Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Shehab Peluk Erat Jenazah Ibunya Korban Serangan Israel

RAFAH, KOMPAS.com - Serangan Israel di Rafah Jalur Gaza membawa luka dalam bagi rakyat Palestina. Terlebih para korban tewas dan keluarganya.

Seperti yang dialami Shehab Omar Abu al-Hanud (19). Dia harus rela berpisah dengan ibunya yang menjadi korban serangan Israel.

"Nama saya Shehab Omar Abu al-Hanud. Ibuku meninggal. Namanya Ghada Youssef Ahmed Abu al-Hanud," ucap Shehab saat diwawancara Al Jazeera pada Senin (19/2/2024).

Sebuah foto dan video Shehab menempel pada tubuh ibunya yang terbungkus kain kafan di ranjang rumah sakit di Rafah, dan darah merembes melalui kain kafan tersebut, Senin lalu telah beredar di media sosial.

Dikutip dari Al Jazeera pada Senin (19/2/2024), Shehab menghabiskan lebih dari satu jam memeluk erat sang ibunda dan tidak menanggapi siapa pun.

Dia tidak bergerak sama sekali sambil memeluk ibunya yang sudah meninggal. Tentu dia sangat terluka karena harus kehilangan ibunya yang menjadi tumpuan hidupnya.

Ribuan orang tergerak melihat kehilangan dan rasa sakitnya dari gambar foto dan video pelukan putus asa yang diiringi musik yang memilukan.

Shehab harus belajar dewasa

Shehab yang masih dirawat oleh ibunya itu kini harus belajar menjadi dewasa dan mengendalikan emosinya.

"Dia adalah segalanya bagiku. Dia adalah ibu saya, saudara perempuan saya, dan teman saya. Hidup tanpanya tidak ada artinya," kata dia.

"Ramadhan akan datang dan tanpa ibuku. Lalu Idul Fitri tanpa ibuku. Tidak ada yang bisa merasakan apa yang saya alami. Saya mempunyai hak untuk mempunyai seorang ibu, hak untuk tinggal bersama ibu saya," ucapnya.

Menurut dia, Ghada adalah malaikat dalam wujud manusia yang selalu ada untuk membantu orang-orang yang membutuhkannya, puas membantu mereka secara diam-diam tanpa meminta imbalan apa pun.

Usahanya untuk menahan air mata terputus-putus saat ia berbicara kepada Al Jazeera, mata cokelatnya juga terisia air jernih saat ia mengedipkan mata.

Ghada seperti malaikat bagi Shehab

Ghada adalah satu-satunya orang yang tewas di gedung tempat 45 orang berlindung malam itu.

Sampai sesaat sebelum serangan, dia tinggal bersama orang tuanya di Tal as-Sultan, namun dia kembali ke Rafah untuk bersama anak-anak dan suaminya.

Mereka berempat tertidur dalam satu kamar, orang tuanya di tempat tidur dan Shehab serta adik laki-lakinya di atas kasur di lantai.

Shehab belum tidur dan terbangun lalu menelusuri ponselnya ketika serangan pertama terjadi, mendarat di belakang rumah untuk menghantam masjid.

Semua orang bangkit, bergegas keluar ruangan. Namun ibunya berhenti sejenak, dia ingin mengenakan jubah isdal untuk menutupi dirinya sebelum meninggalkan rumah.

Tapi dia tidak punya cukup waktu untuk menarik jubah itu sebelum serangan lain terjadi, dan puing-puing menghujani semua orang.

Harapan Shehab bahwa ibunya telah keluar dengan cepat pupus, lalu mereka menemukan Ghada di bawah lemari yang jatuh menimpanya.

"Kami terus memanggil namanya, memintanya untuk berbicara dengan kami tetapi dia tidak dapat menjawab. Dia terluka sangat parah," tutur Shehab.

Ayahnya mengangkat Ghada ke bahunya untuk membawanya ke rumah sakit, namun mereka berhenti di depan pintu untuk menutupinya dengan jubah seperti yang telah dia coba lakukan.

Rumah sakit penuh dengan orang-orang yang terluka, namun mereka akhirnya bisa mendapatkan tandu untuk membawanya ke tenda tempat orang-orang terluka dirawat.

Setelah dokter memeriksanya dan mengatakan kepada mereka bahwa tidak ada harapan dan Ghada harus dipindahkan ke tenda tempat orang meninggal.

Ghada masih bernapas, namun dokter tersebut tampaknya telah mengambil keputusan yang menyakitkan untuk menghemat sumber daya yang dimiliki rumah sakit agar seseorang dapat bertahan hidup.

Keluarganya melawan dan memprotes hingga dokter mengalah dan memerintahkan agar Ghada dipindahkan kembali ke tenda perawatan dan memberinya cairan infus dan oksigen.

Ghada berhasil bertahan hidup selama 40 menit berikutnya, memandang keluarganya seolah-olah dia memiliki banyak hal yang ingin dia katakan.

Di situ, Shehab masih bisa tinggal bersama ibunya sampai dia pergi untuk selama-lamanya.

https://www.kompas.com/global/read/2024/02/20/082103470/shehab-peluk-erat-jenazah-ibunya-korban-serangan-israel

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke