Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Perancis Marah menjadi Target Serangan Terorisme

Kompas.com - 31/10/2020, 08:59 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

PARIS, KOMPAS.com - Banyak warga Perancis teringat aksi penyerangan terorisme 4 tahun silam, ketika kepolisian mengumumkan tersangka pembunuhan 3 orang di gereja Nice, Perancis, adalah imigran asal Tunisia.

Empat tahun silam, tersangka ekstrimis Islam lainnya juga berasal dari Tunisia, yang mengendarai truk seberat 19 ton menyasar ke kerumunan orang yang tidak jauh dari gereja. Ada 80 orang tewas dari serangan itu.

Serangan gereja yang terjadi pada Kamis (29/10/2020), membangkitkan ingatan tentang serangan truk, membuat banyak warga Nice pada Jumat (30/10/2020) marah, dan ingin melawan pihak-pihak yang diyakini bersalah.

Baca juga: Ibu Pelaku Teror Penyerangan Pisau di Perancis Menangis dan Terkejut atas Perbuatan Anaknya

"Cukup bagi kami," kata salah satu warga Nice, Francois Bonson (38 tahun), di tempat kejadian serangan gereja, pada Jumat (30/10/2020), seperti yang dilansir dari Reuters pada Sabtu (31/10/2020).

"Kami terpaksa hidup dengan warga asing yang meludahi kami, yang meludahi Perancis," tambah Bonson.

Serangan truk yang terjadi pada 14 Juli 2016 ketika para warga Nice sedang menonton kembang api untuk memperingati Bastille Day, hari libur nasional Perancis.

Imigran asal Tunisia bernama Mohamed Lahouiej Bouhlel mengendarai trtuk Renault ke dalam kerumunan warga yang memadati pinggir pantai Promenade des Anglais.

Baca juga: Demo Anti-Perancis Menjalar ke Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan

Setelah kejadian, terjadi penembakan kepada pelaku oleh polisi. Kelompok ISIS kemudian mengatakan bertanggungjawab atas serangan truk itu.

Wali kota Nice, Christian Estrosi yang telah menjabat saat kejadian serangan truk itu terjadi, sempat menyinggung serangan truk itu, saat dia bergegas ke lokasi serangan gereja pada Kamis (29/10/2020).

"Nice, seperti Perancis dan mungkin lebih dari tempat lain di Perancis, membayar harga yang telalu tinggi, yang mana sekali lagi menjadi korban Islam-fasisme," kata Estrosi.

Surat kabar lokal Nice, Matin, menulis dalam editorial edisi Jumat (30/10/2020), "Trauma selamanya atas kejadian 14 Juli 2016, yang melekat dalam ingatan, warga Nice sekali lagi dihadapkan dengan barbarisme."

Baca juga: Twitnya soal Islam dan Perancis Dihapus Twitter, Mahathir: Tidak Adil

Muslim Perancis

Sejarah kota Nice dengan kekerasan semacam itu membantu menjelaskan mengapa pada Senin (26/10/2020), beberapa orang kecewa dan marah.

Boubekeur Bekri, wakil presiden regional Dewan Kepercayaan Muslim Perancis, mengatakan dia khawatir sentimen itu bisa berkembang menjadi penolakan terhadap komunitas Muslim.

Ada sekitar 1 juta Muslim yang tinggal di wilayah Provence Alpes Cote D'Azur, kota Nice, kata Bekri.

Pria ini mengatakan ingat bahwa setelah serangan di Nice pada 2016, wanita Muslim berkerudung diserang secara verbal di jalan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com