Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Transisi Presiden Tidak Berjalan, Celah Bagi Musuh dapat Susupi Keamanan Nasional AS

Kompas.com - 12/11/2020, 11:33 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

WASHINGTON, KOMPAS.com - Keamanan nasional Amerika Serikat dapat berisiko disusupi musuh ketika proses transisi jabatan tidak berjalan, setelah hasil pemilihan presiden digambarkan.

Dalam pilpres 2020, Donald Trump sebagai calon presiden petahana tidak mengambil sikap yang sama seperti pendahulunya, yang secara terbuka mengakui kekalahan.

Pada pilpres AS 2000, Al Gore adalah capres dari pemerintahan petahana yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden dari Bill Clinton, yang sudah tidak dapat mencalonkan diri lagi setelah 2 periode menjabat.

Al Gore dari Demokrat, saat itu berhadapan dengan George W. Bush, capres dari Partai Republik.

Setelah hasil pemilihan diumumkan dan nama Bush yang keluar sebagai pemenang, baik Gore dan Clinton menerima secara terbuka.

Clinton segera menyambut Bush dan sesuai prosedur ia membukakan laporan ulta-rahasia dari intelijen paling sensitif bangsanya, yang disebut sebagai President's Daily Brief (PDB).

Baca juga: Jajak Pendapat: 80 Persen Rakyat AS Setuju Joe Biden Menang Pilpres

Pakar keamanan dan intelijen nasional berharap Trump dapat mengubah pikirannya saat ini, dengan alasan perlunya presiden yang akan datang untuk sepenuhnya siap menghadapi masalah keamanan nasional apa pun pada Hari Pertama.

"Musuh kita tidak menunggu transisi terjadi," kata mantan perwakilan Republik Michigan Mike Rogers, yang adalah ketua komite intelijen DPR, seperti yang dilansir dari Associated Press pada Kamis (12/11/2020).

Joe Biden harus menerima President's Daily Brief mulai hari ini. Dia perlu tahu apa saja ancaman terbaru dan mulai merencanakannya. Ini bukan tentang politik, ini tentang keamanan nasional," tandasnya.

Para musuh AS dapat mengambil keuntungan dari masa transisi kepresidenan Amerika yang bermasalah dan masalah-masalah asing utama yang akan membebani Biden di awal ia masuk ke Ruang Oval, kantor kepresidenan.

Kecuali, Trump dapat memperpanjang atau merundingkan perjanjian senjata nuklir baru dengan Rusia sebelum Hari Pelantikan.

Baca juga: Ahli Sebut Tantangan Joe Biden Setelah Pilpres AS Mirip dengan Situasi di Indonesia

Biden hanya memiliki waktu 16 hari untuk bertindak, sebelum berakhirnya perjanjian terakhir itu, yang mengekang dua negara dengan persenjataan nuklir terbesar di dunia.

Mungkin mata-mata AS telah menerima informasi tentang garis batas Rusia dalam negosiasi itu, atau tentang senjata yang benar-benar ingin disembunyikan dari perjanjian itu.

Itulah jenis informasi yang mungkin ada dalam PDB, ringkasan harian tingkat tinggi, informasi rahasia dan analisis tentang masalah keamanan nasional yang ditawarkan kepada presiden sejak 1946.

Ini dikoordinasikan dan disampaikan oleh Kantor Direktur Intelijen Nasional dengan masukan dari CIA dan lembaga lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com