Dari ribuan orang yang dites Covid-19, hanya ditemukan 13 kasus atau 0,17 persen dari jumlah tersebut.
Tes virus corona dilakukan petugas setempat dari pintu ke pintu.
Selama akhir pekan lalu, polisi menutup permukiman miskin dan padat penduduk di sekitar 150 blok apartemen, tempat klaster Covid-19 muncul dalam beberapa pekan terakhir.
Sejumlah warga dan pemilik bisnis mengkritik kebijakan Hong Kong lockdown ini, tetapi para pejabat merasa ini diperlukan dan berharap tidak perlu diulang lagi ke depannya.
"Kami tidak menganggap operasi ini sebagai pemborosan tenaga dan uang," kata Menteri Kesehatan Sophia Chan kepada wartawan pada Minggu (24/1/2021), dikutip dari AFP.
Hong Kong adalah salah satu wilayah pertama yang terinfeksi virus corona setelah menyebar dari China tengah.
Kasus Covid-19 di Hong Kong mencapai lebih dari 10.000 dengan sekitar 170 kematian.
Mereka dapat menekan laju penularan dengan menerapkan social distancing ketat, tetapi berdampak parah pada perekonomian sepanjang tahun lalu.
Berita lockdown Hong Kong di akhir pekan bocor ke media lokal pada Jumat pagi (22/1/2021), dan warga terlihat beranjak pergi sebelum polisi tiba larut malam.
Kawasan yang di-lockdown memiliki populasi Asia Selatan yang banyak. Mereka kerap menghadapi diskriminasi dan kemiskinan, sehingga ada kritik atas penanganannya, seperti produk daging babi dalam bungkusan makanan untuk keluarga Muslim.
Pekan lalu seorang pejabat kesehatan senior dikecam lantaran menyebut etnis minoritas mungkin lebih mudah menyebarkan virus, karena suka berbagai mekanan, merokok, minum miras, dan mengobrol bersama.
Namun kritikus menyebut bahwa faktor penularan sebenarnya adalah kemiskinan dan minimnya permukiman yang terjangkau sehingga memaksa orang-orang hidup dalam kawasan sempit, bukan ras atau budaya.
https://www.kompas.com/global/read/2021/01/25/122154370/hong-kong-cabut-lockdown-usai-menguji-7000-orang-dalam-2-hari