Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uganda Buat UU Larang Tumbal Anak agar Orangtua Cepat Kaya, Pelanggar Dihukum Mati

Kompas.com - 08/05/2021, 18:52 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

KAMPALA, KOMPAS.com - Parlemen Uganda mengesahkan undang-undang yang melarang pengorbanan nyawa manusia agar orang lain bisa kaya. Para individu yang dinyatakan bersalah melakukan tindakan tersebut bisa dijatuhi hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Praktik menumbalkan anak sebagai persembahan bagi para arwah agar orang tua bisa cepat kaya "sangat lumrah dan mengakar" di Uganda, kata seorang pegiat.

Sebelum undang-undang ini diloloskan, Uganda tidak memiliki perangkat hukum yang secara spesifik mengatur tumbal manusia.

Baca juga: Pria Terjelek di Uganda Nikahi Istri Ketiga, Sekarang Punya 7 Anak

Selama ini, kasus-kasus yang terjadi diperlakukan sebagai pembunuhan atau tindak pidana lain.

Menurut undang-undang ini, hukuman mati dijatuhkan kepada mereka yang melakukan atau mendanai praktik ini.

Yang juga dilarang adalah menyimpan anggota tubuh manusia dan penggunaan anggota tubuh untuk dijual maupun untuk kepentingan pribadi. Mereka yang melakukannya bisa dijebloskan ke penjara seumur hidup.

Selain itu, dilarang pula menyebarkan kepercayaan atau keyakinan tentang persembahan manusia. Jika dinyatakan menyebarkan atau mendorong keyakinan ini, pelakunya akan dihukum seumur hidup.

Praktik menumbalkan nyawa manusia sebagai persembahan dianggap sebagai hal yang luar biasa dan karenanya harus diatur secara khusus di dalam undang-undang, kata Patricia Oyell, wartawan BBC News di ibu kota Uganda, Kampala.

"Ini karena sebagian besar kasusnya berupa pembunuhan anak-anak dan melibatkan keluarga," kata Oyella.

Irene Kagoya, direktur lembaga amal World Vision di Uganda —salah satu organisasi yang aktif mendesakkan undang-undang ini — mengatakan "membunuh orang untuk dijadikan persembahan adalah praktik yang sangat lumrah dan begitu mengakar di masyarakat".

Baca juga: Kisah Hidup Godfrey Baguma, Pria Terjelek di Uganda yang jadi Selebriti dan Menikah 3 Kali

"Ingin cepat kaya atau umur panjang"

Kagoya menuturkan ada orang-orang yang melakukan praktik ini "dengan harapan bisa menjadi kaya atau berumur panjang". Yang sering terjadi adalah orang tua "sengaja mengorbankan anaknya agar bisa kaya".

"Di masyarakat, berkembang pandangan mengorbankan anak (agar orang tua bisa kaya) adalah tindakan yang tidak keliru... padahal yang terjadi adalah anak yang dikorbankan akan dipotong anggota badannya atau kehilangan nyawa," kata Kagoya.

Ia mengaku tidak memiliki data statistik resmi, karena praktik ini dilakukan secara diam-diam. Namun laporan dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan setidaknya ada 120 kasus tumbal manusia antara 2012 hingga 2018.

"Pada 2020, polisi mengatakan mereka menangani 238 kasus penculikan anak. Diperkirakan anak-anak ini menjadi korban dari kasus persembahan manusia," kata Kagoya.

Ia berharap pengesahan undang-undang akan mengirim pesan yang kuat bahwa mengorbankan anak adalah praktik yang jelas-jelas tak bisa diterima.

Salah satu kasus persembahan manusia yang menarik perhatian luas di Uganda terjadi pada 2008.

Laporan media setempat menyebutkan seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun ditemukan tanpa kepala maupun anggota badan di satu rawa.

Setelah dilakukan penyelidikan, seorang pengusaha dinyatakan bersalah membunuh bocah ini dan dijatuhi hukuman seumur hidup.

Investigasi BBC pada 2011 menemukan seorang dukun yang mengaku mengatur persembahan berupa darah dan anggota badan anak-anak "untuk dimakan para arwah".

Baca juga: Kisah Elon Musk Uganda, Bocah 7 Tahun yang Bisa Menerbangkan Pesawat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com