Israel, yang memang menentang pengembangan nuklir Iran selama bertahun-tahun, menuduh Raisi sebagai "pembunuh massal".
Bennett bahkan mengatakan, pemilihan Raisi adalah "kesempatan terakhir bagi kekuatan dunia untuk bangun", melawan proyek nuklir Iran.
Dilansir Daily Express, Bennett, tak segan menuduh Raisi dan proyek nuklirnya sebagai pembunuh massal dan algojo brutal.
“Rezim algojo brutal tidak boleh dibiarkan memiliki senjata pemusnah massal yang memungkinkannya untuk tidak membunuh hanya ribuan, tetapi jutaan manusia,” ujar Bennett.
Sementara itu, juru bicara kementerian luar negeri Israel Lior Haiat, menggambarkan Raisi sebagai "seorang ekstremis yang bertanggung jawab atas kematian ribuan orang Iran".
Salah satu sumber dari Pemerintah Israel juga mengatakan hal senada.
"Tidak akan ada pilihan lain selain kembali dan menyiapkan rencana serangan untuk program nuklir Iran," ujarnya.
“Walaupun itu akan membutuhkan anggaran dan realokasi sumber daya,” tambahnya.
Sementara itu, kepala intelijen Israel yang mengundurkan diri Yossi Cohen, mengklaim bahwa agen mata-mata Mossad berada di balik serangkaian serangan sabotase baru-baru ini.
Sabotase Mossad dituduh menargetkan situs dan personel nuklir Iran.
Sebelumnnya pada 11 April, Iran memang melaporkan kerusakan kritis pada sentrifugal fasilitas nuklir Natanz.
Serangan di Natanz awalnya digambarkan hanya sebagai pemadaman listrik
Tapi kemudian para pejabat Iran mulai menyebutnya sebagai serangan.
"Zionis ingin membalas dendam karena kemajuan kami dalam mencabut sanksi," ujar Menteri Luar Negeri Iran saat itu, Mohammad Javad Zarif.
https://www.kompas.com/global/read/2021/06/21/205744270/terkait-nuklir-pm-baru-israel-sebut-presiden-baru-iran-algojo-brutal