MUMBAI, KOMPAS.com - "Gubuk menstruasi" - tempat kaum perempuan diasingkan selama menjalani haid di beberapa suku di Negara Bagian Maharashtra, India bagian barat - kini tengah dipugar.
Suatu badan amal berbasis di Mumbai, Kherwadi Social Welfare Association, berinisiatif mengganti gubuk-gubuk yang sudah reyot - yang disebut kurma ghar atau gaokor - menjadi pondok layak huni yang dilengkapi tempat tidur, kamar mandi, air bersih, dan panel surya untuk mendapat listrik.
Inisiatif ini terjadi di tengah kontroversi atas stigma yang selama ini mendera perempuan desa ketika mengalami siklus alaminya setiap bulan.
Baca juga: Hilang pada 1975, Dompet Perempuan AS Ini Ditemukan 46 Tahun Kemudian
Kalangan pengritik menganjurkan agar gubuk menstruasi itu sebaiknya langsung disingkirkan saja untuk menghapus stigma itu, namun ada yang menyatakan bahwa dengan memugarnya untuk menjadi pondokan baru justru menjadi tempat yang aman bagi perempuan selama stigma itu terus berlangsung.
Di India, sebagian pihak menganggap menstruasi adalah hal yang tabu. Perempuan yang tengah haid dipandang tidak suci dan dipaksa untuk hdup di bawah batasan yang ketat.
Mereka dilarang menjalankan kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan dan ditolak masuk ke kuil atau tempat suci, bahkan dapur.
Namun masalah yang dialami perempuan di suku Gond dan Madia di Gadchiroli, salah satu kawasan termiskin dan terbelakang di India, tergolong ekstrem.
Pandangan tradisional setempat mengharuskan mereka untuk tinggal selama lima hari di suatu gubuk, sebagian besar terletak di luar kampung dekat dengan hutan.
Para perempuan yang tengah haid itu tidak boleh masak atau mengambil air dari sumur kampung dan harus tergantung dari kiriman makanan sesama kerabat perempuan yang tidak haid.
Bila seorang pria menyentuh perempuan yang lagi mens, dia harus segera mandi karena dianggap "najis karena pergaulan."
Baca juga: Ada yang Tak Biasa dengan Pengiring Pengantin Perempuan Ini, Bisa Anda Tebak?
Perempuan di desa Tukum - yang menjadi lokasi pembangunan pertama gubuk modern tahun lalu - mengaku kini hidup bagi 90 perempuan di desa itu menjadi jauh lebih baik.
Sebelumnya, ungkap mereka, saat tanggal menstruasi mulai dekat, mereka selalu takut bila harus mengungsi ke gubuk yang sudah reyot.
Bangunan berbahan lumpur dan bambu dengan atap jerami itu tidak memiliki pintu atau jendela, sudah sangat tidak layak huni. Untuk bisa mandi dan mencuci baju, mereka harus pergi ke sungai yang jauh, sekitar satu kilometer.
Selain itu, setiap hujan gubuk itu pasti bocor dan muncul genangan air di lantai. Terkadang tempat itu dihampiri anjing liar dan babi.