Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musisi Iran Reza Shajarian Wafat, "Suara Rakyat di Masa Sulit Telah Pergi"

Kompas.com - 09/10/2020, 08:27 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

TEHERAN, KOMPAS.com - Muhammed Reza Shajarian, musisi musik tradisional Persia yang bersuara khas dan mendukung protes massa pada pemilu presiden Iran tahun 2009 dikabarkan meninggal dunia di usia 80 tahun.

Shajarian memeriahkan musik tradisional Iran dengan gaya bernyanyinya yang melambung, menukik dan menggetarkan selama memusikalisasi puisi. 

Namun, beberapa tahun terakhir hidupnya, dia hanya bisa tampil di luar negeri setelah dia mendukung protes massa yang menentang pemilihan kembali presiden garis keras Mahmoud Ahmadinejad yang diperselisihkan.

Dia meminta kepada seluruh radio pemerintah Iran untuk tidak memutar lagu-lagunya.

"Setelah apa yang terjadi, saya berkata 'tidak mungkin' dan mengancam akan mengajukan keluhan terhadap mereka jika mereka terus menggunakan musik saya," kata Shajarian kepada Associated Press (AP) pada 2009.

Baca juga: Pemimpin Agama Iran di Denmark Paksa Kaum Wanitanya untuk Taati Aturan Perceraian yang Ilegal

Laporan TV setempat mengatakan bahwa Shajarian meninggal dunia pada Kamis, (8/10/2020), setelah melewati perjuangan panjangnya melawan kanker.

Putra Shajarian, Homayoun, dalam Twitternya mengatakan bahwa sang ayah telah "terbang" ke surga.

Dalam beberapa jam usai pengumuman wafatnya sang legenda, penggemar Shajarian mulai berkumpul di luar Rumah Sakit Jam di ibu kota Teheran, tempat penyanyi itu meninggal dunia.

Banyak yang menangis dan meratapi sosok Shajarian. Tampak seorang pria duduk di trotoar dengan kepala di tangan sambil menangis.

Seorang guru, Hasti Amini (34), mengatakan bahwa dia sangat sedih. Dia menggambarkan sosok Shajarian sebagai "suara rakyat di masa-masa sulit."

Penggemar lain, Paria Hosseini mengatakan, "Dia (Shajarian) adalah putra kebanggaan Iran. Dia orang besar yang sangat berharga bagi kami."

Semakin larut malam, para penggemar semakin padat dan menyalakan lilin untuk menghormati kepergian sang musisi yang sudah menjadi ikon nasional itu.

"Hati saya hancur," ujar Mojtaba Yousefi, pria berusia 65 tahun, seorang mekanik mobil yang menceritakan bagaimana lagu-lagu Shajarian yang diputar melalui radio selama perang Iran-Irak tahun 1980-an membawa "kenyamanan" padanya dan rekan-rekannya saat berlindung di parit.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengungkapkan belasungkawa di Twitter dengan mengatakan, "Maestro Shajarian adalah orang besar dan duta Iran sejati,"

Sementara Presiden Hassan Rouhani memuji lagu-lagu Shajarian sebagai lagu-lagu yang tak lekang oleh waktu.

Baca juga: Dipenjara Lagi, Musisi Iran Ini Tidak Kapok Hadirkan Penari dan Penyanyi Wanita dalam Proyeknya

Sepak terjang Shajarian

Shajarian mendukung gerakan Iran melawan Syah yang didukung Amerika. Dia mengundurkan diri dari posisinya di radio negara Iran menjelang Revolusi Islam 1979 Iran.

Setelah revolusi, suaranya yang khas masih digunakan radio negara Iran. Terutama untuk melantunkan doa berbuka puasa selama bulan suci Ramadhan.

Dia melantunkan doa berbuka dengan acapela, terdengar seperti suara yang datang dari menara-menara masjid dengan emosi yang meluap-luap dan membuat siapa saja yang mendengarnya merinding.

Tiket konsernya selalu habis, para penggemarnya selalu terpukau dengan 'melemparinya' bunga mawar.

Pada tahun 2009, ketika mantan presiden Ahmadinejad kembali memenangkan penghitungan suara, protes besar-besaran muncul dan membuat pasukan keamanan bertindak. 

Shajarian tidak disangka ikut menyuarakan penolakan dan mendukung oposisi. Ribuan orang ditahan, puluhan orang tewas dan banyak yang disiksa.

Pada bulan September 2009, hanya beberapa bulan setelah pemilihan, Shajarian menyanyikan "Zaban e Atash o Ahan," yang diterjemahkan dari bahasa Farsi sebagai "Bahasa Api dan Besi."

Di dalamnya, penyanyi itu memohon, “Letakkan senjatamu. Ayo, duduk, bicara, dengar. Mungkin cahaya kemanusiaan akan menembus hatimu juga."

Shajarian kemudian memberi tahu radio negara untuk berhenti menggunakan lagu-lagunya. Penindasan terhadap seniman sudah umum terjadi setelah Revolusi Islam, meskipun krisis 2009 membawa tindakan keras yang tak terlihat selama bertahun-tahun.

Baca juga: Pengunjuk Rasa di Iran Tahun Lalu Dicambuk, Dilecehkan secara Seksual dan Disetrum

“Ini jauh lebih besar sekarang karena pendirian yang diambil sebagian besar seniman terhadap mereka,” kata Shajarian kepada AP pada 2009.

“Untuk saat ini, mereka bergerak dengan sangat tenang. Tapi di masa depan, saya tahu akan ada konfrontasi antara seniman dan pemerintah ini. "

Pada tahun-tahun berikutnya, Shajarian menampilkan musik tradisional untuk orang Iran di luar negeri dan kemudian kembali ke Iran untuk mengajar menyanyi kepada banyak orang yang memujanya.

Shajarian lahir pada tahun 1940 di kota agamis Mashhad di timur laut Iran, sekitar 1.000 kilometer di timur ibu kota Teheran. Semasa kecil, dia mulai melantunkan bacaan kitab suci umat Islam, Al Quran.

Sepanjang hidupnya, dia menerima serangkaian penghargaan, termasuk penghargaan dari badan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNESCO.

Pada 1999, agensi memberinya Picasso Award dan pada 2006, dia menerima Mozart Medal untuk menghormati kontribusinya pada dunia musik.

Shajarian juga bekerja untuk menciptakan instrumen baru, mirip dengan yang dimainkan di era Persia yang bersejarah.

Bahkan menjelang akhir hidupnya, Shajarian tetap memiliki selera humor, muncul dalam video online yang menandai Tahun Baru Iran dengan kepala yang dicukur dan menyebut kankernya sebagai "tamu" dalam hidupnya.

Kantor berita resmi IRNA menyebut Shajarian sebagai artis yang "unik". Untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, TV pemerintah menayangkan dokumentasi sosok penyanyi tersebut.

Pada Kamis malam, Rumah Sakit Jam mengatakan jenazah Shajarian dibawa ke pemakaman Teheran, dalam persiapan untuk dipindahkan ke Toos, di mana dia akan dimakamkan.

Toos, sebuah kota di dekat tempat kelahiran Shajarian di Mashhad di provinsi Khorasan Razavi.

Ketika berita tentang tempat pemakaman menyebar ke kerumunan di luar rumah sakit, beberapa orang mulai berteriak menentang keputusan tersebut.

Para penggemar Shajarian menuduh keluarga almarhum telah memilih lokasi di bawah tekanan pemerintah.

Putra Shajarian, Homayoun yang berprofesi sebagai penyanyi seperti ayahnya, menyangkal hal ini dan memohon kepada para penggemar almarhuma ayahnya agar tidak mengubah pertemuan itu menjadi konflik politik.

"Seni lebih menghormati daripada politik," katanya.

Baca juga: Jalan-jalan Tak Pakai Jilbab, Wanita Iran Diludahi dan Dimaki Bapak-bapak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Global
PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

Global
Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Global
Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Global
Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Global
AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

Global
[POPULER GLOBAL] Miss Buenos Aires 60 Tahun tapi Terlihat Sangat Muda | Ukraina Mulai Pakai Rudal Balistik

[POPULER GLOBAL] Miss Buenos Aires 60 Tahun tapi Terlihat Sangat Muda | Ukraina Mulai Pakai Rudal Balistik

Global
Putin Berencana Kunjungi China pada Mei 2024

Putin Berencana Kunjungi China pada Mei 2024

Global
Eks PM Malaysia Mahathir Diselidiki Terkait Dugaan Korupsi 2 Anaknya

Eks PM Malaysia Mahathir Diselidiki Terkait Dugaan Korupsi 2 Anaknya

Global
TikTok Mungkin Segera Dilarang di AS, India Sudah Melakukannya 4 Tahun Lalu

TikTok Mungkin Segera Dilarang di AS, India Sudah Melakukannya 4 Tahun Lalu

Global
Suhu Panas Tinggi, Murid-murid di Filipina Kembali Belajar di Rumah

Suhu Panas Tinggi, Murid-murid di Filipina Kembali Belajar di Rumah

Global
 Paket Bantuan Senjata Besar-besaran AS: Taiwan Senang, China Meradang

Paket Bantuan Senjata Besar-besaran AS: Taiwan Senang, China Meradang

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com