Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Australia dan China Terus Bersitegang soal Penyelidikan Asal-usul Covid-19

KOMPAS.com - Upaya Australia yang ingin mendorong penyelidikan asal-usul Covid-19 terus menimbulkan ketegangan dengan China. Australia bahkan digambarkan sebagai "permen karet yang menempel di sepatu China".

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne sebelumnya mendorong adanya penyelidikan menyeluruh atas asal-usul pandemi Covid-19, termasuk upaya awal penanganan yang dilakukan China di Kota Wuhan.

Usulan ini mendapat dukungan bukan hanya dari kalangan pemerintah, seperti PM Scott Morrison dan Menteri Dalam Negeri Peter Dutton, melainkan juga dari pihak oposisi.

Menanggapi permintaan Australia, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menyebut usulan Australia sama sekali tidak berdasar.

"Keraguan mengenai transparansi China tidak hanya tak sesuai fakta, tapi juga tidak menghargai upaya dan pengorbanan luar biasa dari rakyat China," kata Geng Shuang.

Tak berhenti sampai di situ, Dubes China untuk Australia Cheng Jingye pada pekan lalu mengisyaratkan jika Australia terus mendorong penyelidikan ini, bisa saja konsumen di China berhenti membeli produk dan jasa Australia.

"Mungkin saja orang awam (di China) akan bilang, mengapa kita harus minum anggur Australia atau makan daging sapi Australia?" kata Cheng dalam wawancara dengan Australian Financial Review.

Pihak Australia yang menafsirkan pernyataan Dubes Cheng Jingye sebagai ancaman "tekanan ekonomi" menyatakan tidak akan mengubah kebijakannya.

Menteri Perdagangan Simon Birmingham menyebutkan, Pemerintah Australia telah menghubungi Dubes China terkait permasalahan ini.

"Australia tidak akan mengubah posisi kebijakan kami pada masalah kesehatan masyarakat karena adanya tekanan atau ancaman tekanan ekonomi," kata Menteri Birmingham.

"Jelas rakyat Australia berharap pemerintahnya memastikan perlunya transparansi dan penyelidikan atas kematian ratusan ribu orang di seluruh dunia untuk mencegah hal ini terjadi lagi," jelas Birmingham.

Ia menyatakan bahwa setiap perbedaan kebijakan Australia dan China seharusnya tidak akan mengganggu hubungan perdagangan kedua negara.

"Ekonomi kita adalah pemasok penting bagi ekonomi China, begitu pula ekonomi China memasok barang, sumber daya alam, dan jasa bagi perekonomian Australia," ucap Menteri Birmingham.

Manuver politik

Adapun Kedutaan Besar China di Canberra merilis penyataan setelah adanya panggilan telepon dari Sekretaris Departemen Luar Negeri, Frances Adamson ke Duta Besar Cheng Jingye.

Kedubes China menuduh Australia tengah melakukan permainan politik, dan menyinggung bahwa Adamson telah "berusaha keras" menjelaskan usulan penyelidikan Covid-19.

"Sekretaris Adamson mencoba yang terbaik untuk membela proposal Australia tentang penyelidikan independen, dengan mengatakan proposal tersebut tidak memiliki motif politik atau menargetkan China," kata jubir Kedubes China.

"Dia juga mengakui kini bukan saatnya untuk melakukan penyelidikan dan Australia tidak memiliki rincian proposal. Lebih lanjut dia menyampaikan, Australia tak ingin masalah ini berdampak pada hubungan Australia-China," tambahnya.

"Dubes Cheng menjabarkan dengan jelas posisi China, menekankan apa pun alasan yang dibuat pihak Australia, faktanya tidak dapat disembunyikan bahwa proposal tersebut adalah manuver politik," katanya.

Pada briefing yang dilakukan pada Senin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, menggambarkan desakan internasional untuk penyelidikan asal-usul Covid-19 dipastikan gagal.

"Sejumlah politisi berusaha melakukan manuver politik atas asal-usul (Covid-19) untuk menjelek-jelekkan negara lain, tetapi upaya mereka yang tidak populer ini tak akan pernah berhasil," ujarnya.

Sikap Australia yang terus mendorong penyelidikan Covid-19 memicu reaksi di kalangan media di China.

Seperti dilaporkan The Guardian, seorang editor media Pemerintah China, Hu Xijin, telah melontarkan pernyataan bahwa hubungan antara Australia dan mitra dagang terbesarnya, China, kemungkinan akan memburuk seperti halnya hubungan antara Beijing dan Washington.

Dalam salah satu unggahan di media sosial, Hu menyebutkan bahwa China perlu mempunyai kesadaran mengenai risiko melakukan bisnis dengan Australia, "dan juga ketika kita mengirimkan anak-anak kita untuk sekolah di sana."

"Australia selalu muncul, membuat masalah. Sudah seperti permen karet yang menempel di sol sepatu China. Terkadang kita harus mencari batu untuk melepasnya," kata editor tersebut.

Dorongan penyelidikan berlanjut

Menteri luar negeri, Marise Payne pada Senin lalu menyatakan adanya ancaman tekanan ekonomi justru semakin menguatkan dorongan untuk melakukan penyelidikan asal-usul COVID-19.

Perdana Menteri Scott Morrison sebelumnya telah meminta negara-negara anggota Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk mendukung penyelidikan independen ini.

Ia bahkan menyebutkan Australia akan mendorong penyelidikan internasional dalam sidang WHO pada 17 Mei mendatang.

Menteri Perbendaharaan Negara (Treasurer) Josh Frydenberg secara terpisah mengatakan pihaknya tetap mendorong penyelidikan ini.

Kepada stasiun TV Sky News dia mengungkapkan, "Kami tidak akan tunduk pada tekanan ekonomi. Kami akan terus menyuarakan kepentingan nasional Australia dan kami tidak akan menukar kepentingan kesehatan untuk kepentingan ekonomi."

Sementara Menteri Dalam Negeri, Peter Dutton menyatakan tidak mengerti mengapa China menolak upaya penyelidikan menyeluruh terhadap wabah ini.

Pemimpin Oposisi, Anthony Albanese mengatakan Australia menginginkan adanya hubungan positif dengan China tetapi harus dibangun atas kepercayaan dan transparansi.

https://www.kompas.com/global/read/2020/04/30/081312470/australia-dan-china-terus-bersitegang-soal-penyelidikan-asal-usul-covid

Terkini Lainnya

[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit 'Otak Cinta'

[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit "Otak Cinta"

Global
Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Global
Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Global
Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Internasional
New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

Global
Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Global
Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Global
Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza akibat Serangan Israel...

Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza akibat Serangan Israel...

Global
Arab Saudi Imbau Warga Waspadai Penipuan Visa Haji Palsu

Arab Saudi Imbau Warga Waspadai Penipuan Visa Haji Palsu

Global
China Beri Subsidi Rp 22,8 Juta ke Warga yang Mau Tukar Mobil Lama ke Baru

China Beri Subsidi Rp 22,8 Juta ke Warga yang Mau Tukar Mobil Lama ke Baru

Global
Atlet Palestina Bakal Diundang ke Olimpiade Paris 2024

Atlet Palestina Bakal Diundang ke Olimpiade Paris 2024

Global
Rangkuman Hari Ke-793 Serangan Rusia ke Ukraina: Serangan Jalur Kereta Api | Risiko Bencana Radiasi Nuklir

Rangkuman Hari Ke-793 Serangan Rusia ke Ukraina: Serangan Jalur Kereta Api | Risiko Bencana Radiasi Nuklir

Global
Hamas Pelajari Proposal Gencatan Senjata Baru dari Israel

Hamas Pelajari Proposal Gencatan Senjata Baru dari Israel

Global
Rektor Universitas Columbia Dikecam atas Tindakan Keras Polisi pada Pedemo

Rektor Universitas Columbia Dikecam atas Tindakan Keras Polisi pada Pedemo

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke