Februari 2021 di KBRI Singapura.
Baca juga: Kronologi Penemuan Buron Hendra Subrata di Singapura, Terpidana Percobaan Pembunuhan
Hendra saat itu mengganti identitasnya dengan menggunakan paspor atas nama Endang Rifai.
Kecurigaan muncul dari petugas Atase Imigrasi KBRI Singapura saat Endang Rifai menjalani wawancara dan penelitian berkas.
Ia dikabarkan gelisah dan marah karena merasa proses wawancara paspornya lama, dan ingin cepat selesai karena harus menjaga istrinya yang sakit di rumah.