Dalam view yang disampaikan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono pada saat acara, forum ANCM adalah sebuah platform untuk membahas tantangan bersama yang dihadapi. Menurut Laksamana Yudo, selama-berabad-abad Asia Tenggara menjadi sebuah kawasan strategis yang menyediakan rute penting perdagangan serta jalur komunikasi laut dunia.
Lingkungan strategis global yang dinamis telah melahirkan tantangan maritim yang kompleks. Di tengah isu maritim yang seperti itu, Asean sebagai satu-satunya perkumpulan negara di Asia Tenggara dituntut memainkan peran penting sebagai karakter utama.
Dalam kaitan masalah Laut China Selatan, organisasi itu diharapkan bisa menciptakan rasa aman bagi pihak-pihak yang bersengketa serta mempromosikan Asean sebagai poros dalam penyelesaiannya. AL Asean memegang peran utama dalam menjamin ”ketertiban di laut”.
Di samping itu, masih menurut Yudo, misi AL Asean juga untuk menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran. Jelas sebuah perpaduan yang unik.
AL Asean diharapkan dapat mewujudkan misi tersebut melalui kerja sama. Karena, disadari, tidak ada negara yang dapat mengatasi isu keamanan maritim sendirian. Masalah keamanan maritim menuntut pendekatan yang komprehensif untuk menghadapi tantangan yang kompleks seperti menjaga kedaulatan, mencegah kegiatan ilegal di laut, mengurangi polusi laut serta mencegah hilangnya habitat dan keanekaragaman hayati.
Laksamana TNI Yudo Margono amat berharap ANCM bisa menjadi wahana untuk membahas tantangan AL se-Asean. Ia mengingatkan, forum itu hendaknya dapat menghasilkan tindakan yang lebih nyata.
Sejauh ini tanpa langkah nyata
Inilah masalahnya. Sejak digelar pertama pada 2006, Asean Navy Chief Meeting cenderung hanya menjadi ajang seremonial di antara para kepala staf AL Asean.
Hampir tidak ada langkah nyata dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul seperti maritime dispute, masalah keamanan maritim perompakan (piracy), armed robbery dan penyelundupan – narkotik, manusia, dan lain-lain.
Sebetulnya ada program latihan bersama yang melibatkan AL se-Asean, yaitu Asean Multinational Naval Exercise (ANMEX). Sudah diselenggarakan beberapa kali sejak diinisiasi pada 2017. Latihan bersama ini kurang mendapat perhatian, terutama dari pantauan media, karena dilaksanakan tiga tahun sekali.
Para kepala staf AL Asean menyepakati dalam pertemuan ANCM ke -16 agar pelaksanaan ANMEX ditingkatkan menjadi dua tahun sekali. Disepakati pula latihan itu akan digelar tahun depan dan menunjuk Filipina sebagai tuan rumah.
Latihan itu hanya melibatkan AL Asean. Para kepala staf memutuskan pula bahwa keterlibatan AL di luar Asean hanya bisa dilakukan setelah latihan ANMEX tuntas dan keterlibatan pihak eksternal itu harus disepakati terlebih dahulu oleh para kastaf AL Asean. Kebijakan ini diambil dengan mengacu kepada prinsip “Asean Centrality”.
Ada beberapa alasan mengapa sampai saat ini belum ada langkah nyata ANCM. Pertama, ada perbedaan sudut pandang di antara AL Asean terhadap isu maritime dispute, maritime security, dan great powers competition.
Dengan perbedaan yang ada, sangat sulit membangun visi yang sama dalam menyelesaikan persoalan tadi. Ambil contoh dalam isu great powers competition. Beberapa AL Asean malah menjadi bagian atau allies dari para pihak berkompetisi, dalam hal ini AS.
Sementara itu, terkait maritime dispute persoalan ini sepenuhnya berada di luar kewenangan AL masing-masing anggota Asean. Isu ini, terkait dengan perbatasan laut, ditangani oleh pihak Kementerian Luar Negeri masing-masing melalui serangkaian perundingan panjang yang tidak pernah diketahui oleh AL kapan selesainya.
Karena itu, manakala terjadi kontak antara AL di perairan perbatasan disikapi dengan pendekatan militer, dalam hal ini membuka kontak senjata.
Adapun terkait maritime security (perompakan, trafficking, dan lain-lain) terjadi rekonfigurasi di masing-masing negara anggota Asean di mana keterlibatan coast guard makin ditingkatkan. Hanya saja, muncul masalah dalam pelibatan mereka karena tidak ada prosedur yang mengaturnya.
Alasan kedua. Adanya perbedaan dalam kemampuan teknis – kapal, personel, pangkalan, dan sebagainya – di antara AL Asean. Ada angkatan laut yang dari sisi teknis sangat maju, tetapi tidak sedikit pula yang bermodalkan kapal-kapal tua.
Dalam kalimat lain, terjadi kondisi asimetris di antara AL Asean dan ini sampai derajat tertentu mempengaruhi komitmen mereka terhadap peran yang lebih besar sebagaimana yang disampaikan Laksamana TNI Yudo Margono di atas.
Ketiga, ANCM tidak bisa berbuat banyak karena dalam kerangka berpikir Asean sebagai organisasi negara-negara di Asia Tenggara, upaya kerja sama yang bersifat operasional/teknis sangat sulit dilakukan. Institusi ini tak lebih forum pertemuan.
Lihatlah ARF, ADMM dan lainnya yang juga tidak bisa lebih jauh kiprahnya selain menghasilkan kajian, makalah, buku atau bentuk terbitan lainnya. Sekadar catatan, forum ANCM berada dalam kerangka ADMM.
Gagasan joint surveillance
Ada catatan untuk gagasan joint surveillance yang diungkapkan sebelumnya di atas. Gagasan ini sebenarnya sudah beredar terbatas di berbagai forum diskusi internal TNI AL.
Sayangnya, ide ini sepertinya akan sulit diwujudkan karena bisa menimbulkan kecurigaan di antara AL Asean. Maksudnya begini. Aktivitas surveillance tentulah melibatkan berbagai aset – teknologi, piranti lunak, personil, dll – yang penempatannya tentu saja rahasia.
Bila penempatan aset ini dilakukan di negara lain, tentu akan memicu ketegangan jika diketahui oleh negara tempatan. Biasanya dalam kegiatan information sharing di antara AL, keberadaan aktivitas surveillance ini rawan terbongkar.
Karena para pihak, khususnya negara yang dipantau, akan menanyakan bagaimana informasi itu didapat. Karenanya, kegiatan yang lebih mungkin dilakukan oleh AL Asean adalah information sharing dibanding joint surveillance.
Dalam information sharing para pihak yang terlibat hanya mempertukaran data yang bersifat non-classified saja agar tidak ada gesekan dengan pihak lain.
Apapun pilihannya – joint surveillance atau information sharing – yang jelas TNI AL menempati posisi yang amat sentral di kawasan Asia Tenggara dan pemberdayaan atau penguatannya melalui berbagai kerja sama internasional berarti pula memberdayakan keamanan (maritim) kawasan.
Semoga.
https://www.kompas.com/global/read/2022/09/05/103651870/sebuah-catatan-tentang-asean-navy-chiefs-meeting-ke-16