KOMPAS.com - Ketika Jeff Wicks pensiun, dia dan istrinya Julie memikirkan kehidupan mereka selanjutnya di Queensland, Australia.
Mereka menghitung kekayaannya cukup untuk kebutuhan sendiri dan memutuskan menyumbangkan seluruh sisa hartanya.
Pasangan ini mendirikan yayasan filantropi pribadi dan merupakan satu dari sekitar 1.600 yayasan serupa di Australia.
"Setiap tahun kami menyumbang mungkin hingga 10 kali lipat daripada yang kami butuhkan untuk hidup," ujar Jeff.
Selama ini, yayasan-yayasan pribadi di Australia beroperasi dengan cara menginvestasikan harta mereka atau korpus.
Baca juga: Covid-19, Rasisme, dan Perubahan Iklim Jadi Perhatian Kaum Muda di Pemilu Amerika Serikat
Keuntungan dari investasi itulah yang biasanya digunakan untuk sumbangan.
Namun kini semakin banyak orang kaya yang dermawan, seperti pasangan Jeff dan Julie, mendirikan yayasan yang secara sengaja dirancang untuk menghabiskan kekayaan mereka lewat sumbangan.
Mereka melihat tidak ada gunanya untuk terus mengundurkan waktu menyumbang, karena sumbangan tersebut dinilai sangat penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim.
Warga lainnya, Sue McKinnon dan suaminya John, juga menjalankan yayasan filantropi, yang akan menyumbangkan 10 juta dollar Australia atau sekitar Rp 100 miliar selama 10 tahun.
Awalnya, yayasan mereka ini direncanakan terus berlanjut di masa depan.
Tapi Sue mengatakan warisan terbaik yang bisa mereka tinggalkan adalah menghindarkan bencana perubahan iklim.
Yayasan McKinnon kini mengatasi perubahan iklim melalui sektor hukum dan keuangan.
Misalnya, mereka memberikan dukungan bagi pengacara David Barnden, yang berhasil menyelesaikan perkara melawan dana pensiun Rest terkait kebijakan perubahan iklim.
Yayasan yang dikelola para profesional ini juga akan menggelontorkan dana untuk menguasai saham atau kursi direksi suatu perusahaan.
Sue mengatakan advokasi bisa membuat frustrasi dan sulit diukur, namun dalam urusan itulah latar belakang bisnisnya turut berperan.