LONDON, KOMPAS.com - Pemerintah Inggris mencatat penurunan kasus Covid-19 untuk hari kelima berturut-turut pada Selasa (3/8/2021). Kematian harian naik sedikit menjadi 138 hari itu, tetapi jumlahnya di bawah 100 selama hampir seminggu.
Kondisi ini jauh dari prediksi sebelumnya, ketika Menteri Kesehatan Inggris yang baru, Sajid Javid, memperingatkan negara itu tentang kemungkinan 100.000 kasus setiap hari pada awal musim panas.
Terlepas dari peringatan itu, pemerintah Inggris mencabut semua pembatasan Covid-19 yang tersisa terkait jarak sosial dan mandat penggunaan masker pada 19 Juli. Perdana Menteri Boris Johnson menyebut hari itu sebagai "Hari Kebebasan".
Namun, kebijakan itu sempat dikritik sebagai langkah yang tidak bertanggung jawab, di tengah kekhawatiran gelombang ketiga Inggris yang didorong oleh varian delta yang sangat menular.
"Kebijakan yang mematikan," kata Dr Gabriel Scally, pakar kesehatan masyarakat terkemuka di Universitas Bristol.
"Kebodohan epidemiologis," ujar seorang pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Tetapi kemudian, kasus turun sekitar 40 persen, dan kematian serta rawat inap tetap rendah, meskipun semua pembatasan telah berakhir.
Kondisi terbaru di Inggris itu menimbulkan kebingungan di belahan dunia lain, yang masih berjuang menangani varian delta, termasuk di China.
Banyak yang menduga, kondisi itu terjadi karena tingkat vaksinasi yang tinggi di Inggris. Lebih dari 72 persen dari semua orang dewasa telah menerima dosis penuh vaksin Covid-19.
Kantor Statistik Nasional Inggris baru-baru ini mengumumkan bahwa diperkirakan 92 persen dari populasi di Inggris memiliki antibodi, baik melalui vaksinasi atau melalui infeksi Covid-19 sebelumnya.
Namun beberapa ahli seperti profesor epidemiologi genetik Tim Spector dari King's College London, menyebut data tersebut tidak benar.
Dalam wawancara dengan Sky News, Spector mengatakan penurunan tiba-tiba dalam kasus "tidak pernah terjadi dalam pandemi".
Menurutnya yang terjadi saat ini di Inggris kemungkinan karena kurangnya orang muda yang dites, dan kasus tanpa gejala yang tidak dihitung dalam angka yang dilaporkan resmi.
Tapi argumen itu ditentang oleh, John Edmunds, seorang ahli epidemiologi dan anggota Komite Penasihat Ilmiah untuk Keadaan Darurat yang memberi nasihat kepada pemerintah Inggris tentang kebijakan Covid-19.
Kepada ABC News, Edmunds menjelaskan beberapa keadaan penting yang muncul dan dapat menjelaskan penurunan kasus yang tiba-tiba di Inggris.
1. Lonjakan infeksi Euro 2020
Menurutnya, lonjakan sempat terjadi sebagian besar dipicu oleh kembalinya perilaku normal dan non-pandemi, selama kejuaraan sepak bola Euro 2020. Tapi infeksi itu menurutnya sebagian besar telah mereda.
"Euro adalah gambaran sekilas tentang apa yang akan terjadi jika kami mulai kembali ke perilaku yang jauh lebih normal dan kembali untuk menonton sepak bola dan sebagainya," kata Edmunds.
"(Jadi) Tiba-tiba kasus melonjak."
Tetapi menurut survei perilaku Edmunds, sejak turnamen selesai, orang Inggris tidak lagi pergi ke pub dan kelub malam. "Perilaku masyarakat saat itu jauh dari perilaku normal," katanya, meskipun tidak ada batasan lagi.”
2. Isolasi dini melalui tracing
Tak lama setelah Euro, pada pertengahan Juli, aplikasi pelacakan kontak pemerintah Inggris juga terlibat dalam situasi yang dikenal sebagai "pingdemi." Peristiwa ini memicu adanya pembatasan lainnya.
Ratusan ribu orang di seluruh Inggris tiba-tiba diperintahkan untuk mengasingkan diri di rumah. Aplikasi memberi tahu mereka telah melakukan kontak dengan seseorang yang dites positif terkena virus.
Bisnis dihadapkan dengan kekurangan staf. Kekacauan bahkan terjadi di Bandara Heathrow di London, ketika tiba-tiba ratusan staf keamanan disuruh pulang dan mengisolasi.
3. Liburan sekolah
Faktor kunci lainnya yang mendukung penurunan kasus Covid-19 Inggris diduga karena penutupan sekolah selama liburan musim panas.
Adapun selama tahun ajaran baru dimulai, anak sekolah dan guru secara teratur menjalani tes Covid-19. Tetapi mereka tidak diuji saat liburan musim panas.
“Istirahat” itu tampaknya tidak hanya menyebabkan penurunan dalam tes harian, tetapi juga dalam penyebaran virus antara anak-anak, orang tua dan guru, kata Edmunds.
"Penutupan sekolah sangat penting, dan kami telah melihat efeknya selama pandemi, dengan pembukaan dan penutupan sekolah," katanya.
"Tapi itu (penutupan sekolah) menjadi jauh lebih penting sekarang, karena kami (Inggris) telah memusatkan begitu banyak infeksi (Covid-19) ke kelompok usia yang lebih muda sementara mereka tidak divaksinasi."
Pemerintah Inggris telah membuka izin vaksinasi untuk kaum muda dalam waktu tiga bulan setelah menginjak usia 18 tahun.
Penasihat kesehatan mengatakan ada sedikit manfaat untuk memvaksinasi anak-anak, karena sangat sedikit yang sakit parah atau meninggal karena virus.
Saat ini tidak ada vaksin yang diizinkan untuk digunakan pada anak-anak di bawah 12 tahun, meskipun beberapa anak yang dianggap berisiko tinggi terhadap Covid-19 diizinkan untuk divaksinasi berdasarkan aturan saat ini.
Kembalinya sekolah dan bisnislah yang membuat Edmunds khawatir.
"Ketakutan saya selalu September ketika sekolah dibuka kembali, dan saya pikir pada saat itu, bisnis, perusahaan, organisasi akan mulai meminta karyawan untuk kembali ke kantor," katanya.
"Saya harap mereka tidak melakukannya, tetapi jika mereka melakukannya, saya pikir kita akan melihat lonjakan kasus lain di musim gugur."
https://www.kompas.com/global/read/2021/08/05/193346470/kasus-tetap-rendah-setelah-pembatasan-covid-19-dihapus-sudahkan-inggris