Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abaikan Ancaman Militer Myanmar, Puluhan Ribu Pengunjuk Rasa Gelar Revolusi 22222

Kompas.com - 22/02/2021, 17:48 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber BBC

NAYPYITAW, KOMPAS.com - Puluhan ribu orang kembali menlancarkan protes di jalan-jalan kota besar Myanmar sebagai bagian dari pemogokan sipil menyerukan penolakan terhadap kudeta militer pada Senin (22/2/2021).

BBC melaporkan, semua sektor bisnis tutup karena pemilik dan karyawan bergabung dalam pemogokan.

Para pengunjuk rasa tidak terpengaruh oleh pernyataan militer. Pemerintah junta sebelumnya telah memperingatkan akan mengambil langkah ekstrem, di mana demonstran mungkin akan kehilangan nyawanya.

Warga sipil Myanmar telah menggelar protes berminggu-minggu setelah kudeta militer pada 1 Februari.

"Para pengunjuk rasa sekarang menghasut orang-orang menggunakan cara konfrontasi, yang dapat membuat mereka menderita kehilangan nyawa," kata sebuah pernyataan pada penyiar MRTV yang dikelola negara, memperingatkan demonstran terhadap "kerusuhan dan anarki" yang bisa terjadi.

Peringatan tersebut muncul setelah setidaknya dua orang tewas dalam protes pada Minggu (21/2/2021). Ancaman pada pengunjuk rasa kemarin merupakan kekerasan terparah dalam lebih dari dua minggu demonstrasi.

Baca juga: Inggris Desak PBB Tindak Pelanggaran HAM Myanmar, China, Rusia, dan Belarusia

Para pemimpin militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi dan menempatkannya dalam tahanan rumah. Pemimpin de facto Myanmar itu dituduh memiliki walkie-talkie ilegal dan melanggar Undang-Undang Bencana Alam negara itu.

Para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya aksi militer dan ingin Suu Kyi dibebaskan bersama dengan anggota senior partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinannya.

Tekanan asing terhadap para pemimpin militer juga tinggi. Pada Senin malam, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab juga menuntut pembebasan Suu Kyi.

Apa yang terjadi hari ini?

Demonstrasi sedang berlangsung di semua kota utama Myanmar. Pengunjuk rasa mengibarkan bendera dan menyorakan slogan protes.

Media lokal telah mengunggah gambar kerumunan besar-besaran yang berkumpul di berbagai bagian negara.

Thompson Chau, editor outlet media lokal Frontier, mengatakan protes hari ini terasa jauh lebih besar daripada sebelumnya.

“Lebih banyak jalan yang diblokir, jalan raya diblokir dan toko-toko tutup ke mana pun kita pergi," katanya kepada BBC World Service.

Baca juga: Militer Myanmar Tak Segan Bunuh Pedemo yang Ikut Mogok Massal

Menurutnya demo, hari ini lebih nyata merupakan pemogokan besar. Arti setiap orang tidak akan bekerja dan semua toko tutup.

Bahkan warga yang bekerja untuk perusahaan resmi negara, pelaporan dan departemen pajak, dokter pemerintah hingga insinyur, semuanya melakukan pemogokan.

Belum ada laporan kekerasan hari ini, meskipun ada peringatan keras yang disampaikan oleh militer di media pemerintah.

Protes Senin (22/2/2021), yang dijuluki "Revolusi 22222" karena berlangsung pada tanggal 22 Februari, dibandingkan oleh para pengunjuk rasa dengan demonstrasi pada 8 Agustus 1988.

Dalam demonstrasi, yang dikenal sebagai pemberontakan 8888 tersebut, Burma menyaksikan salah satu protes yang paling kejam dalam sejarah bangsanya.

Ketika itu Militer Burma yang menindak demonstrasi anti-pemerintah, menewaskan ratusan pengunjuk rasa. Untuk bagi banyak warganya, tanggal tersebut dipandang sebagai momen penting di Myanmar.

Baca juga: Demonstran Myanmar Serukan Mogok Massal, Junta Militer Langsung Keluarkan Ancaman

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com