Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

“Shuttle Diplomacy” Menlu Retno: Antara Isu Kudeta Militer dan Krisis Kemanusiaan Rohingya

Pada masa pemerintahan sipil NLD, Suu Kyi tidak saja memalingkan wajah dari penderitaan warga Rohingya yang menjadi korban kekerasan militer Myanmar, tetapi juga membela militer di Mahkamah Internasional pada 2019 atas kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap warga Rohingya.

Setelah mengabaikan komunitas internasional, pemerintah sipil Myanmar kini meminta bantuan dan dukungan mereka dalam menghadapi junta militer yang saat ini menahan Suu Kyi dan sekutunya di NLD, Presiden Win Myint.

Pada sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 26 Februari 2021, Kyaw Moe Tun, Duta Besar Myanmar untuk PBB, meminta negara anggota untuk mendukung pemerintahan sipil pimpinan Suu Kyi dengan ikut mengecam kudeta yang dilakukan junta militer pada 1 Februari, menolak mengakui rezim militer, dan mengharapkan pemimpin dunia untuk menghormati hasil pemilu yang dimenangkan oleh NLD.

Pemerintah Indonesia sebaiknya tidak terburu-buru dalam memberikan dukungan kepada pemerintahan sipil pimpinan Suu Kyi sebelum ia bisa menjamin keamanan dan perlindungan hak asasi manusia bagi kelompok etnis Rohingya.

Kudeta militer

Penolakan warga Myanmar terhadap pemerintahan junta militer dan protes terhadap kudeta yang dilakukannya tidak hanya menyebabkan bentrok antara demonstran dan aparat, namun juga mendorong junta melakukan penangkapan, memutus internet, dan menambah jumlah pasukan dan kendaraan lapis baja di jalan-jalan.

Junta militer melakukan kudeta karena menilai pemerintah sipil gagal menyelenggarakan pemilu yang bersih pada November 2020.

Pada November lalu, NLD, partai berkuasa yang dipimpin Suu Kyi, mengklaim menang. NLD yakin telah mendapatkan jumlah suara yang cukup untuk menguasai parlemen dan membentuk pemerintahan, walaupun Komite Pemilu Myanmar belum mengumumkan hasil penghitungan suara resmi.

Menurut Jenderal Min Aung Hlaing, pemimpin kudeta Myanmar, banyak kecurangan terjadi dalam pemilu November lalu dan ia menilai pemerintah Myanmar gagal menyelidiki kecurangan-kecurangan tersebut.

Namun, Hlaing menolak menyerahkan sengketa pemilu tersebut kepada Komisi Pemilihan yang secara konstitusional berwenang menyelesaikannya.

Junta militer ingin menyelenggarakan pemilu ulang dan akan menyerahkan kekuasaan yang kini mereka pegang kepada partai pemenang pemilu.

Akan tetapi, dalam berbagai unjuk rasa, warga Myanmar menolak rencana pemilu ulang dan mendesak junta militer untuk membebaskan Suu Kyi dan anggota kabinet pemerintahan sipil.

Shuttle Diplomacy Menteri Retno

Kebijakan Indonesia untuk ikut berupaya mencari penyelesaian atas krisis di Myanmar merupakan keputusan yang tepat. Ini membuktikan, Indonesia mempraktikkan prinsip politik luar negeri bebas aktif dengan ikut menciptakan perdamaian dunia sesuai dengan amanah UUD 1945.

Sejatinya, shuttle diplomacy yang saat ini sedang dilakukan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk mencari solusi atas krisis politik di Myanmar bukan sesuatu yang baru.

Menlu Retno pernah melakukan shuttle diplomacy untuk mencari penyelesaian atas krisis kemanusiaan Rohingya di Negara Bagian Rakhine pada September 2017. Ia terbang dari Jakarta, lalu berhenti di Singapura, Myanmar, Thailand, dan Banglades, dan kemudian kembali ke Jakarta.

Di Naypyidaw, ibu kota Myanmar, Retno bertemu Suu Kyi, panglima militer U Min Aung Hlaing, Menlu Kyaw Tin, dan penasihat keamanan U Thaung Tun. Setelah sembilan jam di Naypyidaw, Retno kembali ke Yangon untuk bertemu dengan utusan PBB.

Di Dhaka, ia bertemu dengan Menlu Banglades Abul Hassan Mahmood Ali, Perdana Menteri Sheikh Hasina Wazed, dan perwakilan Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) di Banglades Tayba Sharif.

Untuk mencari penyelesaian atas isu kudeta di Myanmar, Menlu Retno telah menggelar pertemuan trilateral dengan Menlu Thailand Don Pramudwinai dan Wunna Maung Lwin, Menlu Myanmar yang ditunjuk oleh junta militer, di Thailand pada 24 Februari 2021.

Dalam pertemuan tersebut, Menlu Retno menyampaikan posisi Indonesia yang meminta pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik untuk menempatkan keselamatan rakyat Myanmar sebagai prioritas utama.

Ia juga mendesak junta militer untuk membuka akses untuk kunjungan kemanusiaan dan menahan diri dari menggunakan kekerasan untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah.

Namun, dalam shuttle diplomacy yang dilakukannya, Menlu Retno juga sebaiknya perlu memastikan agar negara anggota ASEAN dan negara-negara di luar kemitraan ASEAN untuk tidak menambah sanksi di sektor-sektor tertentu yang langsung berdampak kepada rakyat.

Oleh karena itu, ia perlu meningkatkan komunikasi dengan menlu dari negara-negara yang menjadi investor utama di Myanmar seperti Singapura dan China.

Menlu Retno juga perlu untuk segera terbang ke Myanmar untuk berkomunikasi secara langsung dengan semua pihak, termasuk pejabat militer Myanmar dan Komite Perwakilan Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) yang dibentuk anggota parlemen dari NLD.

Ia perlu mendesak junta militer untuk tidak lagi menggunakan ancaman dan cara kekerasan seperti menembakkan peluru karet dan peluru tajam terhadap demonstran, karena kedua metode tersebut tidak akan efektif dalam menghentikan unjuk rasa, pemogokan nasional, dan pembangkangan sipil yang dilakukan warga.

Menlu Retno juga perlu mendesak junta militer untuk menghentikan penangkapan tokoh prodemokrasi, aktivis HAM, dan aktivis mahasiswa. Menurut Asosiasi Bantuan Independen untuk Tahanan Politik, sekitar 200 politisi dan aktivis telah ditangkap. Sebagian besar politisi yang ditangkap ialah anggota parlemen dari NLD.

Walaupun saat ini Menlu Retno mungkin sedang berfokus untuk membangun dialog untuk mencari penyelesaian atas isu kudeta militer di Myanmar, masyarakat Indonesia perlu untuk terus mengingatkannya agar pemerintah Indonesia tidak melupakan komitmennya untuk mengakhiri krisis kemanusiaan Rohingya.

Hingga saat ini, baik junta militer maupun pemerintah sipil NLD belum mengakui warga Muslim Rohingya sebagai bagian dari Myanmar walaupun mereka telah tinggal dan hidup di Negara Bagian Rakhine sejak abad ke-15.

Karena tidak diakui sebagai warga negara Myanmar, orang-orang Rohingya didiskriminasi. Pada saat pemilu pada November lalu, misalnya, mereka tidak diperbolehkan memberikan hak suaranya.

PBB bahkan menyatakan, militer Myanmar telah melakukan pembersihan etnis dengan intensi genosida terhadap warga Rohingya. Mereka diusir, disiksa, dan dibunuh. Rumah mereka juga dibakar.

Lebih dari 730.000 warga Rohingya kemudian melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine untuk menyelamatkan diri dari pembersihan etnis yang dilakukan oleh militer Myanmar.

Alih-alih mengecam kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer, Suu Kyi justru menyangkal pembersihan etnis dan kekerasan sistematik terhadap warga Rohingya.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sebaiknya melakukan pertimbangan yang mendalam sebelum memberikan dukungan kepada pemerintahan sipil pimpinan Suu Kyi karena ia belum berpihak kepada etnis Muslim Rohingya.

Menghormati dan melindungi hak asasi manusia merupakan salah satu prinsip di dalam Piagam ASEAN yang hingga saat ini belum ditaati oleh Myanmar sebagai anggota ASEAN.

 

https://www.kompas.com/global/read/2021/03/04/143233170/shuttle-diplomacy-menlu-retno-antara-isu-kudeta-militer-dan-krisis

Terkini Lainnya

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke