Dalam pernyataan Penjabat Menteri Pertahanan Christopher Miller, serdadu yang bertugas di Afghanistan bakal turun dari 4.500 ke 2.500.
Kemudian jumlah tentara yang menjalani misi di Irak bakal dikurangi dari 3.000 personel ke 2.500, dengan penerapannya dilaksanakan tahun depan.
Miller menerangkan, pemulangan jumlah yang signifikan ini akan terjadi lima hari sebelum Joe Biden dilantik sebagai Presiden AS.
Pengumuman itu disampaikan meski sejumlah pejabat militer berusaha mengulur waktu pemulangan pasukan AS, terutama di Afghanistan.
Selain itu, keputusan ini berbeda dari janji Trump, di mana dia menekankan akan "menghentikan perang abadi" dan memulangkan semua prajurit.
Militer AS sudah berada di Afghanistan sejak Oktober 2001, di mana sekarang terdapat kekhawatiran Taliban masih menyerang pasukan pemerintah lokal.
Dilansir Sky News Selasa (17/11/2020), Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg memeringatkan penarikan prematur bisa berdampak buruk.
Salah satunya adalah ketakutan negara itu bisa kembali menjadi sarang teroris, dan bisa merencanakan serangan ke negara Barat.
Stoltenberg juga yakin, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) bisa bermarkas di Afghanistan setelah kehilangan kekuasaan di Irak dan Suriah.
Setidaknya dalam satu pekan terakhir, ISIS mengeklaim serangan di Afghanistan. Salah satunya penembakan di Universitas Kabul yang menewaskan puluhan orang.
Militer tidak menjawab pertanyaan dari awak media, hanya menyatakan Pentagon akan siap bergerak jika kondisi dua negara memburuk.
"Jika pasukan teror yang hendak mengganggu stabilitas kembali berulah, kami siap mengerahkan kemampuan untuk menggempur mereka," janji Militer.
Sementara Penasihat Keamanan Nasional Robert O'Brien menuturkan penarikan pasukan itu merupakan hak prerogatif Trump selama menjabat.
"Pada Mei, Presiden Trump berharap bahwa seluruh (pasukan AS) bisa dipulangkan semuanya dan kembali dengan selamat," paparnya.
https://www.kompas.com/global/read/2020/11/18/110228270/pasukan-as-di-irak-dan-afghanistan-bakal-dikurangi-secara-drastis-ini