Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Waode Nurmuhaemin
Penulis

Praktisi pendidikan, penulis buku dan novel pendidikan

"Bullying" di Sekolah Elite: Realitas yang Tidak Terlihat

Kompas.com - 22/02/2024, 14:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEKOLAH elite selama ini sering dianggap sebagai tempat aman, di mana pendidikan berkualitas tinggi dan budaya akademis mendominasi.

Namun, di balik tirai prestise, kejadian perundungan di sekolah Binus School Serpong membuka mata bahwa kekerasan bukan hanya milik sekolah rakyat yang dihuni anak-anak miskin secara ekonomi dan paceklik perhatian orangtua dan lingkunganya.

Kekerasan juga bisa dialami dan dilakukan anak-anak pesohor yang mapan secara ekonomi dan tentu saja orangtua mereka lebih berpendidikan.

Muncul pertanyaan yang mengganggu: Mengapa bullying juga dapat menyelinap ke dalam koridor sekolah elite dan tidak terdeteksi? Padahal, jumlah siswa di sekolah tersebut tidak sebanyak siswa di sekolah negeri, yang harusnya bisa lebih diawasi dengan ketat.

Meskipun terkadang tersembunyi di balik citra sempurna, bullying juga dapat ditemukan di sekolah elite.

Bentuk bullying juga tidak berbeda, lebih sering terjadi secara nonverbal, verbal atau sosial.

Siswa di sekolah elite, biasanya mengalami tekanan akademis tinggi dan persaingan sengit yang dapat menjadi katalisator perilaku negatif.

Peristiwa yang terjadi di sekolah Binus Serpong relatif ekstrem. Korban dianiaya dengan cara dipukul, disundut dengan rokok, disundut pakai korek api yang sudah dipanaskan ujungnya, dicekik.

Korban juga diikat ke tiang di warung tempat TKP oleh 11 temannya. Warung itu semacam markas mereka.

Perundungan ini kali kedua dialami korban. Para pelaku tidak terima karena korban menceritakan kejadian penyiksaan sebelumnya kepada kakak perempuannya, yang menyebabkan para pelaku kembali melakukan kekerasan.

Penganiayaan beruntun memang kerap dialami korban bullying. Mereka yang mengadu biasanya akan mendapat penganiayaan lebih berat.

Kondisi ini yang menjadi penyebab sebagian korban bullying mungkin merasa enggan melapor. Ini menciptakan tantangan dalam mengidentifikasi dan menanggapi bullying dengan efektif.

Tekanan akademis

Sekolah elite seringkali menetapkan standar akademis sangat tinggi. Hal ini dapat menciptakan lingkungan kompetitif.

Para siswa mungkin merasa terbebani oleh ekspektasi yang tinggi, dan bullying bisa menjadi hasil dari tekanan ini.

Perbandingan antarsiswa berdasarkan pencapaian akademis atau prestasi ekstrakurikuler dapat menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan dan memicu tindakan bullying.

Sekolah elite sering kali memiliki komunitas kecil dan tertutup. Hal ini dapat menciptakan rasa kebersamaan, tetapi juga bisa menjadi sumber masalah ketika bullying terjadi.

Kelompok-kelompok sosial yang eksklusif dapat mengecualikan siswa-siswa tertentu, menciptakan ketidaksetaraan dan rasa tidak aman.

Tentu saja kepekaan dan sensifitas pihak sekolah terhadap geng-geng di sekolah itu patut dipertanyakan.

Bagaimana kemudian interaksi guru dan siswa? Apakah selama ini, tidak ada yang mengadukan perihal kekerasan yang mereka alami?

Jika memang geng itu sudah ada bertahun-tahun, bahkan sejak sekolah itu berdiri, mengapa pihak sekolah tidak bisa mengendus bau busuk geng ala siswa tersebut?

Penting untuk mengatasi bullying di sekolah elite melalui upaya pencegahan yang tepat. Pihak sekolah perlu membentuk kebijakan anti-bullying yang jelas dan memberikan pelatihan kepada staf untuk mengidentifikasi serta menangani insiden-insiden tersebut.

Sistem pelaporan yang anonim dan aman juga harus diperkenalkan untuk mendorong siswa melaporkan kejadian tanpa takut reprisal.

Selain itu, pendekatan holistik yang memperkuat aspek sosial dan emosional pendidikan dapat membantu mengatasi tekanan akademis dan menciptakan budaya sekolah yang mendukung.

Meskipun sekolah elite terkesan sebagai tempat yang bebas dari masalah-masalah sepele, kita harus menyadari bahwa bullying dapat menyelinap di mana pun, termasuk di institusi-institusi bergengsi ini.

Hanya dengan mengakui dan mengatasi masalah ini secara tegas, sekolah elite dapat mempertahankan reputasi mereka sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya mengutamakan prestasi akademis, tetapi juga kesejahteraan dan keselamatan psikososial siswa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com