Taliban yang menamai pemerintahan mereka dengan Emirat Islam Afganistan dan memerintah menurut cara-cara Islam, kini justru membuat kebijakan dengan melarang umat Islam untuk berpengetahuan.
Fakta Taliban melarang perempuan untuk berpendidikan menunjukkan bahwa gerakan yang bergerak atas nama Islam tidak selalu menunjukkan nilai-nilainya universal.
Gerakan yang mengatasnamakan Islam memang tak jarang melawan semangat dan ajaran Islam itu sendiri. Kebijakan Taliban adalah salah satunya.
Oleh sebab itu, pelarangan Taliban atas pendidikan bagi perempuan mesti ditolak dan dilawan. Seluruh dunia Islam harus bergerak dan mengecam larangan berpendidikan itu.
Dan pemerintahan Taliban juga tidak layak disebut sebagai pemerintahan Islam sebab kebijakannya, selain merusak citra Islam juga membuat umat Islam kian terbelakang.
Jamaluddin Afgani, seorang pembaharu Islam asal Afghanistan (1838-1897) lebih satu abad lalu telah menyatakan dengan tegas bahwa salah satu sebab umat Islam tertinggal dari Barat adalah karena umat Islam menjauh dari ajaran Islam.
Ajaran Islam yang dimaksud adalah tentang pentingnya pendidikan, ilmu pengetahuan dan sains.
Pada masa kemunduran umat Islam, setelah kekhalifahan Abbasiyah dihancurkan oleh Hulagu Khan pada tahun 1257, umat Islam kehilangan dokumen pengetahuannya.
Buku-buku tentang astronomi, kedokteran, sejarah, filsafat, teologi dan sains dihanyutkan oleh Hulagu Khan ke sungai Tigris. Air sungai Tigris itu sampai berubah menjadi hitam saking banyaknya buku yang dimusnahkan.
Sejak masa itu, umat Islam kehilangan pengetahuan dan hidup dalam penjajahan hingga abad 18. Pada awal abad 19 barulah kehidupan umat Islam bangkit kembali lewat modernisasi Islam dan penerjemahan buku.
Sejak masa itu, kehidupan umat Islam di berbagai wilayah menunjukkan eksistensinya hingga sekarang.
Selama lebih lima abad lamanya umat Islam hidup dalam kejumudan, tidak menguasai ilmu dan sains hingga tertinggal dalam pergaulan dunia dan terjajah oleh Eropa.
Ketika umat Islam sedang giat-giatnya menyonsong kemajuan, membangun pendidikan, sains dan teknologi, pemerintah di tempat kelahiran Jamaludin Afghani justru berjalan menuju kemunduran kembali.
Taliban menyongsong gelap
Dari kabar yang beredar, alasan Taliban melarang perempuan melanjutkan pendidikan di universitas adalah karena ada studi yang dianggap tidak sesuai dengan budaya Afghanistan.
Perempuan yang mengambil kuliah pertanian dan teknik, disebut oleh Taliban menyalahi budaya Afghanistan.
Taliban yang mengklaim sebagai pemerintah Islam dalam konteks ini lebih mengedepankan pentingnya budaya daripada ajaran Islam.
Budaya tersebut, sebagai mana budaya yang dilawan oleh para pembaharu Islam abad XX, adalah membatasi pendidikan untuk perempuan.
Taliban tidak akan mengizinkan perempuan bekerja di publik dan membedakan peran perempuan secara jender.
Taliban agaknya sedang menerapkan suatu pandangan dikriminatif yang tidak lagi relevan dengan kehidupan saat ini. Taliban sedang menuju kegelapan peradaban.
Taliban kiranya perlu melakukan pembaharuan pemikiran keislaman bila ingin melanjutkan pemerintahan di Afghanistan. Melihat kebijakan yang diambil saat ini, pemikiran Taliban tentang Islam adalah pemikiran masa kelam atau masa kemunduran umat Islam.
Sekarang sudah abad XXI, abad di mana seluruh umat Islam dunia sedang berusaha keras untuk mencapai kemajuan kehidupan dalam berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial, pendidikan, pengetahuan, dan sains.
Qatar, beberapa hari lalu, melalui sepak bola telah mengubah citra Arab dan Islam sebagai komunitas yang maju, toleran, dan berperadaban. Namun tiba-tiba citra itu seakan digerus oleh Taliban lewat kebijakan pendidikan yang diskriminatif.
Membatasi pendidikan untuk perempuan secara diskriminatif tidak hanya bertentangan dengan prinsip universal Islam, tetapi juga tidak sejalan dengan prinsip dasar kehidupan modern tentang hak asasi manusia.
https://www.kompas.com/global/read/2022/12/24/073000970/taliban-dan-kebijakan-diskriminatif