LONDON, KOMPAS.com - Seorang anggota parlemen Inggris menuding China di balik rencana Barbados mencopot Ratu Elizabeth II sebagai kepala negara pada tahun depan.
Tom Tugendhat yang merupakan ketua komite luar negeri mengatakan, Beijing memainkan peran besar agar negara di Karibia itu menjadi republik.
Dia menuturkan Barbados dan China sudah menandatangani inisiatif "Sabuk dan Jalan" pada 2019, sehingga membuka gerbang perdagangan.
Baca juga: Tahun Depan, Barbados Hapus Ratu Elizabeth II sebagai Kepala Negara
Kepada The Times, Tugendhat menyatakan Beijing menggunakan investasi di infrastruktur dan diplomasi utang untuk mengontrol sebuah wilayah.
Politisi dari Partai Konservatif itu menjelaskan, sejak lama Inggris sudah mendapatkan tantangan yang bertujuan meruntuhkan aliansi mereka.
"Kini, kita sudah melihatnya di Karibia. Sejumlah pulau kini sudah bersiap mengganti Ratu dengan kaisar dari Beijing,' sindirnya.
Selama beberapa tahun terakhir dikutip Daily Mail Rabu (23/9/2020), "Negeri Panda" disebut sudah menggelontorkan miliaran dollar AS ke kawasan tersebut.
Tujuannya adalah supaya negara-negara Karibia bisa lepas dari pengaruh Barat, sementara mendekatkan mereka ke dekapan Beijing.
Data dari American Enterprise Institute menunjukkan, sejak 2005 mereka sudah mencairkan 7 miliar dollar AS (Rp 103,8 triliun) kepada enam negara Karibia.
Baca juga: Barbados Tawarkan Kemudahan Wisatawan Asing Menetap Selama Setahun
Dari jumlah tersebut, mereka sudah membangun jalan, pelabuhan, hingga kasino serta resor berrbintang lima yang berlokasi di Bahama.
Sementara enam negara sudah menjalin kesepakatan dengan Inisiatif Sabuk dan Jalan China. Termasuk di antaranya Jamaika, Barbados, serta Trinidad dan Tobago.
"Negeri Panda" dilaporkan bersikap baik dengan negara yang memutuskan mengakhiri hubungan diplomatik dengan Taiwan, dan mengakui partai komunis.
Pada 2005, mereka disebut menghadiahi Grenada sebuah stadion kriket senilai 55 juta dollar AS (Rp 814,9 miliar) karena berpindah dari Taiwan.
Adapun Barbados dilaporkan menerima 490 juta dollar AS (Rp 7,2 triliun) dari sektor pariwisata. Tapi, mereka diyakini juga mereguk untung dari sektor swasta lainnya.
Mereka kemudian menandatangani nota kesepahaman mengenai inisiatif tersebut, yang isinya komitmen pengembangan penerbangan hingga pertanian.
Baca juga: Trump Mengecam China saat PBB Memperingatkan Perang Dingin