Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mulai Rasakan “Perubahan” Pasca-kudeta, Warga Myanmar Suarakan Kekhawatiran di Medsos

Kompas.com - 02/02/2021, 16:54 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber BBC

"Tetangga saya baru saja menurunkan bendera NLD-nya. Ketakutan akan kekerasan itu nyata," tulis jurnalis dan peneliti Annie Zaman di Twitter.

Dia kemudian membagikan video pengibaran bendera di pasar lokal. Terlihat orang-orang menimbun persediaan penting dan mengantre di ATM.

Bank menangguhkan layanan karena koneksi internet yang buruk, tetapi menyatakan akan memulai kembali layanan mulai Selasa (2/2/2021).

Wartawan BBC Burmese Service Nyein Chan Aye mengatakan suasana di Yangon menggambarkan "ketakutan, kemarahan dan frustrasi".

Menurutnya setelah terburu-buru membeli kebutuhan pokok, seperti beras, banyak orang yang tinggal di dalam rumah menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.

Baca juga: Orang-orang Rohingya Rayakan Aung San Suu Kyi Ditangkap Militer Myanmar

Kekhawatiran masa depan

Ini adalah masa yang sulit secara ekonomi bagi banyak orang di Myanmar. Kondisi kudeta membuat banyak orang mengkhawatirkan hal-hal mendasar.

"Saya khawatir jika harga (barang) akan naik. Saya khawatir karena putri saya belum menyelesaikan sekolah (pendidikan). Ini baru setengah jalan. Juga ini adalah masa pandemi," kata Ma Nan, seorang pedagang di Yangon kepada BBC.

Than Than Nyunt, seorang ibu rumah tangga di Yanong, juga khawatir harga barang akan naik dan orang-orang akan memberontak.

“Saya berharap Aung San Suu Kyi dan rekan-rekannya akan dibebaskan lebih cepat," katanya.

Ketakutan menjadi nyata, jika kudeta ini berarti kembali ke jenis kehidupan di bawah pemerintahan militer pada 1990-an dan 2000-an.

Saat itu militer telah melancarkan kudeta berdarah pada 1988. Ribuan orang tewas ketika mahasiswa memimpin pemberontakan melawan pemerintahan satu partai bergaya Soviet.

Suu Kyi menjadi terkenal pada saat itu. Dia berjuang melawan aturan militer dan pelanggaran hak asasi manusia selama dua dekade, setelah militer menolak menerima kemenangan pemilihannya pada 1990.

Kehidupan di Myanmar dibayangi korupsi, harga yang berfluktuasi, penindasan terhadap kehidupan sehari-hari, kekurangan gizi kronis di beberapa daerah, dan perselisihan etnis di daerah lain.

Banyak yang sekarang khawatir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com