Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gagal Kuliah di Jurusan Kedokteran, Rahmat Justru Dapat Beasiswa di AS

Kompas.com - 25/08/2023, 13:08 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Kuliah di kedokteran menjadi cita-cita Rahmat sejak kecil. Asa itu sudah membuncah sejak dia duduk di bangku sekolah.

Alasannya, dia ingin membangun daerahnya dan saat itu masih jarang yang berprofesi dokter.

Jalan meraih cita itu sempat terbuka, saat ada kesempatan mendapat beasiswa kuliah kedokteran di China.

Baca juga: Kisah Mahasiswa Disabilitas UGM, Lulus Kuliah Hukum dengan IPK 3,75

"Tapi saya batal berangkat karena covid-19 mendera dan China saat itu adalah pusatnya. Beruntung ada MOSMA Kemenag. Batal ke China, saya dapat kesempatan kuliah ke Amerika," kata Rahmat dilansir dari laman Kemenag, Jumat (25/8/2023).

Rahmat berasal dari Dusun Lombongan, sebuah dusun terpencil di bagian selatan Provinsi Sulawesi Barat.

Rahmat kecil akrab disapa "ade" ini adalah anak bungsu dari 8 bersaudara dari pasangan Ruhaniah dan Muh. Ridha. Ibunya seorang petani sekaligus ibu rumah tangga, sedang bapaknya seorang pensiunan guru agama sekaligus seorang nelayan.

Saat lulus dari bangku SMP, Rahmat melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlas Lampoko.

Lokasi pesantren ini berjarak sekitar 75 kilometer (km) dari desanya. Lembaga pendidikan keagamaan khas Indonesia ini memiliki banyak alumni yang kuliah di berbagai perguruan tinggi.

Saat itu, cita-citanya untuk menjadi dokter masih membumbung tinggi. Sadar memiliki banyak keterbatasan, Rahmat berusaha lebih keras.

Dia belajar lebih giat agar bisa mengejar teman-temannya. Selama di pesantren, dia juga belajar berorganisasi.

"Alhamdulillah, enam tahun mondok, saya menjadi lulusan terbaik. Ini tentu menjadi kebanggaan untuk seorang anak desa," sebut dia.

Mimpi menjadi seorang dokter makin menguat. Rahmat mendaftar Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2018 di Universitas Hasanuddin, Sulsel.

Baca juga: 10 Fakultas Teknik Terbaik di Indonesia, Ada 1 PTS

Namun kehendak Allah, dia tidak lulus pada pilihan prodi kedokteran, tetapi departemen Mechanical Engineering. Sedih dan kecewa, tentu dialaminya, meski begitu dia tetap memilih untuk maju.

Berjalan dua semester di Unhas, Rahmat sadar bahwa jurusan sekarang bukan yang diimpikan. Dia lalu kembali mendaftar kedokteran di berbagai jalur masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hasilnya sama, dia selalu ditolak.

Gagal kuliah kedokteran di China

Jenuh mendera, ide iseng muncul tak terduga. Rahmat daftar kedokteran di luar negeri, yaitu China. Peluangnya mungkin kecil, tapi tidak ada salahnya untuk dicoba.

Di seleksi itu, Rahmat beruntung karena dinyatakan lulus pada salah satu universitas di China untuk program MBBS dengan beasiswa tuition fee dari pemerintah di sana.

MBBS adalah singkatan dari Bachelor of Medicine and Bachelor of Surgery. Program ini memberikan kualifikasi kedokteran umum dan bedah sekaligus pada akhir program.

Rahmat tentu senang. Namun, terbayang biaya transportasi dan ongkos hidup selama kuliah di China yang pasti mahal. Rahmat lalu mencari jalan agar tetap bisa mengambil kesempatan yang telah diberikan.

Meski jalan itu didapat, tapi Covid-19 merajalela, sehingga dia tetap tidak bisa berangkat. Apalagi, China saat itu menjadi pusat penyebaran Covid 19.

Jalan meraih mimpi menjadi seorang dokter kembali terjal. Rahmat sempat berpikir untuk menyerah dan kembali ke desa. Namun, orangtua dan saudara terus mendorong agar dia tetap kuliah.

Baca juga: 10 PTS Terbaik di Surabaya Versi Unirank 2023

Tahun 2021, Rahmat daftar kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang relatif masih baru.

Target lulus kuliah gapai IPK di atas 3,90

Kampus itu adalah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene yang baru beroperasi 4 tahun. Dengan jarak hanya 45 km, Rahmat memilih tinggal di rumah agar bisa menemani ayah dan ibu yang semakin menua.

Rahmat belajar di prodi Tadris Bahasa Inggris. Gagal menjadi dokter, dia ingin menjadi pendidik dan dapat mengembangkan bidang pendidikan di daerahnya.

Proses kuliah dijalani dengan serius, dengan target IPK harus di atas 3,90. Beragam organisasi dan ajang kompetisi juga diikuti.

Rahmat yakin, di mana pun belajar, kesempatan menjadi pribadi berkualitas tetap terbuka.

Selain aktif di kampus, Rahmat juga aktif sebagai volunteer guru mengaji di Rumah Quran Moloku yang letaknya tidak jauh dari kampus. Lembaga ini membina sekitar 100 santri untuk belajar membaca dan menghafal Al Quran.

Rahmat juga belajar berbisnis. Keterbatasan ekonomi menuntut dirinya untuk lebih kreatif agar bisa mendapat penghasilan tambahan.

Hobby membuat handcraft coba dikembangkan menjadi ladang bisnis dengan nama "AdeeraGift". Dia menyediakan jasa atau layanan membuat parsel, buket, mahar, dan handcraft lainnya.

"Alhamdulillah, usaha yang aku jalankan bisa membantu membiayai kebutuhanku dan mengurangi beban orangtua dan kakaku yang ada di desa. Karena di kampus, aku tidak mendapatkan beasiswa," sebut dia.

Baca juga: Dosen UM Surabaya: 5 Kebiasaan Ini Picu Obesitas Secara Cepat

Lulus menggapai beasiswa kuliah di Amerika

Di tengah beragam aktivitas yang dijalani, termasuk menjadi volunteer di salah satu NGO, Rahmat mendapat informasi ada program beasiswa bernama MOSMA Kementerian Agama. Dia mendapat informasi ini dari dosennya di Prodi Tadris Bahasa Inggris.

MORA Overseas Student Mobility Awards (MOSMA) merupakan salah satu program implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka. MOSMA berbentuk program mobilitas fisik yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi luar negeri.

Program ini berlangsung selama 1 semester dengan durasi maksimal 6 bulan. Melalui program ini, mahasiswa mendapatkan kredit yang dapat dikonversi ke dalam SKS (Satuan Kredit Semester) di kampus asal.

Kesempatan ini tidak Rahmat sia-siakan. Dia bertekad untuk meraih kembali kesempatan kuliah di luar negeri. Tes TOEFL diikuti dan alhamdulillah hasilnya diatas rata-rata. Lulus seleksi administrasi, Rahmat lanjut ke tes wawancara dengan bahasa Inggris.

"Aku belajar dari YouTube, teman, dan dosen dosenku mengenai wawancara. Tetapi waktu itupun masih sangat kurang bagiku karena baru ngumpulin bahan buat wawancara, eh jadwal wawancara itu udah keluar dan belum sempat latihan mock interview gitu. Alhasil aku wawancara dengan bahan mentah dan rasa deg degan yang tinggi," ungkap dia.

"Aku tidak berharap banyak sebetulnya, mengingat persiapanku tidak semaksimal biasanya. Berkat doa dan dukungan berbagai pihak, Alhamdulillah aku lulus dengan negara tujuan Amerika Serikat," tambah dia.

Sontak kampus heboh mendengar salah satu mahasiswanya lulus seleksi beasiswa kuliah di Amerika. Para dosen dan temen seperti tidak percaya.

Apalagi dirinya mendapat beasiswa penuh untuk kuliah satu semester di Amerika. Kehebohan juga terjadi di desa, karena banyak orang yang datang dan memberi ucapan selamat, penanda bangga ada anak daerah yang berhasil kuliah ke luar negeri.

"Aku menangis. Karena Bapak meninggal sebulan sebelum kabar bahagia ini datang. Padahal dia adalah orang yang paling mendukungku untuk bisa berkuliah di luar negeri," ujar dia secara terbata-bata.

Baca juga: Beasiswa S2 Chevening Scholarship Dibuka September 2023, Ini Syaratnya

"Alhamdulillah mama masih ada. Dia benar benar terharu. Air matanya berderai karena anak bungsunya bisa mewujudkan impiannya," jelas dia.

Rahmat berharap program beasiswa MOSMA dari Kemenag ini tidak hanya memberikan manfaat untuk dirinya, tapi juga sesama generasi muda di seluruh daerah Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com