Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malaysia Akan Tangguhkan Jadwal Deportasi 1.200 Tahanan Myanmar di Tengah Konflik Kudeta

Kompas.com - 23/02/2021, 15:53 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

LUMUT, KOMPAS.com - Pengadilan Malaysia menangguhkan sementara rencana deportasi 1.200 tahanan Myanmar yang dijadwalkan kembali ke negaranya pada Selasa (23/2/2021).

Melansir The Straits Times pada Selasa (23/2/2021), penangguhan sementara dilakukan atas petisi yang diajukan oleh kelompok HAM internasional.

New Sin Yew pengacara untuk Amnesty International dan Asylum Access mengatakan penundaan diberikan sesuai dengan hasil pengadilan yang akan mendengarkan permohonan peninjauan yudisial kelompok tersebut untuk menangguhkan deportasi.

Baca juga: AS Jatuhkan Sanksi Baru untuk 2 Pemimpin Junta Militer Myanmar

Sementara, sidang pengadilan akan dilakukan pada Rabu (24/2/2021) pukul 10.00 waktu setempat.

Malaysia sebelumnya telah mulai membawa para pencari suaka dan tahanan Myanmar ke pelabuhan, di mana kapal-kapal menunggu untuk membawa mereka kembali ke tanah air mereka yang dilanda konflik kudeta militer

Tahanan 1.200 termasuk anak-anak, dijadwalkan meninggalkan Malaysia pada Selasa sore waktu setempat, dengan kapal Angkatan Laut yang dikirimkan oleh militer Myanmar, yang menggulingkan pemerintaha terpilih. 

Baca juga: Demo Kudeta Myanmar Membesar, Ratusan Ribu Orang Tak Gentar Ditembak Militer

Pencari suaka di Malaysia dari minoritas Chin, Kachin dan komunitas Muslim non-Rohingya yang melarikan diri dari konflik dan penganiayaan di rumah, termasuk di antara mereka yang akan dideportasi.

Malaysia mengatakan tidak akan mendeportasi Muslim Rohingya atau pengungsi yang terdaftar di Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).

Namun, badan pengungsi PBB mengatakan setidaknya ada 6 orang yang terdaftar di UNHCR yang juga akan dideportasi dan mungkin lebih banyak lagi.

Baca juga: Abaikan Ancaman Militer Myanmar, Puluhan Ribu Pengunjuk Rasa Gelar Revolusi 22222

Bus dan truk departemen imigrasi terlihat membawa para tahanan ke pelabuhan Lumut, Malaysia barat, tempat kapal-kapal Myanmar berlabuh di pangkalan angkatan laut.

Meski terlambat, kelompok hak asasi Amnesty International dan Asylum Access kemudian meminta perintah pengadilan pada Senin (22/2/2021) untuk menghentikan deportasi.

Lembaga tersebut mengatakan bahwa ada 3 orang yang terdaftar di UNHCR dan 17 anak di bawah umur yang memiliki setidaknya 1 orang tua di Malaysia, termasuk di antara orang-orang yang dideportasi.

"Jika Malaysia bersikeras untuk mengembalikan 1.200 orang, negara akan bertanggung jawab untuk menempatkan mereka pada risiko penganiayaan lebih lanjut, kekerasan dan bahkan kematian," kata Katrina Maliamauv, direktur Amnesty Malaysia pada Senin (22/2/2021).

Baca juga: Inggris Desak PBB Tindak Pelanggaran HAM Myanmar, China, Rusia, dan Belarusia

Malaysia belum menanggapi secara terbuka kritik atau pertanyaan media atas deportasi pencari suaka dan mereka yang terdaftar di UNHCR.

Kekhawatiran tentang deportasi pencari suaka yang tidak terdaftar juga tetap ada, karena UNHCR belum diizinkan untuk mewawancarai tahanan selama lebih dari setahun untuk memverifikasi status mereka, di tengah tindakan keras terhadap migran tidak berdokumen di Malaysia.

Misi AS dan Barat lainnya telah mencoba menghalangi Malaysia untuk melanjutkan deportasi dan mendesak pemerintah untuk mengizinkan UNHCR mewawancarai para tahanan.

Kelompok negara itu juga mengatakan Malaysia melegitimasi pemerintahan militer Myanmar dengan bekerja sama dengan junta.

Baca juga: Militer Myanmar Tak Segan Bunuh Pedemo yang Ikut Mogok Massal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com